Ibu saya bernama Rokayah, dilahirkan di Desa Kandanghaur. Desa yang sampai saat ini terkenal dengan istilah Pasar Jodoh. Pasar dimana tempat bertemunya anak muda untuk mencari jodoh. Menurut cerita yang dituturkan oleh ibu, konon bila seorang gadis tertarik pada seorang pemuda atau sebaliknya. Maka sang gadis harus rela tinggal di rumah orang tua pemuda tersebut. Selama beberapa hari, dia harus mengalami ’masa magang’ menjadi seorang istri yang baik. Membantu calon mertua melakukan urusan rumah tangga. Tentu saja minus ’tugas khusus’ istri melayani suami. Bila aturan yang satu ini dilanggar maka sanksi sosial dari masyarakat sekitar akan dijatuhkan pada mereka. Manakala calon mertua merasa cocok maka sang pemuda berkewajiaban menikahi si gadis. Tapi bila calon mertua tidak merasa cocok maka urusan menjadi selesai dengan sendirinya.
Ibu dilahirkan dengan bekal mental baja. Mental seorang surviver. Saya tidak bisa membayangkan mental seorang wanita yang ditinggal mati oleh lima orang yang dicintainya hanya dalam masa 2 tahun. Setiap lima bulan sekali satu persatu orang –orang yang dicintainya dipanggil oleh Allah SWT. Khairunnisa, Istiqomah, Nurbaeti dan Nunung adalah keempat adik kami yang meninggal dunia dalam usia balita. Genap 2 tahun dari kematian adik yang pertama, ayah meninggal dunia pada usia yang relatip masih muda yaitu 39 (tiga puluh sembilan tahun) tahun.
Sejak kematian ayah, ibu berperan berganda-ganda. Ayah memang memiliki banyak saudara. 2 kakak dan 4 adik. Namun kematian ayah tidak membuat mereka berbelas kasihan pada kami. Dari segi ilmu, mereka paham betul bahwa menyantuni anak yatim adalah hukumnya wajib. Mereka pun paham bahwa sesungguhnya adalah ancaman dari Allah SWT terhadap orang yang menelantarkan anak yatim. Tapi ilmu tinggallah ilmu, kami yang yatim harus berjuang sendirian.
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim.
(QS 107: 1,2)
Sepeninggal ayah, ibu memulai kehidupan baru sebagai pembantu rumah tangga. Kebetulan berdekatan dengan rumah kami, ada sebuah rumah kontrakan karyawan PT. Nisconi. Nisconi adalah perusahaan rekanan pertamina yang berasal dari Negara Jepang. Ibu menjadi pembantu rumah tangga di rumah tersebut. Mencuci baju, memasak makanan, membersihkan isi rumah dsbnya, dikerjakan oleh ibu dengan ikhlas.
Pagi hari ba’da subuh, ibu sudah harus menuju rumah kontrakan tersebut. Oleh karenya kami ke sekolah jarang sarapan pagi. Siang harinya, ketika kami pulang dari sekolah ibu membawakan kami makan. Kami makan bergiliran karena jatah makan yang ibu bawa terbatas, kami memakluminya.
Untuk makan malam, kami harus menunggu hingga ibu pulang, terkadang hingga larut malam kami harus menunggu ibu pulang.
Satu kisah yang tidak akan pernah saya lupakan hingga kini adalah ketika saya harus mencari menu tambahan makan malam. Saya sering menunggu bongkaran ubi jalar di pasar. Biasanya penjual ubi jalar membongkar angkutannya dari mobil truk ke tempat penyimpanannya di los pasar pada malam hari. Ubi tersebut diangkut oleh kuli angkut dengan menggunakan keranjang. Terkadang ubi yang dibawa oleh mereka ada yang jatuh dalam perjalanan. Saya akan memungut ubi tersebut. Sang pemilikpun tahu tapi mereka memakluminya. Selanjutnya ubi akan kami gunakan untuk tambahan makan malam kami.
Suatu saat kontrakan rumah tempat para karyawan Nisconi pun pindah. Ibu terpaksa berhenti bekerja. Ibu mencoba peruntukan dengan berdagang kue yang dibuat sendiri. Sebelum subuh, Ibu sudah sibuk dengan masakannya. Kami semua ikut membantu meskipun ibu tidak memintanya.
Dengan penghasilan yang tidak menentu membuat ibu harus banyak berhutang kepada warung, toko atau bahkan kepada rentenir sekalipun. Semuanya dilakukan ibu untuk mempertahankan masa depan kami semua.
Sampai episode perjuangan hidup mati kami sekeluarga berdarah-darah, tidak nampak sedikitpun rasa belas kasihan dari saudara-saudara ayah terhadap kami. Bahkan sebaliknya kami dikucilkan, diejek, dipermainkan dan peran kehidupan yang kami jalani justru menjadi bahan tertawaan. Akhirnya ibu tidak kuat menahan segala cercaan saudara-saudara ayah maupun orang-orang yang tidak bisa hidup berdampingan dengan 7 orang anak yatim. Ibu memutuskan untuk pergi ke Jakarta. Ibu memutuskan untuk menjadi penjaga toko di salah sebuah toko milik orang China. Toko tersebut berada di Pasar Senin. Dan pada malam harinya ibu menjadi pembantu rumah tangga di rumah pemilik toko ini.
Setiap bulan ibu pulang ke Indramayu. Dan setiap kali itu pula, ibu mendapat ejekan dari saudara ayah. Mereka menyebut pekerjaan ibu di Jakarta sebagai pekerjaan yang hina. Hal ini membuat ibu tidak tahan dengan ejekan tersebut. Ibu memutuskan pertemuan kami dilakukan di rumah nenek (orang tua ibu) di Kandanghaur yang berjarak 34 KM dari Kota Indramayu. Karena jaraknya terlalu jauh dan memerlukan ongkos yang tidak sedikit maka pertemuan sebulan sekali tersebut dilakukan dengan cara bergilir diantara kami. Bila pertemuan bulan ini jatahnya saya dan kakak maka untuk bulan berikutnya adalah saudara yang lainya. Bisa dibayangkan pertemuan kami setiap bulan selalu diawali dan diakhiri dengan tangisan kami berdelapan. Allahu Akbar, kami melakukannya dengan ikhlas. Ibu mengajarkan kami tentang berbagai bentuk kesabaran dan ketabahan. Bukan dengan berbagai teori atau konsep tapi belajar dari kehidupan nyata.
Upah hasil menjadi penjaga toko di Pasar Senin tidaklah cukup untuk membiayai kami semua. Oleh karena itu, ibu memutuskan untuk mecari tambahan penghasilan lainnya. Kebetulan ada kerabat ibu yang memiliki usaha pembuatan garam di daerah Eretan (Indramayu). Ibu ditawari pekerjaan untuk melakukan pengiriman garam dari daerah Eretan ke Pasar Kramat Jati. Garam dikirim dari daerah Eretan jam 12 malam dan tiba di Pasar Induk Kramat Jati sekitar subuh. Ibu bertugas mengawal pengiriman garam tersebut ke tengkulak yang ada di Pasar Induk Kramat Jati. Ibu melakukan tugas tersebut seminggu sekali, sementara tugas sebagai penjaga toko tetap dia lakukan. Subhanallah, Allah telah memberikan kekuatan yang luar biasa kepada ibu. Dengan kondisi yang begitu berat, Allah memberikan kekuatan baik jasmani maupun rohani.
Setahun setelah meninggalnya ayah, Yu Yati lulus dari SMEA. Yu Yati memutuskan untuk tidak kuliah, Yu Yati akhirnya mengikuti ibu ke Jakarta. Dia tinggal di tempat saudara di daerah Kebayoran Lama Jakarta Selatan dengan harapan mencari pekerjaan untuk memperingan beban ibu. Namun setahun tinggal di tempat saudara, pekerjaan yang diharap tidak kunjung datang. Akhirnya ibu menyarankan Yu Yati untuk kembali ke Indramayu. Yu Yati mendapat pekerjaan sebagai tenaga tata usaha di salah satu sekolah SLTP di Indramayu. Sambil bekerja Yu Yati mengikuti kursus menjahit. Saat ini Yu Yati berwirausaha menjadi menjahit pakaian. Yu Yati akhirnya mendapat suami yang bekerja di Pemda Indramayu.
Yu Ros kakak kedua akhirnya lulus dari SMA. Ibu kembali membawa Yu Ros ke Jakarta, dengan harapan mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Yu Ros ikut dengan Yu Dasmi kerabat ibu yang tinggal di daerah Pondok Kopi Jakarta Timur. Kebetulan beliau bekerja di BNI 1946 di daerah Kota Jakarta Barat. Yu Rospun mengikuti seleksi di BNI 1946. Waktu yang dibutuhkan untuk proses seleksi ini sekitar setahun. Dalam masa seleksi ini, Yu Ros secara rutin pergi pulang Indramayu – Jakarta. Ada banyak cerita menarik yang disampaikan oleh Yu Ros maupun ibu pada saat proses seleksi ini.
Suatu saat Yu Ros harus menghadiri test kesehatan. Saat itu team dokter mendapati salah satu gigi Yu Ros bolong dan harus dicabut, bila tidak dilakukan maka Yu Ros akan dinyatakan tidak lulus. Namun permasalahannya adalah untuk mencabut gigi tersebut dibutuhkan biaya sebesar Rp 25.000,- saat itu ibu tidak memiliki uang sebesar itu. Akhirnya ibu memutuskan untuk meminjam uang kepada kerabatnya di daerah Kalibaru Tanjung Priuk. Sayang ibu tidak memiliki alamat lengkapnya. Ibu hanya tahu nama kerabatnya tersebut. Akhirnya ibu meminta Yu Ros untuk mencari sendiri alamat kerabat ibu. Hal ini disebabkan karena ibu tidak bisa meninggalkan pekerjaan sebagai penjaga toko.
Berbekal nama yang ada, Yu Ros akhirnya mencari nama kerabat ibu. Bisa dibayangkan mencari sebuah nama di daerah Jakarta tanpa alamat yang jelas akan menghasilkan apa?. Hingga waktu magrib tiba, Yu Ros berjalan-jalan sendiri menanyakan nama kerabat ibu kepada orang-orang yang ditemuinya.
Alhamdulillah menjelang Isya akhirnya Yu Ros berjumpa juga dengan orang yang dicari. Yu Rospun menceritakan maksud kedatangannya kepada kerabat ibu. Tangis pilu kasihan dan iba terhadap nasib Yu Ros, akhirnya kerabat ibu meminta Yu Ros untuk menginap di tempatnya. Memang ada perbedaan sikap dan sifat antara saudara ibu dan saudara ayah terhadap kami. Saudara-saudara ibu sangat berempati pada nasib kami.
Esok harinya Yu Ros menemui ibu untuk bersama-sama ke dokter gigi untuk mencabut gigi. Lokasi dokter gigi yang terdekat adalah di Lapangan Banteng. Rupanya waktu yang dibutuhan untuk mencabut gigi terlalu lama. Menurut penuturan ibu, saat itu waktu sudah menunjukan sekitar pukul 10 kurang lima belas menit padahal Yu Ros sudah harus hadir di BNI 1946 Kota jam 10.00. Ibu dan Yu Ros bingung bukan kepalang, seperti orang linglung, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Saat itu wajah Yu Ros sudah merah dan sembab menangisi nasibnya. Terbayang sudah kegagalan mengikuti test kesehatan. Sekonyong-konyong ibu melihat sebuah mobil patroli polisi yang sedang menjaga kawasan Lapangan Banteng. Sontak keberanian muncul dalam diri ibu. Ibu memberhentikan mobil polisi tersebut. Ibu menceritakan permasalahan yang sedang dihadapi. Tidak lupa pula Yu Ros memperlihatkan kartu test BNI 1946.
Alhamdulillah, Allahpun memberikan kemudahan. Pak polisi selanjutnya mempersilahkan ibu dan Yu Ros untuk naik mobil kijang patroli. Saat itu Ibu dan Yu Ros masih sempat melihat sekeliling. Ternyata pada saat ibu dan Yu Ros berada di atas mobil patroli tersebut, banyak pandangan mata di sepanjang Jalan Lapangan Banteng hingga Kota tertuju kepada ibu dan Yu Ros. Tiba di depan BNI 1946 Kota pak polisipun berkata:
”Bu, maaf, tadi ibu lihat orang-orang di sepanjang jalan pada ngeliatin ibu enggak?”.
”Ya, pak!, apa yang salah ya?”, tanya ibu.
”Maaf ya bu, mobil ini biasanya digunakan untuk ngangkut penjahat atau sejenisnya, ibu jangan kesinggung ya”, jawab pak polisi.
”Akh ! biarin aja pak, yang penting saya sudah nyampe ke sini”, jawab ibu.
Karena waktu sudah menunjukan jam setengah sebelas, ibu meminta kepada pak polisi untuk mengantarkan Yu Ros dan ibu kepada panitia test BNI 1946. Ibu berharap pak polisi dapat menceritakan kepada panitia atas apa yang sudah terjadi pada Yu Ros dan ibu. Akhirnya pak polisi yang baik hati itupun bersedia menolong. Dia menemui panitia test dan menceritakan ihwal terlambatnya Yu Ros mengikuti test seleksi di BNI 1946. Alhamdulillah test kesehatan Yu Ros pun dinyatakan lulus, meskipun terlambat datang. Ya Allah, Yu Ros dan ibu belum sempat mengetahui nama pak polisi yang baik itu. Ya Allah semoga Engkau membalas kebaikan hati pak polisi tersebut.
Hampir satu tahun proses seleksi penerimaan pegawai di BNI 1946 berlangsung dan akhirnya Yu Rospun mendapatkan keputusan bahwa dia diterima menjadi karyawan BNI. Yu Ros tinggal di Jln. Pemuda II di samping Universitas Ibnu Chaldun Jakarta Timur. Rumah tersebut adalah milik Yu Dasmi kerabat ibu yang berbaik hati mengantarkan Yu Ros menjadi karyawan BNI 1946. Rumah tersebut memiliki 5 kamar, 4 kamar lainnya dijadikan tempat kost. Tiap kamar diisi antara dua hingga tiga orang. Kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa yang berasal dari Indramayu. Mulai saat itu Yu Ros bahu membahu bersama ibu membiayai kami berenam di Indramayu. Saat ini Yu Ros sudah menyelesaikan studi S1 nya di Universitas Wiralodra Indramayu.
Pada saat Yu Ros mengikuti seleksi penerimaan karyawan BNI 1946 di Jakarta, kendali kami sekeluarga di Indramayu dipimpin oleh Yu Yati. Upah dari honorer TU di SLTP tidaklah seberapa namun dengan tekad bersama bahwa meskipun sedikit tetapi harus dibagi, kami selalu menikmati segala kekurangan kami tersebut. Masih teringat dengan jelas, saat-saat magrib adalah saat dimana kami harus menunggu kedatangan mbok tua penjual rumbah. Rumbah adalah nama sejenis pecel atau gado-gado. Kami menunggu kedatangan mbok tua karena kami tahu, saat magrib adalah saat dimana mbok tua pulang dari berdagang rumbah keliling. Biasanya sambel atau bumbu rumbah akan berlebih. Kami membeli sambel tersebut, untuk selanjutnya kami tambahkan air lagi sehingga menjadi lebih banyak. Lalu kami bagi air atau kuah rumbah tersebut untuk dijadikan teman makan malam kami. Terkadang kami mendapati mbok tua tidak memiliki sisa kuah rumbah, karena rumbah dagangannya sudah habis terjual. Maka saat itulah kami harus bersabar untuk tidak makan malam lagi. Subhanallah, Ya Allah Engkau telah memberikan kepada kami kekuatan yang tiada taranya sehingga meskipun kami terkadang tidak makan malam tetapi kami masih tetap dapat diberi kesabaran dan kekuatan.
Saatnya Yu Ipah, kakak ketiga kami dalam proses kelulusan dari SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Untuk meringankan beban kehidupan kami, Yu Ipah bersedia tinggal di rumah tetangga kami. Kebetulan ada tetangga kami yang berumur lanjut dan seluruh anaknya tinggal di luar kota Indramayu. Yu Ipah bertugas menemani ibu tua tetangga kami. untuk itu Yu Ipah diberi imbalan sekedarnya. SPP Yu Ipah di SPGpun dibantu olehnya. Saya masih ingat betul setiap sore hari Yu Ipah selalu menyempatkan diri untuk datang ke rumah kami dengan membawa sedikit kue atau makanan. Kami selalu senang menerima kue yang dibawa Yu Ipah.
Yu Ipah akhirnya lulus dari SPG dan selanjutnya menjadi guru SD. Saat ini Yu Ipah masih mengajar di salah sebuah SDN di Indramayu. Yu Ipah memiliki suami seorang wiraswasta.
Kabar baik datang juga, atas prestasinya Yu Sri kakak keempatku mendapatkan beasiswa dari sekolahnya. Ketika lulus dari SMA. Dia meminta ijin kepada ibu untuk melanjutkan kuliah tapi ibu menyerahkan sepenuhnya kepada Yu Ros karena beban keluarga sebagian disanggah olehnya. Alhamdulillah akhirnya Yu Sri akhirnya dapat kuliah dan menyelesaikan DII IKIP Jakarta. Saat ini Yu Sri mengajar di SMP Negeri Dukuh Indramayu. Dia akhirnya dapat merampungkan S1nya di Universitas Wiralodra Indramayu. Yu Sri memiliki suami guru, teman mengajarnya.
Nasib kurang beruntung menimpa saya. Ibu tidak pernah bisa membayar SPP saya. Akibatnya saya tidak pernah mengambil raport dikarenakan SPP belum dibayar. Saya masih ingat betul SPP saya dibayarkan sekaligus dari kelas satu hingga kelas 3 SMP, itupun menjelang pembagian ijazah SMP saya.
Salah seorang teman sekelasku pernah bertanya:
”Idos, kamu naik juga ya?”, tanya dia kepada saya.
”Tauk tuh!, sa............bodoh, orang raport aja belum lihat”, jawab saya.
”Koq kamu yakin naik kelas sih, kamu khan belum lihat raport?”, tanyanya lagi.
Saat itu sebenarnya saya pengen bilang sama dia:
”Ya kalo kamu aja naik kelas, masak iya saya enggak naik kelas sih!!!!!!!!”.
Tapi pertanyaan tsb hingga saat ini Alhamdulillah belum terucapkan langsung kepada dia. Ya, maklum aja lah, wong teman saya yang nanya tersebut punya ranking 43 dari 44 siswa di kelas. Sementara saya sendiri selalu masuk 3 besar di SMP N 2 Indramayu. SMP yang sangat favorite di Indramayu hingga saat ini.
Menjelang kelulusan saya dari SMA. Yu Ros memutuskan untuk minta mutasi dari BNI 1946 Cabang Kramat ke BNI 46 Cabang Indramayu. Rupanya dia kurang cocok dengan kehidupan kota Jakarta. Akhirnya Yu Rospun meminta ibu untuk berhenti bekerja dan bersama-sama pulang kampung ke Indramayu. Yu Ros menikah dengan kawan SMAnya (saat ini kakak ipar bekerja di Dinas Perijinanan Pemda Indramayu. Yu Ros mengontrak rumah di Indramayu. Ibupun diboyong untuk tinggal bersamanya.
Kesabaran dan Tawakal itupun Berbuah.
Masih terngiang dalam ingatan, siang itu di Bulan Mei Tahun 1986 (Seribu Sembilan Ratus Delapan Puluh Enam). Suasana di pelataran SMA Negeri 1 Indramayu tampak lebih lengang. Area parkir kendaran motor yang biasa ramai, kini terlihat sepi. Hanya beberapa kendaran motor saja yang diparkir sembarangan. Suasana yang sama juga terlihat di tengah lapangan sekolah. Lapangan Basket yang biasa digunakan oleh teman-teman untuk bermain basket pun tampak lengang. Hal sama juga terlihat di ruangan kelas. Hanya beberapa siswa saja yang terlihat bersenda gurau. Sekolah, yang saat itu dikenal dengan sebutan SMANSA atau SMA Negeri Satu, terlihat lebih lengang dibandingkan biasanya. Tidak ada kegiatan belajar mengajar yang biasa dilakukan oleh sekolah. Semuanya maklum, saat itu siswa kelas 3 baru saja menyelesaikan ujian akhir. Sementara kelas 2 dan kelas 1 masih pada libur.
Yah……ujian akhir bagi seorang pelajar kelas 3 SMA adalah penentuan bagi mereka. Apakah dapat lulus dari SMA ataukah tidak?. Apakah dapat meneruskan kuliah ataukah harus tinggal dan mengulang di kelas yang sama.Di salah satu sudut ruangan kelas, tampak terlihat sejumlah siswa duduk bergerombol santai bersenda gurau. Saat itu saya bersama beberapa teman dari kelas 3B2 sengaja datang ke sekolah. Sekedar untuk nongkrong sambil ngobrol ngalor ngidul di sekolah. 3B2 adalah sebutan bagi kelas kami. Sebutan ini untuk menunjukan bahwa kami adalah kelas 3 Jurusan IPA dan kelas paralel ke-2. SMA Negeri 1 Indramayu saat itu memiliki 4 kelas Jurusan IPA yang paralel yaitu 3B1, 3B2, 3B3 dan 3B4. Untuk kelas jurusan bahasa, kita menyebutnya 3A1 karena hanya ada satu kelas bagi Jurusan Bahasa. Sementara kelas jurusan IPS kita menyebutnya 3C1, 3C2 dan 3C3.
Kami ngobrol ngalor ngidul dari omongan tentang soal-soal ujian, hingga berbagai impian untuk meneruskan kuliah. Mahsun, salah seorang sahabat karib saya dengan antusias mengatakan bahwa dia ingin menjadi guru yang baik. Oleh karenanya dia mantep untuk masuk ke IKIP (sebelum berubah nama menjadi UNJ) dan IKIP Jakartalah yang akan menjadi tujuan kuliahnya. Seorang teman lainnya dengan berapi-api begitu yakin bisa masuk APDN (sebelum berubah nama menjadi IPDN). Sementara yang lainnya bercerita banyak tentang UGM, ITB, UnPad, Universitas Diponegoro dsbnya. Saya hanya menjadi pendengar yang baik saja waktu itu. Maklum meskipun saya juara pertama dikelas 3B2 dan juara 3 untuk seluruh jurusan IPA. Namun saya masih belum yakin apakah saya bisa melanjutkan kuliah.
Yah,.....bukannya saya pesimis dengan masa depan saya tetapi kondisi keuangan keluarga yang memaksa saya untuk mengerem berbagai mimpi-mimpi saya. Universitas Indonesia (UI) memang menjadi impian utama saya. Kuliah di Universitas Indonesia adalah cita-cita yang sejak lama sudah saya pendam.
“Dos, dicariin Bu Yanie tuh!”, kata salah seorang teman mengagetkan kami semua. Idos adalah nama kecil saya. Teman-teman selalu memanggil saya dengan sebutan tersebut. Sementara Bu Yanie adalah Guru Matematika sekaligus wali kelas kami. Nama panjangnya sih Tanyanie, tapi beliau lebih suka dipanggil Bu Yanie, untuk mempercepat panggilan katanya.
“Wah ada apa lagi ya, Bu Yanie nyariin saya?” Tanya saya.
”Tahuk tuh!, katanya ada kabar bagus buat kamu” Jawab teman saya.
”Kabar apa lagi?”.
”Udah lah. Enggak usah nanya dulu, mendingan kamu ke sana aja!”, sahut teman saya. Belum bergerak saya melangkah menuju kantor guru, dari arah berlainan, beberapa teman saya berteriak, ”Dos, selamat ya!, kamu diterima masuk UI!. ”PMDK, enggak pake test !!”.
Kaget, enggak percaya dengan kabar tersebut, saya berlari menuju kantor guru. Disana sudah menunggu Bu Yanie bersama beberapa guru lainnya.
”Firdaus!, selamat ya – kamu diterima PMDK di Jurusan Fisika UI”.
”Akh, yang bener, Bu ?”, tanyaku dengan perasaan yang enggak percaya.
”Nih surat dari Dikti, kamu baca sendiri aja”, kata Bu Yanie.
”Alhamdulillah..........”, gumamku.
Dengan sedikit gemetar surat itupun saya terima. Lalu saya baca isi surat tersebut. Di dalam surat tersebut, tertulis jelas nama saya, nama sekolah saya dan nama program studi Fisika Universitas Indonesia dengan nomor program studi 220447.
”Makasih bu”, sahut saya.
”Oh ya, Fisikanya yang S1 atau yang D3 ya?”, tanya seorang guru yang lain.
Lembar pemberitahuan penerimaan PMDK dari depdikbud dirjen dikti-pun saya buka lagi. Tangan saya gemetar, saya masih belum percaya bahwa saya masuk UI tanpa melalui test lagi.
”Saya masuk yang S1, Bu!”, kataku.
Sontak beberapa guru lain yang berada di ruang gurupun memberikan selamat kepada saya. Teman-teman saya yang sedari tadi berada di luar ruangan guru pun ikutan memberikan selamat kepada saya.
Mengapa jurusan fisika menjadi pilihan utama saya?.
Saat saya duduk di kelas 2 SMA, saya diajar oleh seorang guru bernama Pak Udan. Beliau adalah guru fisika yang baru. Sebelumnya beliau mengajar di salah satu SMA di Bandung. Pak Udan mengajar fisika dengan konsep sederhana, bahwa fisika itu mudah. Fisika adalah bukan pelajaran yang menakutkan. Sejak Pak Udan mengajar fisika di sekolah, praktekum fisika menjadi sering dilakukan. Hal ini membuat saya menyenangi pelajaran fiska. Berkat sistem pengajarannya yang simpel membuat saya begitu tertarik dengan perhitungan-perhitungan yang ada dalam pelajaran fisika. Setelah itu sayapun mantap untuk meneruskan kuliah di jurusan fisika.
Saya memilih jurusan S1 Fisika UI sebagai pilihan pertama PMDK dan D3 Fisika UI sebagai pilihan kedua. Saat itu memang beberapa universitas negeri yang memiliki fakultas MIPA membuka 2 jurusan yaitu S1 dan D3. Jurusan S1 diperuntukan bagi yang mau menyelesaikan program sarjana. Sementara program D3 diperuntukan bagi calon guru. Kalo tidak salah program ini dibentuk oleh pemerintah sebagai jawaban atas kurangnya mutu guru yang mengajar mata pelajaran MIPA di sekolah saat itu.
Hari itu adalah hari dimana saya merasa sebagai orang yang telah diagungkan oleh Allah SWT. Paling tidak, diterimanya saya menjadi mahasiswa UI adalah jawaban saya terhadap perjuangan ibu. Saat itu saya telah membuktikan bahwa penderitaan ibu tidaklah sia-sia. Oleh karenanya Ibulah orang pertama yang saya kabari tentang berita penerimaan PMDK saya. Betapa senangnya hati ibu mendapat berita tersebut. Senyum bahagia menghiasi wajah ibu saat itu.
Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS, 62;4)
Segala macam rasa berkecamuk pada diri saya. Bingung, seneng, optimis, ragu-ragu dsbnya. Bagaimana tidak, di dalam surat pemberitahuan dari dikti tersebut diinformasikan bahwa saya harus daftar ulang pada tanggal 17 Juni tahun 1986. Pada tanggal tersebut, SPP dan seluruh keuangan harus sudah dibayarkan. Bila terlambat maka calon mahasiswa dinyatakan mengundurkan diri dan dianggap gugur.
Ibu membekali saya dengan uang Rp 125.000,-. Saya masih ingat betul saya berangkat Hari Sabtu pagi dan tiba di UI Salemba siang hari. Saya langsung daftar ulang. Apa dinyana ternyata saya harus membayar uang SPP Rp 100.000,- ditambah uang Dana Kesejahteraan Kampus sebesar Rp 10.000,-. Sementara uang pemberian ibu yang sebesar Rp 110.000,- sudah saya gunakan untuk ongkos Bis Indramayu – Jakarta beserta makan siang. Uang yang ditangan tinggal sekitar Rp 100.000,-. Saya bingung, baru kali ini saya ke Jakarta dan sudah langsung menemui masalah besar.
Pendaftaran ulang terakhir adalah besok jam 16.00. Bagi peserta yang tidak mendaftar ulang akan dinyatakan mengundurkan diri. Sabtu siang itu saya berjalan-jalan tanpa tujuan. Saya berkeliling di sekitar Wisma Daksinapati, asrama bagi mahasiwa UI di Rawamangun. Alhamdulillah menjelang magrib saya bertemu dengan kerabat ibu dari Indramayu. Sayapun menceritakan permasalahan yang sedang saya hadapi. Kerabat ibu bilang: ”Sebenarnya kamu masih punya saudara yang menjadi dokter. Dia buka praktek di Rawamangun, nanti malam saya antarkan kamu ke sana”. Menjelang jam 20.30 kami menuju ke rumah dr. Khumaedi. Sayapun menceritakan permasalahan yang saya hadapi. Saya diminta menunggu oleh dr. Khumaedi karena pasien masih banyak. Menjelang jam 22.00 akhirnya dr. Khumaedi dapat menemui saya. Saya diminta untuk menginap di rumahnya namun saya menolaknya dengan alasan harus menyiapkan pendaftaran ulang. Saya dibekali uang Rp 100.000,-, uang yang cukup besar untuk masa itu (setara dengan uang spp saya satu semester). Dr Khumaedi yang saya maksud, saat ini telah menjadi orang penting di RSU Kota Tangerang. Semoga Allah memberi keberkahan kepada keluarganya.
Suka duka semasa kuliah saya lalui. Saya hanya dikirimi uang oleh ibu sebesar Rp 5.000 hingga Rp 10.000,- per minggu. Pengiriman uang dilakukan melalui surat. Uang lima ribu dibungkus kertas karbon lalu dimasukan ke dalam amplop. Cukup aman untuk mengelabui orang yang iseng. Pernah suatu ketika saya mendapati surat yang ibu kirim ternyata tidak berisi uang sebagaimana biasanya. Rupanya ada orang yang tahu isi surat tsb dan mengambil uang yang ada di dalam amplop. Entah oleh petugas pos ataukah orang lain, yang jelas saya ikhlas dengan kehilangan uang tersebut.
Kalo sudah begitu maka waktunya bagi saya untuk makan dengan teratur yaitu sehari makan dan sehari puasa.
Menjelang semester 3, saya memberanikan diri untuk melamar menjadi Co Assisten di lab kampus. Sayapun diterima dengan gaji Rp 2.500,- (Dua Ribu Lima Ratus Rupiah) per 2 jam mengajar. Saya mendapat jatah 2 kali mengajar dalam seminggunya, Alhamdulillah.
Saya juga rajin mencari beasiswa dari satu lembaga ke lembaga lainnya. Suatu ketika saya mendapati kabar bahwa ada kerabat ayah yang menjadi petinggi di BULOG. Beliau Kepala Urusan Keuangan Bulog. Saya pun datang ke kantornya di daerah Gatot Subroto. Saya disuruh menceritakan silsilah saya dan hubungan saya dengan dia. Apa daya saya tidak bisa menunjukan silsilah tsb. Sayapun diusir dari kantor Bulog oleh satpam dengan tuduhan mengaku-ngaku saudara pejabat di Bulog. Saya sempat menceritakan hal ini kepada ibu. Ibu hanya dapat menangis mendengar cerita saya. Ibu sebenarnya tahu bahwa memang orang tersebut adalah kerabat ayah. Pada akhirnya beberapa tahun yang lalu, ibu bercerita kepada saya bahwa orang tersebut meninggal dengan cara yang tidak wajar di rumahnya yang seperti istana.
Yayasan Achmad Bakrie, satu yayasan yang didirikan oleh Ibu Achmad Bakrie adalah yayasan yang telah memberikan saya beasiswa dari tahun 1989 hingga tahun 1993. Yayasan ini memberikan beasiswa sebesar Rp 25.000,- per bulan. Biaya kost di Depok saat itu adalah sebesar Rp 75.000,-. Karena kondisi ini maka sayapun kuliah sambil bekerja. Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan kuliah S1 saya di Jurusan Fisika FMIPA UI Depok pada tahun 1993.
Menjelang kelulusan saya dari UI, adik pertama saya Alfiyah lulus dari SMA. Dia menjadi tanggung jawab saya. Alfiyah pun saya bawa ke Depok untuk mengikuti ujian masuk perguruan tiggi di Jakarta. Sayang nasibnya kurang beruntung. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kampung. Saat ini dia bekerja di Dinas Perijinan Pemda Indramayu dan telah menyelesaikan S1 di Universitas Wiralodra Indramayu.
Tiba gilirannya adik kedua saya Gus Abdullah lulus dari SMA N 4 Cirebon. Dia langsung saya bawa ke Depok. Maksudnya mau saya masukan ke bimbingan belajar, agar dapat mempersiapkan diri mengikuti test masuk perguruan tinggi. Nurul Fikri adalah bimbingan belajar yang saya tuju. Saat tinggal di tempat kost saya, dia terikat dengan peraturan yang saya terapkan. Salah satu peraturan yang saya terapkan padanya adalah bahwa dia diperbolehkan keluar dari kamar mulai selepas Isya hingga jam 9.00 malam. Setelah itu dia harus belajar lagi hingga jam 11 malam.
Suatu saat, sampai dengan jam 9.15 malam, Gus Abdullah belum juga masuk ke kamar untuk belajar. Karena aturan harus diterapkan maka pintu kamar kost pun saya kunci dari dalam. Sekitar jam 12 malam induk semang saya Pak Endang berteriak-teriak memanggil saya.
”Achmad, ini Abdulloh masih di luar, buka pintunya!, kasihan dia mau tidur”, Pak Endang berteriak-teriak dengan logat Betawinya yang kental. Bisa dibayangkan Orang Betawi teriak-teriak di tengah malam yang sedang sunyi senyap, bagaimana kegaduhannya.
Sayapun membuka pintu. ”Biarin aja, dia tidur di bawah pohon belimbing. Saya minta Pak Endang jangan kasih dia tempat buat tidur. Kalo Pak Endang mau ngasih dia tempat buat tidur, besok saya mau pindah kost dari sini”, saya timpali.
Pak Endang hanya terdiam saja mendengar jawaban saya.
Yah, jadilah Gus Abdullah malam itu tidur di bawah pohon belimbing di depan kamar kost saya. Saya pikir kalo aturan sudah disepakati bersama maka hukuman atau reward harus tetap ditegakan.
Alhamdulillah berkat ridho Allah SWT juga, akhirnya Gus Abdullah diterima di Prodid III STAN Pegadaian. Saat ini dia sedang diamanahi menjadi Kepala Cabang Pegadaian Cabang Cijerah Bandung. Tampaknya dia diberkahi oleh Allah sebagai Kepala Cabang spesialis ”pembuka lahan”.
Pada awal karirnya dia ditempatkan di Pegadaian Kantor Cabang Plered Cirebon. Selanjutnya diberi tanggung jawab ke Kantor Cabang Anjatan Indramayu. Setelah itu secara beruntun dia diberi amanah membuka lahan Pegadaian di Kantor Cabang Kandanghaur Indramayu, Kantor Cabang Cibaduyut Bandung dan sekarang di Kantor Cabang Cijerah Bandung. Gus Abdulloh Alhamdulillah telah menyelesaikan S1 nya di UnsWaGati Cirebon
Setelah menyelesaikan kuliah S1 pada Bulan Juli 1993. Saya langsung mendapatkan tawaran bekerja di salah satu perusahaan Jepang ternama. Informasi lowongan saya dapatkan dari Jurusan Fisika Universitas Indonesia. Dengan alasan ingin mengikuti wisuda sarjana di Bulan Agustus 1993, akhirnya saya mulai aktif bekerja di perusahaan tersebut pada 1 September 1993.
Selama bekerja di perusahaan Jepang tersebut, saya telah beberapa kali dibebani tugas yang berbeda-beda. Alhamdulillah saya menerimanya dengan lapang dada. Saya menganggap tugas adalah amanah. Oleh karenanya, saya harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah SWT kelak. Posisi pertama yang saya tempati saat itu adalah sebagai Technical Analist untuk produk Cylinder Video VHS. Alhamdulillah berkat kekuatan yang diberikan oleh Allah SWT, saya dapat mengemban tugas tsb. Masih ingat betul saat itu, manager saya H.Yoshida pria kelahiran Nigata, Jepang selalu memberikan banyak pelajaran buat saya. Akhirnya saya diminta oleh dia untuk men-setting Bagian Quality Control Cylinder Video Head.
Dari tahun 1993 sampai dengan tahun 1996, Alhamdulillah saya telah menurunkan prosentasi barang reject dari rata-rata 4,5 % per bulan menjadi rata-rata antara 0,4% hingga 0.5%. Akhirnya pada tahun 1996 saya mendapatkan promosi menjadi Asistant Quality Manager Cylinder.
Saat itu, saya mulai merancang program pelatihan di Bagian Cylinder Assembley. Baik bagi new employee maupun bagi existing employee. Berbekal aktifitas tsb, pada tahun 2000 saya diminta oleh manajemen untuk men-set up Bagian Training. Mulai saat itulah, saya terjun di bidang pengembangan SDM.
Selama menangani PSDM, saya telah melakukan berbagai kegiatan. Diantaranya set-up pengembangan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di lingkungan kerja. Banyak kegiatan yang telah dilakukan untuk mensupport target ini. Kegiatan tersebut diantaranya adalah dengan mengadakan training inhouse untuk seluruh level karyawan. Berbagai kontest Bahasa Inggris diantaranya English Speech Contest dan English Debating Contest pun dilakukan.
Pada saat itu juga, saya diminta untuk menset-up perpustakaan kantor. Masih ingat ketika pertama kali perpustakaan dibentuk, kita hanya memiliki sekitar 1500 judul buku. Namun ketika saya resign dari perusahaan tersebut, perpustakaan telah memiliki sekitar 8500 judul buku. Bisa ditebak karena 80% karyawan adalah wanita maka buku yang paling laris dibaca oleh karyawan adalah tentang wanita, buku-buku islam, anak-anak dan keluarga.
Saat ini, di salah satu institusi syariah saya diamanahkan untuk menangani bidang marketing, insya Allah dengan memohon perlindungan dan petunjuk dariNya, saya mencoba bergelut dengan tugas baru ini.
Saya memang punya cita rasa NANO-NANO. Saya menyelesaikan S1 di Jurusan Fisika. Mengawali karir di bidang Analist, selanjutnya Quality Control, Quality Assurance, terus terjun di SDM, meneruskan kuliah Pasca Sarjana di Finance dan saat ini bekerja di Bidang Marketing, yah saya pikir saya memang rasa NANO-NANO. Manis asem rameh rasanya.
Pada tahun 2003, saya memutuskan untuk pensiun dini dari perusahaan Jepang. Masih ingat dialaog saya dengan presiden direktur saya yaitu Mr. Izumi menjelang saya pensiun dini.
”Jadi, Pak Achmad sudah memikirkan masak-masak keputusan pensiun dini ini?”, tanya Mr Izumi kepada saya.
”Ya, pak, saya sudah mantap”, jawab saya.
“Apakah sudah berdiskusi dengan istri?”, lanjut Mr. Izumi.
“Sudah pak”, jawab saya singkat.
“Apa alasan Pak Achmad untuk mengambil pensiun dini?” tanya Mr Izumi lagi. Saya yakin pertanyaan ini hanya sekedar mengkonfirmasi ulang karena saat itupun sebenarnya Mr. Izumi memegang berkas pengunduran diri saya dan disana sudah tertulis alasan saya untuk pensiun dini.
“Saya ingin fokus menyelesaikan thesis pasca sarjana saya pak”,jawab saya.
“Lalu bagaimana untuk makan anak istri Bapak?”, tanya Mr Izumi lagi.
“Saya yakin Allah yang mengatur rizki itu pak”, jawab saya.
“Oh begitu ……. Saya hanya berharap Pak Achmad tidak hanya memikirkan kuliah Bapak saja tanpa memperhatikan keperluan anak istri Bapak,” lanjut Mr. Izumi.
“Terima kasih Pak”, timpal saya.
Yah……………..Entah hanya sekedar berbasa-basi ataupun hanya sekedar say good bye, paling tidak dialog tersebut selalu saya kenang. Insya Allah saya akan terus mengingat orang-orang yang telah ikut menjadi bagian dari kisah kehidupan saya.
Alhamdulillah akhirnya mulai 1 Oktober 2003 sayapun mengundurkan diri dari pekerjaan saya. Saya mendapatkan bekal pesangon yang cukup bagi saya dan Keluarga. Perhitungan saya pada waktu itu, meskipun saya jobless, dengan pesangon yang saya peroleh, saya bisa menghidupi saya dan keluarga saya selama dua tahun.
Ujian dari Allahpun datang. Pak Endang, induk semang saya sewaktu kuliah dulu, bersilaturahmi ke rumah. Saya sangat gembira menerima kedatangan Pak Endang ke rumah saya. Betapa tidak, Pak Endang telah menjadi bagian dari hidup saya. Ketika saya kost di tempatnya, dia seperti orang tua sendiri. Dia baik, ramah dan sangat suka menolong orang lain.
“Achmad, saya datang kesini bukannya tanpa maksud dan tanpa keperluan. Saya baru saja ditipu orang. Saya dijanjikan untuk pendirian wartel oleh dia. Saya sudah kasih dia uang 20 juta tapi wartel sampai saat ini belum ada”, Pak Endang membuka pembicaraan.
“Innalillahi, bagaimana bisa kayak gitu Pak Endang?”, saya mencoba berempati. Saya memang benar-benar ikut merasakan kesedihan saat itu.
Pak Endang yang saya kenal adalah orang yang tidak pernah berbuat jahat pada orang lain. Bahkan Pak Endang justru sangat gemar membantu orang lain yang mengalami kesusahan.
“Pak Endang juga enggak nyangka Achmad karena orangnyapun masih saudara sama Pak Endang”, jawab Pak Endang.
Saya melihat kesedihan yang sangat mendalam di wajah Pak Endang.
“Jadi gini Achmad, kalo Achmad bisa bantu Pak Endang, Pak Endang perlu duit untuk mengurus wartel ini. Achmad beli tanah Pak Endang yang di bawah sana, hitung-hitung Achmad membantu Pak Endang”.
Saya sangat iba mendengar ucapan Pak Endang. Saya teringat dulu ketika saya mengutarakan niat saya untuk menikah. Saat itu saya belum memiliki uang untuk membeli perlengkapan rumah. Pak Endang mengajak saya mendatangi toko mebeuler langganannya di Depok Utara. Awalnya saya diajak oleh Pak Endang hanya sekedar untuk melihat-lihat perlengkapan rumah. Namun ketika sudah tiba di toko, pak Endang memaksa saya untuk secepatnya memilih salah satu yang cocok dengan pilihan saya.
Saya bilang, ”Saya belum punya uang Pak Endang, saya masih nunggu gajian bulan depan”.
“Ya, udah sekarang ambil aja dulu barangnya, Pak Endang yang bayarin. Nanti kalo Achmad sudah punya uang, Achmad bisa ganti uang Pak Endang”. Akhirnya dengan terpaksa sayapun membeli perlengkapan tidur dengan menggunakan uang Pak Endang.
Selanjutnya terngiang kembali beberapa peristiwa dimana Pak Endang dan keluarganya berada di tengah keluarga saya pada saat kami membutuhkan pertolongan.
Saya masih ingat ketika anak kedua saya lahir. Saat itu istri saya mengalami pendarahan dan harus dirawat di RS. Bhakti Yudha Depok. Pak Endang, anak dan istrinya secara bergantian menunggui istri saya di rumah sakit.
Demikian pula ketika anak ketiga saya lahir. Istri saya juga mengalami pendarahan yang lebih besar dan harus dioperasi cesar sehingga harus di rawat di RS Hermina Depok selama 3 minggu. Pak Endang, anak dan istrinyapun secara bergantian menunggui istri saya di RS.
Mengingat itu semua, akhirnya saya meminta istri saya untuk dapat membantu Pak Endang. Kami tahu betul baru kali ini Pak Endang meminta bantuan kepada saya.
“Pak Endang, saat ini saya memang punya uang tapi terus terang, uang ini adalah simpanan untuk keperluan keluarga saya sementara saya belum bekerja lagi. Moga-moga bisa bermanfaat tapi saran saya Pak Endang harus berhati-hati, jangan sampai dua kali tertipu orang”, saya mencoba untuk menjelaskan.
Alhamdulillah, saat itu saya merasa berbahagia sekali karena telah membantu orang yang sedang mengalami musibah. Meskipun risiko yang harus saya tanggung adalah tabungan saya untuk keperluan keluarga dengan 3 orang anak hanya tersisa untuk satu bulan ke depan sementara saya sendiri belum memiliki penghasilan tetap. Tapi syukur Alhamdulillah saya masih bisa membantu orang lain yang sedang mengalami kesusahan.
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung (QS 59: 9)
Sebenarnya pada saat itu saya masih memiliki penghasilan meskipun tidak tetap. Berbekal network yang saya miliki, saya sering diminta oleh beberapa teman untruk mengisi materi seminar dan workshop. Saya memiliki pengalaman di manajemen produksi, Quality, HR, maupun Keuangan. Saya telah beberapa kali diminta oleh Departemen Perindustrian untuk melakukan pembinaan kepada perusahaan kecil dan menengah tentang manajemen qulaity dan produksi. Saya juga pernah menjadi bagian dari team pengembangan Primaniyartha Award yang di setting oleh BPES (Badan Pengembangan Ekspor Nasional). Suatu penghargaan yang diberikan lepada perusahaan pengekspor terbaik.
Ujian itu Berbuah Keberkahan.
Tahun 2003 Allah SWT menunjukan kebesarannya. Saat itu, Ibu menemui Yu Ros.
”Ros, rasanya sudah waktunya ibu pergi ke tanah suci”, pinta ibu kepada Yu Ros.
”Iya bu, saya juga sudah kepikir untuk memberangkatkan ibu kesana, tapi saya belum punya uang untuk keperluan itu”, jawab Yu Ros.
”Insya Allah saya sudah punya Lima Belas Juta”, jawab ibu.
Subhanallah, Yu Ros kaget mendengar ulasan ibu.
”Ya udah kalo gitu saya tinggal cari kekurangannya aja”, jawab Yu Ros.
Akhirnya Yu Ros pun memenuhi kekurangan ongkos haji ibu.
Setelah proses pendaftaran dan segala sesuatunya selesai. Yu Rospun menginformasikan kepada saya perihal keberangkatan ibu ke tanah suci. Jelas saya protes berat. Mengapa untuk urusan yang satu ini saya tidak dilibatkan. Paling tidak – saya bisa ikut urunan mengongkosi ibu. Tapi Yu Ros berkelit. ”Kalo untuk urusan membantu ibu dan saya mampu melakukannya buat apa saya harus minta tolong ke yang lain. Subhanallah, ajaran ibu begitu melekat pada diri kami semua.
Akhirnya ibupun berangkat haji ke tanah suci dengan selamat. Suatu hadiah yang tak ternilai dari Allah SWT bagi hambanya yang beriman.
Keberkahan Makin Saya Rasakan Manakala Keputusan Bekerja di Institusi Syariah.
Selepas mengajukan pensiun dini dari perusahaan Jepang, saya aktif menjadi nara sumber berbagai seminar maupun workshop. Dengan mengandalkan network yang saya miliki, saya mendapatkan kesempatan tersebut.
Godaanpun datang, saya ditawari bekerja di salah satu perusahaan otomotip Jepang. Saya sempat ditawari suatu posisi tertentu. Benefit yang ditawarkan cukup lumayan. Saya bisa mendapatkan kendaraan seharga 250 juta dan dapat dicicil selama 5 tahun tanpa margin. Sementara perusahaan Jepang lainnya dari industri elektronik juga sempat menawari suatu posisi tertentu. Anehnya semua penawaran itu saya tolak. Saya hanya berfikir meskipun fasilitas yang saya dapatkan lebih baik dibandingkan perusahaan pertama tetapi karena masih perusahaan Jepang juga maka itu berarti sama saja tidak ada perubahan.
Sampai kemudian saya mendapatkan penawaran bekerja di salah satu institusi syariah. Awalnya saya sempet ragu dengan penawaran itu. Tapi satu peristiwa telah menggoyahan saya.
Saat itu saya sedang naik Bis Kota Jurusan Kampung Rambutan – Bekasi. Saya dalam persiapan mengadakan saresehan dengan teman-teman. Tiba-tiba seorang anak pengamen naik ke atas bis kota. Dia mulai melantunkan sebuah senandung.
Tombo Ati, iku lima perkarane.
Kaping pisan moco quran sak maknane.
Kaping pindo, shalat wengi lakonono
Kaping telu, wong kang sholeh kumpulono
Kaping papat, wetengiro ingkang luwe
Kaping lima, dzikir wengi ingkang suwe
Salah sakwijine sopo biso ngelakoni
Insya Allah Gusti pangeran ngijabahi
Suaranya merdu, tidak terburu-buru dan ejaannyapun jelas. Senandung Tombo Ati memang sesekali pernah saya dengar sebelumnya. Seingat saya di beberapa mushola kampung sering menyenandungkan Tombo Ati ini. Namun untuk yang kali ini, saya begitu terkesan dengan isi syair senandung tersebut. Saya sendiri belum tahu bahwa pada saat itu, lagu yang berawal dari wali songo dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa tersebut ternyata sedang populer.
Berulang kali saya meresapi isi syair lagu tersebut. Ternyata melalui senandung inilah saya mendapatkan keberkahan yang berlebih..
Turun dari Bis, HP saya berdering.
“Assalamu alaikum, dengan Pak Achmad Firdaus, Pak”, sapa yang di seberang sana.
“Wa alaikum salam, iya Pak, darimana nih?’, sahut saya.
“Dari Takaful Pak, Alhamdulillah Bapak diterima bekerja di Takaful. Bisakah Bapak datang hari kamis minggu depan”, tanya orang disana lagi.
“Oh gitu ya Pak”, jawab saya.
Sepulang dari Bekasi, saya mengabarkan informasi tersebut kepada istri saya. Seperti biasa istri saya selalu menyerahkan segala sesuatunya kepada saya. Sebenarnya waktu itu saya masih ragu menerima penawaran kerja di institusi syariah ini. Maklum kesibukan saya mengisi seminar dan workshop begitu saya nikmati. Dan saya enjoy dengan situasi ini.
Anehnya senandung Tombo Ati kembali terngiang-ngiang di telinga ini. Saya mulai merunut-runut isi syair lagu tersebut.
Membaca Quran dan Maknanya, Lakukan Shalat Malam, Berkumpul dengan Orang shaleh, Perbanyak Berpuasa, Perbanyak Dzikir Malam.
Saya mulai mencerminkan diri sendiri dengan lagu tersebut. Lama merenung dan memikirkan hal itu, akhirnya tiba pada kesimpulan bahwa ternyata saya hanya melakukan empat dari kelima hal yang disarankan di lagu tersebut. Saya berpikir membaca Al Quran, Alhamdulillah sudah rutin saya lakukan meskipun seingat saya waktu itu, saya hanya meghatamkan bacaan Alquran hanya sekali dalam dua tahun. Shalat Malam, Alhamdulillah saya lakukan meskipun terkadang hanya shalat ba’diyah isya yang ditutup dengan witir. Berpuasa, dalam hal ini puasa sunah Senin – Kamis, Alhamdulillah sudah menjadi kebiasaan saya sejak SMA. Saya masih ingat, kebiasaan ini pernah saya tinggalkan selama 2 tahun ketika saya terkena penyakit liver. Setelah itu Alhamdulillah Allah masih memberi saya kekuatan melakukan ibadah ini. Adapun Dzikir,
Alhamdulillah sering saya lakukan menjelang tidur.
Lalu, bagaimana dengan berkumpul bersama orang-orang sholeh?.
Lama saya memikirkan hal ini. Apa yang sudah pernah saya lakukan berkaitan dengan ajakan berkumpul dengan orang shaleh ini?.
Perenungan ini tiap jamnya mengganggu saya. Sampai kemudian saya memutuskan. Ya Allah kalau memang ini hidayah yang Engkau berikan kepada saya, mudahkanlah langkah saya. Akhirnya sayapun memutuskan untk menerima pekerjaan di institusi syariah ini.
Pada tahun pertama bekerja di institusi syariah, ujian dari Allah datang juga. Saat bekerja di institusi syariah ini, saya sudah tidak memiliki kendaraan lagi. Sayapun pergi pulang menggunakan angkutan umum. Ada beban tersendiri pada diiri saya dengan menggunakan angkutan umum ini. Dulu sewaktu saya bekerja di perusahaan lama, saya memiliki kendaran sendiri bahkan saya pun memiliki sopir pribadi yang mengantar dan menjemput saya dari rumah ke kantor. Saya sangat tertekan sekali dengan kondisi ini. Apalagi mengingat tawaran sebelumnya dari perusahaan Jepang yang menjanjikan car loan seharga 250 juta tanpa margin. Sayapun mulai goyah. Saya berpikir kalo memang keputusannya harus bekerja kembali sebagai pegawai mengapa bekerja di institusi syariah ini yang saya ambil, bukankah sewaktu ada tawaran dari perusahaan Jepang mereka menjanjikan fasilitas yang lebih baik?.
Menyetop kendaran umum menjelang berangkat kerja ataupun pulang kerja merupakan saat-saat yang paling memalukan bagi saya waktu itu. Untuk itu, biasanya sebelum saya naik angkutan umum, saya membeli koran terlebih dahulu. Lalu di dalam angkutan umum saya akan mencari tempat yang di belakang. Sepanjang perjalanan saya harus menutup wajah saya dengan koran tersebut. Saya khawatir bila ada orang yang mengenal saya di angkutan umum maka saya akan merasa malu mengahadapinya. Itulah yang terpikir oleh saya pada saat itu.
Beban berat ini makin bertambah berat ketika pada suatu hari anak saya pernah bertanya kepada saya:
“Pak, katanya dulu Bapak kuliah lagi karena pengen dapat yang lebih baik, sekarang khan Bapak sudah kerja lagi, berarti sudah dapat yang lebih baik lagi ya?” .
“Iya, Alhamdulillah”, jawab saya.
“Kalo gitu kapan kita beli mobil lagi?”, tanya balik anak saya.
“Nanti sabar lah......”, jawab saya.
Ada suatu beban berat yang menindih di hati ini ketika pertanyaan itu diluncurkan oleh anak saya.
Sampai suatu sore sepulang kerja menuju rumah. Saat itu saya sedang menunggu angkutan umum di Pasar Minggu, seorang pengendara motor menghampiri saya.
“Pak Firdaus, lagi ngapain?”, tanya pengendara motor.
Saya masih belum bereaksi atas pertanyaan orang tersebut. Tapi panggilan dengan sebutan “Pak Firdaus” merupakan pertanda bahwa orang tersebut mengenal saya bukan di kantor, juga bukan di rumah saya yang di Depok. Saya mafhum di kantor maupun di lingkungan rumah yang di depok, saya biasa dipanggil dengan “Pak Achmad”. Saya langsung berpikir dia pasti kenalan saya di Bojonggede. Saya memang punya rumah di Bojonggede. Bahkan saya pernah menjabat Ketua RT selama 2 periode disana.
Pengendara motor tersebut membuka helmnya. “Ya Allah!!”, saya sangat kaget menatap orang tersebut. Saya sangat mengenali wajah di balik helm tersebut. Dia adalah salah seorang warga saya di Bojong Gede.
Ketika saya menjadi Ketua RT, dialah warga saya yang tingkat ekonominya paling minus. Bahkan pada saat krisis ekonomi di tahun 1998 yang lalu, dia sampai berdagang nasi goreng keliling perumahan.
Nah kalo saat ini dia sudah menggunakan motor berarti tingkat kehidupannya sudah meningkat, begitu yang terlintas di benak saya.
“Pak Firdaus lagi nunggu angkot?, Enggak pake mobil Pak?” tanya dia.
Saya masih belum bisa menjawab pertanyaannya. Saya merasakan badan saya berkeringat dingin. Seluruh badan saya seperti gemetar. Saya yakin bila pada saat itu saya bercermin maka saya akan melihat perubahan drastis pada raut muka saya. Untunglah saat itu menjelang magrib, suasana mulai gelap.
“Eh, iya pak!, lagi nunggu angkot nih?”, sayapun mencoba menetralisir keadaan.
“Mobilnya kemana, Pak?”, tanya dia lagi.
Ya Allah, apakah ini ujian dari Mu?. Saya sedang menghindari pandangan orang yang mengenal saya, sementara saat ini justru Engkau menghadapkanku pada orang yang dulu sering kami bantu ekonominya.
Kembali saya mencoba menenangkan diri saya. Saya masih bingung jawaban apa yang harus saya kemukakan.
“Mobilnya lagi dipake orang, Pak”, jawab saya.
“Oh gitu, ya udah saya duluan ya Pak”,
“Silahkan Pak”, jawab saya.
Allahu Akbar!, Ya Allah rencana apa yang sedang Engkau berikan pada diri saya ini. Angkutan kota yang saya tunggupun tiba. Saya secepatnya masuk dan mendapatkan duduk di belakang. Kembali saya merenung atas apa yang baru saja saya alami. Menjelang Lenteng Agung sayup-sayup terdengar azan magrib. Saya mulai meneteskan air mata. Ya Allah, dulu saya sangat kere. Saya orang miskin. Saya tidak punya apa-apa? Kenapa karena saya tidak menggunakan mobil sendiri lantas dunia seperti mau kiamat?. Ya Allah ujian ini terasa lebih berat ketimbang ujian yang pernah engkau berikan sebelumnya. Ya Allah berikan aku kekuatan dan kesabaran untuk menerima ujian dari Mu.
Tiba di rumah, saya segera melaksanakan shalat magrib. Saya banyak membaca istigfar setelahnya. Alhamdulillah, setelah itu dada mulai lapang, hati mulai tenang, fikiranpun menjadi lepas.
Keberkahan Tidak Harus Berbentuk Finansial.
Rupanya Allah memang sedang berencana terhadap saya. Setelah kejadian pertemuan saya dengan kawan saya di Pasar Minggu, hati menjadi lebih tenang, pikiran juga tidak berat. Saya merasakan enjoy sekali. Pergi pulang dengan angkutan umumpun saya nikmati sebagai suatu keberkahan. Saya mulai sering ketiduran di angkutan umum manakala saya berangkat dan pulang kerja.
Beberapa kali saya terlambat masuk kantor oleh karena saya ketiduran di kendaran umum. Ketiduran dengan jarak 1 hingga 2 KM dari kantor di jalur Mampang yang sangat macet, sungguh merupakan suatu kenikmatan. Demikian pula ketika saya pulang kerja, terkadang saya harus balik arah lagi dengan berjalan kaki karena turun di jarak setengah hingga satu kilometer dari pemberhentian di Jalan Margonda Depok yang sangat terkenal macetnya.
Suatu saat saya menghadiri kuliah dhuha di kantor. Saya mengadukan kondisi ini kepada ustadz pengisi materi. Seingat saya materi yang disampaikan pada saat itu adalah tentang stress. Saya bercerita bahwa ketika saya bekerja di Perusahaan Jepang saya pernah mengalami insomnia selama 3 hari 3 malam. Hal ini terjadi lantaran saya terkena stress dari kantor. Tapi ketika saya bekerja di institusi syariah ini saya justru sering terlambat masuk kantor karena sering ketiduran di kendaran umum. Saya meminta jalan keluarnya kepada Pak Ustadz.
Pak Ustadz menjelaskan bahwa itulah yang dinamakan keberkahan. Kalo dulu stress tapi saat ini karena memperoleh keberkahan maka hati menjadi tenang, pikiranpun enteng.
Subhanallah, apa yang terjadi setelah keluh kesah saya kepada ustadz menyikapi perilaku saya di angkutan umum. Ndilalah setelah saya berkeluh kesah dengan ustdaz, Alhamdulillah saya tidak pernah lagi datang terlambat di kantor, demikian pula ketika saya pulang. Saya memang tetap ketiduran di angkutan umum tapi ndilalahnya menjelang tujuan akhir, saya selalu terbangun. Subhanallah inilah yang saya maksudkan bahwa keberkahan tidak harus bersifat finansial.
Doa & Tawakal Bagi Pencapaian Target.
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.QS 2: 186
Ketika saya pertama kali bekerja di perusahaan Jepang saya pernah membuat target hidup bahwa sepuluh tahun yang akan datang saya sudah harus menyelesaikan kuliah S2 saya. Saya terus-menerus memelihara target itu. Sayapun rajin melakukan searching pada beberapa program studi. Ketika itu saya tertarik pada progarm studi ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Saya masih menyimpan brosur penerimaan mahasiswa baru program tersebut. Saat itu biaya per semesternya adalah sebesar 3,5 juta.
Alhamdulillah kesempatan itupun datang juga. Pada tahun 2001 Allah SWT memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu tentang Human Resources Development di Negeri Jepang. Program yang diberikan adalah tentang konsep dan aplikasi dari Longlife Human Resources & IT Implementation in Business. Saya mewakili perusahaan saya dan menjadi utusan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia). Saya menimba ilmu melalui NICC (Nikkeiren International Cooperation Center) di Tokyo, Kyoto dan Chiba.
Selama mengikuti pelatihan di Negera Jepang, saya berusaha mengirit uang saku saya. Saya tidak memperdulikan tingkah laku teman-teman seangkatan saya. Saya perhatikan mereka seolah-olah sangat menikmati berbelanja berbagai kebutuhan sekunder di Negara Jepang. Saya ingat betul ada di antara teman saya, sepulangnya dari Jepang dengan membawa organ, kamera digital dengan teknologi terkini, note book dan peralatan elektronik lainnya. Adapun saya hanya membawa pulang sebuah kamera analog bekas seharga 3000 Yen atau setara dengan 225 ribu.
Singkat cerita sayapun pulang dari Jepang. Saya menukarkan seluruh Yen saya, Alhamdulillah saya masih menyisakan sekitar 8 jutaan. Saat itu juga saya memutuskan untuk meneruskan kuliah saya. Namun apa dinyana, saat itu SPP Pasca Sarjana Kelas Malam sudah mencapai Rp 8.000.000,- / semester. Akhirnya dengan persetujuan istri, sayapun menjual mobil saya dan membeli mobil lainnya yang lebih murah. Total dana yang terkumpul saat itu adalah lebih kurang 24 juta. Sayapun mantap untuk menyelesaikan kuliah Pasca Sarjana saya. Saya mencanangkan target untuk menyelesaikan kuliah Pasca Sarjana saya paling lambat 2 tahun. Dengan demikian saya hanya membutuhkan dana tambahan untuk SPP semester ke empat saja.
Alhamdulillah akhirnya saya dapat menyelesaikan kuliah Pasca Sarjana saya selama 22 bulan. Saya lulusan ketiga di angkatan saya.
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.QS 3:159
Pada satu kesempatan lainnya, saya bersama istri mendiskusikan salah satu jenis pengeluaran keluarga yang harus kami kendalikan. Pengeluaran tersebut adalah biaya antar jemput anak ke sekolah yaitu sebesar Rp 250.000,- per bulan (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah). Kami meyakini bahwa biaya tersebut bisa kami kendalikan.
Berbagai macam alternatip solusi kami kumpulkan, hingga kami menemukan satu pilihan solusi yang menurut kami cukup baik. Solusi tersebut adalah antar jemput anak tidak dilakukan oleh orang lain. Memang selama ini antar jemput anak ke sekolah dilakukan oleh tukang ojek. Kami berpikir tugas ini bisa dilakukan oleh istri. Dengan konsekwensi kami harus membeli motor untuk sarana transportasi. Jarak antara rumah dan sekolah anak kami sekitar 20 menit perjalanan normal atau sekitar 8 Km.
Mulai saat itu, kami sepakat bahwa kami harus membeli motor untuk antar jemput anak. Sayangnya kami saat itu belum memiliki uang yang cukup untuk membayar uang muka kredit motor.
Ndilalahnya, saya memperoleh penawaran pinjaman dana dari Koperasi Karyawan. Koperasi Karyawan menawarkan pinjaman dengan skema murabahah. Pinjaman akan diberikan khusus untuk pembelian note book atau sepeda motor. Adapun jumlah maksimum pinjaman yang ditawarkan adalah sebesar Rp 15.000.000,- (Lima Belas Juta Rupiah).
Ibarat gayung bersambut, penawaran dari koperasi karyawan tersebut benar-benar sesuai kebutuhan kami. Saat itu saya mengambil keputusan untuk mengambil penawaran pinjaman untuk pembelian motor.
Seperti biasa sebelum saya melakukan sesuatu, saya menyempatkan terlebih dahulu untuk berdoa. Untuk memastikan bahwa apa yang akan saya lakukan akan berbuah keberkahan. Saya tidak mau keputusan mengambil kredit motor justru akan membawa banyak masalah atau bahkan bencana yang saya sendiri belum dapat memperkirakannya.
Entah mengapa setelah beberapa hari berdoa, saya justru lebih cenderung untuk mengambil penawaran kredit untuk pembelian note book.
Saat itu, saya benar-benar menyadari bahwa memiliki motor adalah keperluan yang termasuk prioritas untuk dilakukan. Dan pada saat yang sama Allah SWT seolah-olah mengarahkan atau membelokan keputusan yang telah saya ambil sebelumnya.
Akhirnya sayapun mantap untuk mengambil penawaran kredit note book. Subhanallah, Allah pun menunjukan kekuasaannya. Selang beberapa hari setelah note book didapatkan. Saya memperoleh penawaran dari salah satu relasi untuk menjadi nara sumber workshop. Saya mendapatkan sejumlah uang yang cukup untuk membayar uang muka kredit motor. Yang lebih tidak saya pahami tentang matematika Allah adalah dengan uang muka yang saya bayarkan, ternyata jumlah cicilan yang harus saya bayarkan untuk kredit motor mendekati jumlah kebutuhan untuk antar jemput anak yaitu Rp 268.000,-.
Berkah yang Allah SWT berikan ternyata tidak berhenti di situ saja. Dengan note book yang saya cicil, saya bisa menyelesaikan buku pertama saya yang berjudul CARA MUDAH MENJADI KARYAWAN MULTI INCOME. Menulis buku memang telah menjadi cita-cita saya sejak lama. Namun pencapaiannya yang begitu cepat membuat saya seolah-olah tidak percaya. Memilki note book juga membuat saya lebih produktif menulis artikel di berbagai media.
Tidak berselang lama, sayapun mendapat beberapa kali penawaran mengajar yang jumlahnya beberapa kali lipat dari harga note book itu sendiri.
Pendek kata meskipun cicilan note book masih tersisa satu setengah tahun namun nilai tambah yang didapat dari note book jauh melampaui dari nilai note book itu sendiri. Subhanallah!.
Setelah buku pertama saya terbit, saya mencoba merilis blog pribadi saya di http://achmadfirdaus.blogspot.com. Di blog ini saya bisa merilis seluruh artikel yang pernah saya publikasikan baik yang melalui majalah maupun newsletter. Di blog ini pula saya bisa menuliskan aktifitas saya ataupun lainnya.
Pada satu kesempatan, saya merilis di blog saya sebuah artikel berjudul Target Hidup Biar Hidup Lebih Hidup. Artikel ini berisi target hidup kami berdua, diantaranya bahwa setelah saya menyelesaikan S2 maka Ibu pun harus secepatnya menyelesaikan S1 nya sebelum anak-anak masuk SMA.
Target hidup lainnya adalah kami akan menunaikan ibadah haji bersama sebelum AA Fatih (anak pertama kami) masuk SMA dan setelah itu saya harus dapat menyelesaikan S3 saya sebelum AA Fatih masuk kuliah.
Subhanallah Walhamdulillah Wa La Ilaaha Illallah Wa Allahu Akbar. Allah benar-benar mengabulkan doa kami. Alhamdulillah menjelang Idul Fitri 1429 H, Ibu telah menyelesaikan sidang ujian skripsi S1 nya.
Sebelumnya, di Bulan Agustus 2008 kami telah mendapatkan anugerah dari Allah SWT. Kami telah mendapatkan porsi keberangkatan haji dari Departemen Agama RI pada tahun 2010, Insya Allah.
Berkaitan dengan usaha menunaikan ibadah haji ini. Saya masih mengingat nasihat seorang sahabat, Ustadz Mahsun Salim kepada saya manakala beliau silaturahmi ke ruang kerja saya beberapa waktu sebelumnya.
”Assalamu alaikum Pak Achmad, sehat-sehat aja nich?”, sapa beliau ketika memasuki ruangan saya.
”Alhamdulillah Pak Ustadz, Pak Ustadz Gimana?”, saya balik nanya.
”Alhamdulillah”, jawabnya.
”Oh ya, mumpung ketemu sama Pak Ustadz, tolong Pak Ustadz kasih nasihat ke saya, bagaimana caranya agar saya dan istri bisa secepatnya melaksanakan ibadah haji?”, pinta saya.
”Udah punya niat belum?’, tanya Pak Ustadz.
”Insya Allah sudah, Pak Ustadz”, jawab saya.
”Lalu usaha yang telah dilakukan apa?”.
”Saya sudah buka tabungan haji di BMI Pak Ustadz, tapi saya hanya sanggup 300 ribu per bulan untuk berdua”, lanjut saya.
”Usahanya, sudah cukup, tinggal doanya diperbanyak”, sahut Pak Ustadz.
”Insya Allah saya sering berdoa Pak Ustadz”.
”Iya, tapi apakah sudah konsisten dilakukan?, coba rutin berdoa setiap selesai shalat wajib”, papar Pak Ustadz.
”Kalo sudah berdoa secara rutin sehabis shalat wajib, lantas amalan apalagi yang dapat mempercepat niat melaksanakan haji ini, Pak Ustadz?.
”Kalo ada kesempatan membantu orang yang akan melaksanakan ibadah haji maka jangan sia-siakan kesempatan itu. Meski itu hanya sekedar menunjukan tempat pembuatan KTP”, Jawab Pak Ustadz.
”Terima kasih Pak Ustadz, atas nasihatnya”.
Itulah sekilas percakapan saya dengan seorang teman, Ustadz Mahsun Salim.
Tidak dinyana beberapa minggu setelah itu, saya diminta oleh Pengurus KopKar Takaful Indonesia untuk menghadiri RUPS DD travel. Kebetulan KopKar Takaful Indonesia adalah salah satu pemegang saham DD Travel. Awalnya meskipun saya pengurus KopKar Takaful Indonesia namun saya tidak mengetahui bidang bisnis DD Travel. Yang terlintas di fikiran saya saat itu, DD Travel adalah agen tiket perjalanan.
Pada saat RUPS itulah saya mengetahui bahwa DD Travel adalah Biro Perjalanan Haji dan Umroh. Sontak saya teringat nasihat Pak Ustadz Mahsun Salim. Sepanjang rapat RUPS tidak putus-putusnya saya berdoa, Ya Allah berikanlah keberkahan atas kehadiran saya di RUPS DD Travel ini. Berkah bagi KopKar Takaful yang saya wakili, berkah bagi niat saya dan istri saya untuk melaksanakan ibadah haji. Amin.
Allah Maha Kuasa. Allah Maha Mengabulkan Doa HambaNya. Beberapa waktu berselang kami mendapatkan rizqi yang tidak saya duga arah kedatangannya. Kami mendapatkan rizqi yang cukup untuk keberangkatan haji kami berdua. Kamipun mendaftarkan diri ke Depag. Dan Alhamdulillah kami mendapatkan porsi haji untuk tahun 2010. Suatu nikmat yang luar biasa bagi kami berdua. Subhanallah.
Pengalaman lainnya terjadi pada diri ini. Yu Ros meminta saya untuk menggunakan mobil DX 81 nya. Kebetulan dia baru saja mengganti mobil. Akhirnya DX 81 pun saya gunakan untuk keperluan sehari-hari. Mobil memang sangat kami butuhkan untuk mengantar dan menjenguk AA Fatih di Pondok Pesantren Al Multazam Kuningan Jawa Barat. Mulai saat itu saya dan istri mentargetkan setahun yang akan datang, saya sudah harus membeli DX 81 tersebut. Kami memohon kepada Allah SWT untuk diberi kekuatan. Saya mulai mencari penghasilan tambahan. Allah Maha Besar sekitar satu tahun dari yang ditargetkan, Allah SWT mengganti target DX 81 dengan sebuah sedan Soluna 2001, Subhanallah.
Mengajarkan Target Hidup, Doa dan Tawakal Kepada Anak
Suatu saat saya mengajarkan anak saya terhadap pentingnya target hidup, doa dan tawakal. Saya meminta anak-anak untuk menuliskan target hidup yang ingin dicapainya.
Saya ingat salah satu nasihat dari guru dan sahabat saya Bpk Samsul Arifin. Beliau adalah Direktur Utama PT. Bali Muda Persada. Dia mengatakan yang namanya target adalah tujuan. Dan yang namanya tujuan haruslah ditulis. Maksud dari dituliskannya tujuan adalah agar kita dapat fokus pada tujuan tersebut. Dengan menuliskan tujuan hidup, kita juga berharap ada orang lain yang dapat bersinergi dengan kita sehingga tujuan hidup dapat dicapai dengan lebih cepat, lebih baik dan lebih berkah. Perhatikan contoh di bawah ini.
Coba bayangkan bila seorang perlente dengan membawa uang Rp 500.000,- menyetop taksi. Sang sopir mengatakan:
”Tujuannya kemana, pak?”.
”Saya tidak tahu, tapi yang jelas saya punya uang lima ratus ribu”, jawab orang tsb.
Apa yang dipikirkan oleh sopir taksi bila memiliki pelanggan seperti ini?.
Kemungkinan sopir akan menyangka orang tersebut adalah orang yang lagi stress.
Tapi karena pemumpang membawa uang 500 ribu, sang sopirpun membawa penumpang tersebut jalan-jalan di dalam kota. Ketika argo sudah mendekati angka 500 ribu maka sopir mengantar penumpang kembali ke tempat awal dimana dia menyetop taksi.
Pada contoh ini, si penumpang belum tahu kemana tujuan yang akan dia capai. Dia hanya tahu perbekalan yang dia miliki.
Bandingkan bila penumpang sudah mengetahui dengan jelas kemana tujuan yang dia inginkan:
”Tujuannya kemana, pak?’, tanya sopir taksi.
”Ke Depok, Pak. Nanti kita lewat jalan Ragunan, Pak. Jangan lewat Pasar Minggu ya, karena disana sering macet”, jawab penumpang.
Pada contoh ini, penumpang mengetahui kemana tujuan yang ingin dituju bahkan dia mengetahui rute mana yang ingin dilewati.
Nah pada pertengahan Bulan Maret 2007 yang lalu, saya sempat mengantar AA Fatih (anak pertama) mengikuti ujian saringan masuk SMPIT Boarding School Al Multazam di Desa Manis Kidul Kuningan Jawa Barat. Pondok pesantren Al Multazam adalah satu atap dengan yayasan Khusnul Khotimah.
Beberapa hari sebelum kami berangkat, AA Fatih sempet bicara dengan saya.
”Pak, Bu Endang nanyain AA Fatih, disamping daftar ke SMPIT Al Multazam, AA Fatih daftar di SMP lainnya enggak buat cadangan?”.
Sedikit terkejut, saya mendapat pertanyaan dari AA Fatih.
Yah,......betapa tidak, Bu Endang yang AA Fatih sebut adalah wali kelas AA Fatih Di SDIT Al Qolam Depok. Saya pikir ada sesuatu yang salah pada pertanyaan tersebut.
”Mengapa harus pake cadangan?”, saya balik nanya ke AA Fatih.
” Kata Bu Endang, buat jaga-jaga bila tidak diterima di SMPIT Al Multazam”, AA Fatih menimpali.
”Untuk belajar, enggak boleh ada istilah cadangan, yang penting AA Fatih harus fokus pada test masuk Al Multazam”, saya timpali.
”AA Fatih harus tetap optimis dan percaya diri, tidak boleh pesimis, Bapak tidak akan ngasih cadangan sekolah”.
”Oh.....AA selalu yakin dong Pak dengan yang AA kerjakan”, kata AA Fatih dengan penuh semangat. Mendengar jawaban tersebut, saya melihat suatu sifat yang besar dari AA Fatih yaitu sifat percaya diri.
Ujian saringan masuk pun berlangsung selama dua hari di Pondok Pesantren Al Multazam. Alhamdulillah AA Fatih lulus dalam seleksi tersebut.
Optimisme dan kepercayaan diri selalu saya tanamkan kepada anak-anak saya. Untuk keperluan itu, saya bersama istri telah menyepakati untuk merancang kegiatan pendidikan bagi anak-anak yaitu: Anak-anak harus mendapatkan sekolah TK yang jaraknya tidak boleh dekat dengan rumah. Untuk ke sekolah TK, anak-anak harus dibiasakan naik angkot atau ojek. Jadi kami tidak akan memilih TK yang ada di sekitar rumah. Dalam artian ke sekolah TK, tidak boleh jalan kaki. Hal ini dilakukan mengingat kondisi perkotaan. Dimana kalo yang namanya berjalan kaki, itu berarti sekolahnya ada di sekitar rumah. Sementara kalo yang namanya naik angkot berarti sekolahnya agak sedikit jauh. Berbeda kalo kondisinya di pedesaan.
Pembelajaran dari kegiatan ini adalah anak-anak harus dibiasakan
bahwa sekolah bukan sekedar iseng saja.
Jenjang SD harus masuk SDIT. Tentang SDIT yang mana yang harus diikuti terserah kepada anak-anak saja.
Untuk tingkat SLTP, anak-anak harus mondok ke pesantren. Tujuan yang ingin dicapai dari program SDIT dan SMPIT boarding school adalah agar bekal agama yang diterima oleh anak-anak lebih lengkap dan baik. Disamping itu untuk menumbuhkan sifat strugle, survival dan mandiri.
Untuk level SLTA, anak-anak harus tinggal kembali bersama keluarga. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar keluarga dapat ikut mengawasi usia remaja anak-anak sambil mempersiapkan mental sebelum kuliah.
Jenjang kuliah harus di luar negeri, tidak boleh di dalam negeri. Maaf statement ini bukan berarti mengecilkan kualitas pendidikan perguruan tinggi di dalam negeri. Tetapi lebih kepada penciptaan kemandirian anak-anak.
Ketika target kuliah di luar negeri dicanangkan, jangan terlalu cepat berkomentar duitnya darimana. Persoalan biaya adalah persoalan ’problem’ bukan ’tujuan’. Problem insya Allah akan dipecahkan bersama setelah setting tujuan dilakukan. Yang perlu diingat adalah ada atau tidak adanya tujuan, problem pasti selalu ada.
Untuk keperluan di atas anak-anak harus disiapkan 3 pendidikan dasar yaitu agama, bahasa (terutama Bahasa Inggris dan Bahasa Arab) dan berhitung.
Untuk pelajaran bahasa, kamipun tidak segan-segan untuk mengajarkan anak-anak kami berbahasa Indramayu, sebagai bahasa ibu yang kedua. Kami yakin kemampuan penguasaan berbahasa akan meningkatkan intelegensia anak-anak. Amin Ya robbal Alamiin.
2 comments:
bapak achmad . .aku triana siswi DA'I ANNUR. .Saya salah satu dari sekian banyak pembaca yang menyukai artikel2 yang bapak tulis. .kata2 yang bapak tulis bisa banget menjadi sebuah motivasi yang sangat nyata di kehidupan. .insyA Allah, setelah saya baca artikel bapak itu akan saya rancang kehidupanku untuk masa mendatang . .karena dari tulisan bapak tersirat,kalau kita yakin atas seizin Allah itu semua akan terwujud . .amin.
makasih semoga artikel tsb bermanfaat terutama buat kami sekeluarga
Post a Comment