Ketika Rasulallah SAW menyebutkan lima rukun islam, beliau menyampaikan dengan redaksi, “ dan melaksanakan ibadah haji ke Baitullah bagi yang mampu”,
Sesorang bertanya kepada Yusuf Al-Qaradhawi tentang haji,”Bagaimana posisi haji dalam pandangan Islam?. Apa yang dimaksud dengan kemampuan untuk melakukan perjalanan haji?”. Imam menjawab dalam bukunya Miatu Sual ‘ani al-Hajj wa al-Umrah (diterjemahkan oleh Naziruddin dan M. Yusuf Sinaga, Embun Publishing 2007).
Haji adalah ibadah yang sangat istimewa. Dalam pelaksanaannya, ibadah ini melibatkan fisik dan harta. Shalat dan puasa, misalnya, adalah ibadah fisik semata. Zakat merupakan ibadah harta. Sedangkan haji merupakan ritual keagamaan yang menggabungkan antara ibadah jasmani dan harta.
Sahabat, sebagai salah seorang yang telah diberikan nikmat oleh Allah SWT yaitu insya Allah akan melaksanakan ibadah haji, saya mencoba melakukan pendekatan manajemen dalam membahas haji ini.
Bagi seorang praktisi manajemen seperti saya, pada hakekatnya istilah mampu baik secara fisik maupun keuangan adalah masalah manajemen.
Kalo kita gambarkan satu sumbu kartesian mampu dan mau, dimana sumbu X adalah sumbu MAMPU dan sumbu Y adalah sumbu MAU, maka marilah kita sepakati bersama bahwa ketika perintah ibadah haji sudah sampai kepada kita, mind set atau paradigma yang kita kembangkan adalah kita berada dalam kartesian di kuadran MAMPU dan MAU. Kita mampu secara pisik materi dan kita juga memiiki kemauan untuk beribadah pergi ke tanah suci.
Janganlah kita mengembangkan mind set pada diri kita bahwa kita berada di area MAU dan TIDAK MAMPU. Kalo mind set ini yang selalu kita pegang maka ketika teman, sahabat, sanak keluarga atau siapapun yang bertanya kepada kita “kapan ibadah haji?’. Lantas kita akan menjawab, belum dikasih rezki!”.
Lalu bagaimana bila ada orang yang menurut kita, dia berada di kuadran MAMPU dan TIDAK MAU. Mungkin kita akan menjawab, belum dapat panggilan!”.
Bagaimana dengan orang yang berada di kuadran TIDAK MAMPU DAN TIDAK MAU?”. Kita akan menjawab, “masya Allah!”.
Sahabat, mari ubahlah mind set di akal kita bahwa kita adalah orang yang berada di kuadran MAMPU dan MAU. Kita mampu melaksanakan ibadah haji karena kita sudah diberikan oleh Allah kekuatan yang tidak dimiliki oleh orang yang sudah mati. Selama nyawa masih melekat di tubuh kita maka pada hakekatnya kita sudah diberikan oleh Allah kemampuan. Kemampuan secara fisik dan kemampuan secara financial dalam bentuk perencanaan fisik dan perencanaan keuangan.
Lantas bagaimana dengan MAU?.
Mari kita lihat diagram kartesian PENTING dan MENDESAK. Satu hal yang mungkin menjadi penyebab berlarut-larutnya kita melaksanakan ibadah haji adalah karena kita salah memposisikan ibadah haji pada diagram kartesian diatas. Janganlah meletakan ibadah haji pada kartesian PENTING dan TIDAK MENDESAK. Kalo hal ini yang dilakukan maka saya bisa menduga bahwa kita salah dalam menggambarkan diagram pareto ibadah haji kita. Ibadah haji tidak berada di dalam prioritas utama yang harus dilakukan, hal ini terjadi karena sudah ada prioritas-prioritas lain yang menurut dugaannya adalah benar.
Janganlah pula meletakan ibadah haji dalam kuadaran TIDAK PENTING dan MENDESAK. Bila hal ini yang terjadi, mohon maaf bukan berarti berperasangka buruk (hanya Allah SWT yang mengetahui isi hati orang) barangkali saya bisa menduga bahwa ibadah haji yang dilakukan adalah karena ada suatu keterpaksaan.
Ibadah haji tidak benar-benar karena Allah. Namun apapun penyebabnya, paling tidak hal ini justru masih lebih baik dibandingkan kuadran PENTING dan TIDAK MENDESAK.
Lantas bagaimana yang menempatkan ibadaha haji dalam kuadaran TIDAK PENTING dan TIDAK MENDESAK?. Masya Allah, janganlah sekali-kali terlintas untuk menempatkan ibadah haji di dalam kuadaran ini. Semoga Allah SWT menjauhkan kita dari hal ini. AMIN
No comments:
Post a Comment