Wukuf di arafah adalah salah satu momen yang tidak akan pernah terlupakan. Masih terbayang di ingatan pada saat menunggu angkutan transportasi menuju Musdzalifah. Saat itu waktu sudah menunjukan jam 9 malam, namun bis pengnagkut belum juga datang. Saya bersama istri terus menerus menyibukan diri dengan dzikir. Saat itulah terlintas dalam pikiran di diri ini untuk menengok ke arah langit. Seolah-olah ingin benar “menyaksikan” terbukanya arasy Allah pada saat peristiwa wukuf di Arafah sebagaimana yang dijanjikan olehNya.
Saat itu tampak tepat di atas kepala, bulan bersinar. Memang menjelang tanggal 10, bulan sudah mulai mendekati purnama. Merasa takjub dan agak aneh, bulan yang tampak di atas kepala bersinar terang namun tidak tampak sedikitpun bintang mendampinginya. Aneh memang bila dibandingkan di Indonesia, begitu yang tersirat di dalam fikiran saya. Otakpun selanjutnya memerintahkan tangan untuk meraih NIKON 12 Megapixel yang saya bawa. Kamera saya arahkan menuju bulan di atas kepala. Jepret, kaget, merinding,takut, gemetar itulah yang saya rasakan. Betapa tidak, ketika sinar cahaya dari lampu blitz yang keluar dari kamera berbenturan dengan sinar lainnya yang ada di depan kamera.
Entah itu pantulan, entah itu pembiasan ataukah deviasi dari materi lainnya. Pantulan itu berada hanya beberapa cm di depan kamera saya. Kilatan blitz itu berbendar, mirip dengan bintang-bintang manakala kita merasa pusing sehabis duduk kelamaan kemudian berdiri (apakah teman-teman pernah mengalami kondisi ini?). Di film-film kartun, kondisi ini terkadang digambarkan dengan bintang-bintang yang berputar-putar di atas kepala. Suasanapun semakin membuat bulu kuduk berdiri, gemetar begitu yang saya rasakan manakala saya melihat hasil jepretan kamera saya. Bulan yang terekam di foto tampat seperti satu titik cerah saja, sementara di sekelilingnya tampak noktah-noktah putih, redup, cerah atau terang dengan diameter yang beragam.
Subhanallah, kalimat yang selanjutnya meluncur dari mulut ini. Saya hampiri istri. Dengan berbisik gemetar saya tunjukan hasil jepretan kamera. Istripun merasa kaget. “Janji Allah benar adanya, Allah mengutus seluruh malaikat ke muka bumi Arafah”, begitu saya bisikan kepada istri. Berdua kami saling berpandangan, tidak terasa air mata kami mengalir deras. Sejenak istri meminta saya untuk mengambil foto di arah yang lain. Kamerapun saya arahkan di atas Jabal Rahmah, Subhannalah hasil jepretan justru semakin penuh dengan noltah. Saya kemudian mengambil beberapa foto dengan arah yang lain. Hasilnyapun sama, bercak dan noktah.
Selanjutnya saya mencoba mengambil foto dengan HP Nokia ExpressMusic 2 Megapixel. Hasilnya gelap gulita, tidak tampak sebagaimana NIKKON 12 MP. Rasa penasaranpun mulai saa rasakan, saya meminta teman yang memegang kamera 8 Megapixel, hasil foto juga gelap gulita sebagaimana HP saya. Saya mencari kamera lain dengan intensitas 10 Mega Pixel, hasilnya gelap juga. Jadi memang bayangan noktah hanya dapat tertangkap oleh kamera dengan intensitas di atas 12 Megapixel. Tibalah waktunya bagi kami untuk menuju Muzdalifah.
Dzikirpun senantiasa kami lantunkan sepanjang perjalanan. Disana saya mencoba mengambil gambar. Subhanallah hasilnya sama sebagaimana di Arafah. Ada sedikit pertanyaan di benak saya dan istri ketika kamera saya tujukan di atas bukit di depan kami, bayangan yang terekam berupa noktah-noktah tetapi ketika kamera kami tujukan ke arah kanan bukit, bayangan yang terekam adalah gelap gulita.
Subhannalah.
Bayangan foto berupa noktah ternyata tidak hanya disitu saja,saat jumroh, di atas masjid Qishos (Jedah) dan sepanjang perjalanan di terowongan Mina. Penasaran dengan hasil foto tsb, saya mencoba melihat foto-foto ketika kami berada di Masjidil Haram beberapa hari sebelumnya, Subhannalah ternyata noktah tersebutpun ada. Entah apakah apa yang terpikirkan oleh kami ini salah ataukah benar, teman-teman sekalian yang dapat menilainya. Dan apapun yang terpikirkan oleh kita, kita yakin hanya Allah sajalah yang Maha Mengetahui kebeneran yang sesungguhnya.
Saat itu tampak tepat di atas kepala, bulan bersinar. Memang menjelang tanggal 10, bulan sudah mulai mendekati purnama. Merasa takjub dan agak aneh, bulan yang tampak di atas kepala bersinar terang namun tidak tampak sedikitpun bintang mendampinginya. Aneh memang bila dibandingkan di Indonesia, begitu yang tersirat di dalam fikiran saya. Otakpun selanjutnya memerintahkan tangan untuk meraih NIKON 12 Megapixel yang saya bawa. Kamera saya arahkan menuju bulan di atas kepala. Jepret, kaget, merinding,takut, gemetar itulah yang saya rasakan. Betapa tidak, ketika sinar cahaya dari lampu blitz yang keluar dari kamera berbenturan dengan sinar lainnya yang ada di depan kamera.
Entah itu pantulan, entah itu pembiasan ataukah deviasi dari materi lainnya. Pantulan itu berada hanya beberapa cm di depan kamera saya. Kilatan blitz itu berbendar, mirip dengan bintang-bintang manakala kita merasa pusing sehabis duduk kelamaan kemudian berdiri (apakah teman-teman pernah mengalami kondisi ini?). Di film-film kartun, kondisi ini terkadang digambarkan dengan bintang-bintang yang berputar-putar di atas kepala. Suasanapun semakin membuat bulu kuduk berdiri, gemetar begitu yang saya rasakan manakala saya melihat hasil jepretan kamera saya. Bulan yang terekam di foto tampat seperti satu titik cerah saja, sementara di sekelilingnya tampak noktah-noktah putih, redup, cerah atau terang dengan diameter yang beragam.
Subhanallah, kalimat yang selanjutnya meluncur dari mulut ini. Saya hampiri istri. Dengan berbisik gemetar saya tunjukan hasil jepretan kamera. Istripun merasa kaget. “Janji Allah benar adanya, Allah mengutus seluruh malaikat ke muka bumi Arafah”, begitu saya bisikan kepada istri. Berdua kami saling berpandangan, tidak terasa air mata kami mengalir deras. Sejenak istri meminta saya untuk mengambil foto di arah yang lain. Kamerapun saya arahkan di atas Jabal Rahmah, Subhannalah hasil jepretan justru semakin penuh dengan noltah. Saya kemudian mengambil beberapa foto dengan arah yang lain. Hasilnyapun sama, bercak dan noktah.
Selanjutnya saya mencoba mengambil foto dengan HP Nokia ExpressMusic 2 Megapixel. Hasilnya gelap gulita, tidak tampak sebagaimana NIKKON 12 MP. Rasa penasaranpun mulai saa rasakan, saya meminta teman yang memegang kamera 8 Megapixel, hasil foto juga gelap gulita sebagaimana HP saya. Saya mencari kamera lain dengan intensitas 10 Mega Pixel, hasilnya gelap juga. Jadi memang bayangan noktah hanya dapat tertangkap oleh kamera dengan intensitas di atas 12 Megapixel. Tibalah waktunya bagi kami untuk menuju Muzdalifah.
Dzikirpun senantiasa kami lantunkan sepanjang perjalanan. Disana saya mencoba mengambil gambar. Subhanallah hasilnya sama sebagaimana di Arafah. Ada sedikit pertanyaan di benak saya dan istri ketika kamera saya tujukan di atas bukit di depan kami, bayangan yang terekam berupa noktah-noktah tetapi ketika kamera kami tujukan ke arah kanan bukit, bayangan yang terekam adalah gelap gulita.
Subhannalah.
Bayangan foto berupa noktah ternyata tidak hanya disitu saja,saat jumroh, di atas masjid Qishos (Jedah) dan sepanjang perjalanan di terowongan Mina. Penasaran dengan hasil foto tsb, saya mencoba melihat foto-foto ketika kami berada di Masjidil Haram beberapa hari sebelumnya, Subhannalah ternyata noktah tersebutpun ada. Entah apakah apa yang terpikirkan oleh kami ini salah ataukah benar, teman-teman sekalian yang dapat menilainya. Dan apapun yang terpikirkan oleh kita, kita yakin hanya Allah sajalah yang Maha Mengetahui kebeneran yang sesungguhnya.
No comments:
Post a Comment