Monday, June 11, 2007

Pembelajaran dari Tanah Liat


Suatu ketika seorang teman berkeluh kesah kepada saya. Dia merasa jengkel dengan sikap atasannya. Dia pernah mengajukan proposal ide perbaikan namun atasannya tidak menanggapi. Menurutnya dia sudah menjabarkan usulannya secara detail. Mulai dari latar belakang usulan, analisa permasalahan, usulan perbaikan, tekhnis pengerjaan hingga rencana anggaran. Apa daya atasannya tidak bergeming.
Pernahkah anda mengalami hal yang sama seperti rekan saya tersebut?. Sejujurnya, saya sendiri pernah mengalaminya. Waktu itu saya mengajukan ide perbaikan membuat sign board ruangan training. Saat itu, perusahaan memiliki 4 ruangan kelas training. Kegiatan training di perusahaan saya memiliki arti yang sangat penting. Oleh karenanya top manajemen selalu menjadualkan kegiatan plan tour ke ruangan training bagi tamu yang sedang berkunjung ke perusahaan.
Ada satu permasalahan, pada saat tamu perusahaan berkunjung ke ruangan training. Selalu saja dia menanyakan “Di ruangan ini sedang training apa?”. Terkadang pertanyaan juga sering diajukan oleh karyawan yang hendak menggunakan ruangan training. Mereka selalu menanyakan ”Ada training room yang kosong enggak?”.
Mengamati kejadian ini, saya mengajukan ide membuat sign board di setiap ruang pelatihan. Sign board dibuat dengan sistem digital display dan dapat diinput dari office. Dengan sistem ini, kita bisa mengkomunikasikan kepada khalayak bahwa di ruangan training 1 sedang ada pelatihan -A-. Di ruangan training 2 sedang ada pelatihan –B- dstnya. Dengan digital display, komunikasi lebih lancar, lebih atraktif dan lebih mudah.
Pada proposal kegiatan dijelaskan jumlah dana yang diperlukan. Team pembuat berasal dari SDM perusahaan. Sebagian besar bahan diambil dari piranti elektronik reject namun kualitasnya masih bagus. Total pembuatan display ini hanya memerlukan tambahan dana sebesar Rp 500.000,-.
Proposal kemudian diajukan ke atasan. Di luar dugaan ternyata ditolak. Dia tidak memberikan kesempatan kepada saya untuk menjelaskan lebih rinci tentang isi proposal. Melalu kalimat
“Apakah anda telah menganggarkan pengeluaran tsb pada budget forecasting tahun ini?”. tanya atasan saya.
“Belum pak ?”, jawab saya.
“Kalo gitu, proposal ini tidak bisa ditindaklanjuti, tidak ada budget !”.
Killing Words ”TIDAK ADA BUDGET!” merupakan kalimat yang tidak perlu eksplanasi tambahan.
Nah bila anda memiliki atasan yang demikian, saya menyebutnya atasan anda bertipe tanah liat.
Tanah liat memiliki porositas yang kecil. Saking kecilnya porositas menyebabkan air tidak dapat menembusnya. Itu artinya atasan anda tidak dapat meneruskan ide ataupun informasi apapapun dari bawahannya. Manajemen yang dikembangkan oleh atasan yang demikian, kita sebut saja dengan istilah manajemen ”POKOKE”.
”Saya enggak mau tahu, pokoke..”
”Terserah kamu, pokoke...”
Lain lagi dengan pengalaman Pak Dani. Dia bercerita bahwa atasannya yang bernama Pak Budy suka nyebelin, lantaran dia sering dijadikan bumper ketika terjadi permasalahan. Pernah Pak Budy mendapat perintah dari top management untuk melakukan satu pekerjaan. Pak Budy meminta Pak Dani untuk menyelesaikan pekerjaan tsb. Setelah selesai, pekerjaanpun disetorkannya kepada Pak Budy. Malang benar nasib Pak Dany. Manakala top management kurang berkenan terhadap hasil pekerjaan tsb. Pak Budy hanya berkomentar, ”Itu Dany yang ngerjain, Pak!”.
Pak Budy punya mental yang jelek. Dia hanya sebatas ‘penyampai berita’. Apa yang dikatakan oleh atasannya selalu saja diteruskan kepada bawahan tanpa kesan dan pesan tambahan. Pak Budy tidak lebih dari sekedar transmiter berita. Selalu saja ucapan yang keluar dari mulutnya adalah
“Atas petunjuk dari manajemen, kita ..”
”Sudahlah, yang penting kita nurut saja ...”
Bila anda memiliki atasan yang demikian, saya menyebut atasan anda bertipe pasir.
Pasir memiliki porositas yang sangat besar. Saking besarnya porositas pasir menyebabkan seluruh air dapat dengan mudah melaluinya. Lapisan pasir tidak dapat menahan air. Biasanya atasan yang demikian kurang memiliki akuntabiltas terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya.
Lalu tipe atasan yang seperti apa yang cukup ideal?
Tipe atasan yang baik adalah kombinasi campuran tanah, pasir dan pupuk. Dengan komposisi yang tepat, kombinasi ketiganya menghasilkan media yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Komposisi media akan menyebabkan sebagian air dapat meresap ke dalam tanah namun tidak membuat media tanah lembab. Tanamanpun dapat tumbuh subur sesuai yang diharapkan. Kombinasi dari ketiganya akan menghasilkan media pertumbuhan yang ideal bagi tanaman.
Seorang atasan yang baik dapat meramu kepintaran bawahannya menjadi kekuatan team. Dia terlihat ’serba tahu’ atas segala hal yang berkaitan dengan area kerjanya. Dia dapat menyeleksi ide mana yang dapat ditindaklanjuti dan ide mana yang tidak perlu. Dia dapat berperan sebagai payung bagi bawahannya dan diapun berani bertanggung jawab. Pendek kata dia tahu benar atas akuntabilitas yang dia miliki.

Achmad Firdaus
Majalah Human Capital Edisi Juni 2007


2 comments:

Anonymous said...

tulisan yg bagus bung; atasan, baik atau buruk, sangat baik untuk menjadi sumber inspirasi dan pembelajaran.

karenanya, apa pun tipe atasan, kita sebagai bawahan layak berterima kasih, bersyukur dan menghargainya.

setiap tipe atasan memerlukan tipe bawahan yg sesuai untuk menutupi kelemahannya dan memanfatkan kekuatan yg dimilikinya.

jarang ada atasan yg kuat di semua sisi; jarang juga yg lemah di segala sisi. bagaimana bawahan menyiasatinya, membuat kehidupan di kantor bisa lebih menarik.

salam.

Anonymous said...

Apapun yg terjadi di dunia ini tidak terkecuali perlakuan atasan terhadap kita sebaiknya diambil hikahnya. Gunakan Analisis SWOT dalam menyampaikan ide kepada atasan adalah salah satu cara untuk meng-goalkan ide kita. Intinya kita wajib berikhtiar sehingga prinsip "how to make the other people say yes to you" dapat tercapai.
Tetap semangat dan Positif thinking adalah kunci keberhasilan hidup.

Salam,
Agus Sudjanadi

Popular Posts