Tuesday, August 25, 2009

Harus Bisa!!


Bulan Ramadhon bulan untuk memantapkan tekad, bulan untuk membulatkan itikad, meluruskan niat, memfokuskan pada goal bukan pada problem.
Bismillah ya Allah, aku mulai menapaki jalan sebagaimana yang diajarkan oleh ayahanda almarhum, Aku harus bisa lebih bermanfaat lagi, Aku pasti bisa, gusti Allah mboten sare'.
Aku bermanfaat maka Aku ada. Amin

Konvensi QCC di Direktorat Industri Elektronika, Ditjen Industri Alat Tranportasi dan Telematika (IATT) Departemen Perindustrian.


Alhamdulillah Konvensi QCC akhirnya terlaksana juga. Pagi tadi Rabu 19 Agustus 2009 konvensi QCC yang menampilkan team QCC dari PT. Maber Teknindo dan PT Dikolite berlangsung di Ruang Meeting Lt 12 Gedung Departemen Perindustrian Jl. Gatot Subroto 54-55 Jakarta.

Konvensi ini merupakan unjuk tampil 2 group yaitu Group BIAWAK dari PT. MABER Teknindo yang berlokasi di Jl. Pillar No. 38 Cikeas Udik, Gunung Putri, Bogor 16966 Jawa Barat Telp. (021) 8674464, Fax. (021) 8674412 (Website: www.mabertek.com), terdiri dari Mas’ud, Jadang, Suparman, Ahmad Sahri, Corina Pratiwi dan Sri Budi Purnomo. Sedangkan Group Mede dari PT. Dikolite yang berlokasi di Jln. Mede No 32 RT 02 / 07 Sukatani Cimanggis Depok Telp: 8743068 - Fax : 8741000, terdiri dari Nasrudi, Neman, Adi Sofyan, Asep dan Sarwani. 

Kegiatan QCC di kedua perusahaan tersebut merupakan bantuan tekhnis Departemen Perindustrian dalam hal ini Direktorat Industri Elektronika, Ditjen Industri Alat Tranportasi dan Telematika (IATT) Departemen Perindustrian. Kegitan dimulai dari Kick Off pada 22 Mei 2009 hingga Konvensi tanggal 19 Agustus 2009. Ini merupakan yang keenam kalinya bagi saya ditunjuk sebagai konsultan Departemen Perindustrian untuk melaksanakan bantuan tekhnis kepada industri di dalam binaan Depertemen Perindustrian.

Kegiatan pembekalan yang diberikan kepada kelompok QC Circle meliputi: 

  • Tiap-tiap perusahaan membentuk team improvement.
  • Masing-masing team menginvertarisir beberapa masalah yang potensial untuk diangkat sebagai project Improvement.
  • Konsultan secara langsung terlibat dalam menganalisa dan membantu memberikan solusi masalah. 
  • Kegiatan konsultasi dilakukan selama 3 (tiga) bulan dengan target perbaikan : Pengurangan reject, Perbaikan mesin, perapihan tempat kerja (termasuk lay outnya) dan efisiensi kerja.

Untuk menunjang kegiatan, kelompok QC Circle diberikan materi yang meliputi 

  • GEMBA KAIZEN.
  • PDCA (DELAPAN LANGKAH PERBAIKAN)
  • BASIC MENTALITY
  • QC SEVEN TOOLS
  • SUGESTION SYSTEM (SS)
  • INDUSTRIAL ENGINEERING
  • MUDA MURA MURI (3M)
  • SEIRI SEITON SEISHO SEIKETSU SITSUKE (5S)

Hasil yang dicapai oleh kedua kelompok sungguh sangat membanggakan. Kelompok Biawak melakukan:

•MODIFIKASI BUSHING SWING ARM MESIN AUTO LETHE
•STANDARISASI PENGASAHAN TOOLS
•PEMBUATAN JIG UNTUK MENGECEK KETEBALAN SPRING RETAINER

Hasilnya adalah :
  • TOOL PUNCH PATAH BERKURANG DARI 7 PCS (BULAN JUNI 2009) MENJADI 3 PCS (BULAN JULI 2009).
  • JUMLAH barang NG KETEBALAN SPRING RETAINER BERKURANG DARI 14898 PCS (1,65 %) DI BULAN JULI 2009 MENJADI 6428 PCS (0,57 %) DI BULAN JULI 2009. 
PT. Maber Teknindo adalah perusahaan berukuran menengah dengan jumlah karyawan sebanyak 113 orang dan memproduksi produk presisi untuk electric dan electronic. 

Adapun kelompok Mede melakukan:
  • MENATA ULANG AREA KERJA
  • TRAINING AWARENESS QCC KEPADA KARYAWAN
  • MEMBUKA JARINGAN PEMASARAN DENGAN MASUK YELLOW PAGES
Diharapkan dengan melakukan perbaikan di atas, PT Dikolite mendapatkan:

  • CALON CUSTOMER YANG MENGENAL PT. DICOLITE MENJADI LEBIH BANYAK.
  • PEKERJA MENJADI LEBIH PEDULI TERHADAP LINGKUNGAN KERJA.
  • PEKERJA MENJADI LEBIH TERATUR DALAM BEKERJA.
  • PEKERJA SUDAH MULAI BERPIKIR TENTANG PERBAIKAN.

Perlu diketahui PT. Dikolite adalah UKM berukuran kecil (jumlah karyawan 9 orang). Hasil produksi perusahaan ini adalah produk berbasis almunium untuk supporting produk lampu.

Selamat kepada semua pihak yang telah menyukseskan acara ini. Semoga ilmu yang disharingkan bermanfaat buat kemajuan Bangsa Indonesia.

Monday, April 20, 2009

Ketika Hari Kartini 21 April Tiba?


Lusa nanti tepat tanggal 21 April. Hari yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia. Saat itu, kita akan memperingati Hari Kartini. Kartini yang dimaksud adalah tokoh perempuan Indonesia yang selalu diidentikkan dengan Tokoh Emansipasi Wanita.
Benarkah demikian?.

Entah siapa yang memeloporinya, seolah-olah Kartini identik dengan martabat wanita, kesetaraan gender, emansipasi wanita dan sebutan-sebutan lainnya.
Sesungguhnya yang demikian itu terjadi setelah terbit sebuah buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang yang ditulis oleh Armijn Pane (Balai Pustaka) ref
http://64.203.71.11/kompas-cetak/0304/19/pustaka/263526.htm.
Buku tersebut berisi sebagian surat-surat yang ditulis oleh Kartini kepada teman wanitanya yang berkebangsaan Belanda. Benarkah demikian?. Wa Allahu Alam Bishowab.

Beranjak dari hal tersebut. Kita sering melihat pada saat kita merayakan Hari Kartini, kita seakan-akan berlomba-lomba menampilkan profil wanita karir, wanita pengusung emansipasi dan profil wanita-wanita “modern” lainnya.
Sebut saja wanita yang menjadi pilot, wanita pimpinan TNI - POLRI, wanita peneliti, wanita jaksa dsbnya.
Layakkah mereka disebut penerus cita-cita Kartini?
Biarlah dunia yang menilainya.

Lalu bagaimana penilaian saya?
Bagi saya ibunda Rokayah lebih dari seorang Kartini.
Beliau segala-galanya bagi kami.

Ibunda terlahir dengan nama Rokayah di sebuah daerah bernama Kandanghaur Indramayu, tepatnya di daerah Parean Bulak, 35 KM sebelah barat Kota Indramayu.
Ibunda terlahir di tahun 1946 dari pasangan Bapak Rasjan dan Ibu Tasmi. Bapak Rasjan dan Ibu Tasmi adalah keluarga kaya untuk ukuran Parean Bulak, sawahnya berhektar-hektar. Seluruh anaknya menikah dengan pilihan mereka. Ironisnya anak-anakanya tersebut dijodohkan dan menikah dengan para buruh pekerja sawahnya. Saat itu Bapak Rasjan berpendirian bahwa lelaki yang kuat dan tekun bekerja di sawah akan menjadi suami yang baik buat anak-anaknya.
Jadi ukuran baik dan buruk seorang calon menantunya adalah dari ketekunan dan kekuatan bekerja mengelola sawah yang berhektar-hektar.

Seluruh anak perempuan mengikuti apa saja yang digariskan oleh Bapak Rasjan. Tidak demikian dengan Ibunda Rokayah. Selepas SR (Sekolah Rakyat) atau setara dengan SD pada saat ini, ibunda berharap dapat meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Jelas hal ini bertentangan dengan kemauan orang tua. Ibunda harus menikah dengan buruh sawahnya.
Ibunda akhirnya “kabur” menuju Indramayu. Ibunda mencari pondok pesantren untuk belajar agama. Dia mendapatkannya di Daerah Singaraja. Bapak Rasjanpun marah, beliau menjemput ibunda dan memerintahkannya untuk pulang dan menikah dengan lelaki pilihannya. Ibunda keukeh, dia mau meneruskan sekolah dulu, dia mau belajar agama lebih banyak lagi. Bapak Rasjan pun akhirnya mengalah, maklum sebenarnya Ibunda Rokayah adalah anak kesayangannya. Ibundapun akhirnya dapat menyelesaikan sekolah agama setaraf SMP.
Alhamdulillah justru di sanalah akhirnya Ibunda mengenal seorang lelaki bernama Agus Sirad. Lelaki yang akhirnya menjadi tambatan hatinya.

Apakah cerita kaburnya Ibunda dari rumahnya dan pembangkangan terhadap perintah orang tuanya yang menjadi dasar saya untuk menyebut Ibunda Rokayah sebagai seorang pahlawan wanita? Apakah keteguhan Ibunda Rokayah untuk menuntut ilmu agama terlebih dahulu sebelum memutuskan menikah dengan seorang lelaki, yang menjadi alasannya?
Bukan!, bukan itu yang menjadi alasan utama.

Dalam artikel sebelumnya, saya telah menuliskan bahwa Ibunda Rokayah dan Ayahanda Agus Sirad telah dikaruniai sebelas anak. Keempat anaknya yang masih balita, seluruhnya meninggal dunia tanpa sebab. Tepat dua tahun dari kematian pertama anaknya, ayahanda Agus Siradpun menyusul. Kami tidak memungkiri, salah satu penyebab kematian ayahanda adalah karena kondisi kejiwaan dan psikologi akibat kematian ke-empat anaknya yang masih balita secara beruntun.
Kematian beruntun 5 orang yang sangat dicintai dalam masa dua tahun berarti pula Ibunda Rokayah ditinggal oleh orang-orang yang disayanginya rata-rata setiap 5 bulan sekali. Allahu Akbar.
Saya masih ingat betul deretan kematian adik-adik saya bahkan ada yang berjarak kurang dari 2 bulan.
Kalo bukan wanita pilihan Allah, mana mungkin ibunda akan sekuat itu.

Ibunda terlahir dari keluarga berkecukupan bahkan bisa dibilang orang kaya di Daerah Parean Bulak. Ketika berumah tanggapun keluarga kami terbilang berkecukupan. Ayah meskipun seorang pegawai Pemda Indramayu, tetapi di sela-sela kesibukannya dia masih bisa mengelola CV. Indra Karya, perusahaan kontraktor bangunan yang cukup disegani di daerah Indramyu saat itu. Ayah juga mengelola usaha pasir, dia memiliki pangkalan pasir di daerah Terisi. Di Jakarta ayah memiliki usaha Becak, usaha transportasi yang bisa dibanggakan pada saat itu. Ayah juga memiliki angkutan kota dengan trayek Patrol – Indramayu. Di belakang rumah, ayah memiliki peternakan bebek alabio. Tidak itu saja, gudang di belakang rumahpun diubah oleh ayah untuk menjadi tempat pembibitan jamur merang. Hampir seluruh usaha ayah dikelola oleh saudara-saudaranya. Orang-oarang yang ternyata tidak amanah. Orang yang hanya memahami ilmu sebatas pengetahuan bukan untuk diamalkan. Kelak ketika ayah meninggal, kami sekeluarga tidak mengetahui lagi kemana seluruh asset usaha ayah tersebut. Kemana dan dimana paman-paman, uwa-uwa kami tersebut mengelola usaha ayah? Hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui.

Ketika ayah meninggal dunia, satu-satunya warisan yang tersisa adalah sebidang tanah berukuran 3 x 3 meter. Tanah yang kemudian dibuat menjadi tempat tinggal kami. Kehidupan ibunda berubah seratus delapan puluh derajat. Dari seorang Ibu rumah tangga berkecukupan menjadi seorang wanita pembantu rumah tangga, seorang pedangang kue, seorang penjaga toko di bilangan Senen Jakarta Pusat, seorang pengantar garam dari Eretan Indramayu ke Pasar Kramat Jati Jakarta, seorang pedagang kerupuk udang dan terasi Indramayu. Semua dilakukannya untuk menghidupi kami semua. Saat ayah meninggal dunia. tahun 1979, Yu Yati – kakak tertua baru duduk di kelas 3 SMEA. Yu Ros, kakak kedua duduk di kelas 1 SMA. Di bawahnya lagi Yu Ipah, kelas 2 SMP, Yu Sri, kelas 5 SD, saya kelas 4 SD. Kedua adik saya masing-masing Alfiyah kelas 2 SD dan Gus Abdullah kelas 1 SD. Saat itu ibunda bertekad seluruh anak-anakanya harus selesai sekolah. Tidak boleh ada satupun dari anak-anaknya yang putus sekolah.

Saat ini, ketika Hari Kartini tahun 2009 diperingati, kami anak-anaknya dengan berbangga hati menceritakan kepada seluruh dunia, kepada seluruh wanita di belahan bumi manapun. Kepada seluruh ibu siapapun bahwa berkat bimbingan yang baik dari seorang wanita yang penuh tawakal dan sabar saat ini telah lahir seorang cucu yang telah hafal 25 (Dua Puluh Lima) Juz Alquran – santri teladan di Pondok Pesantren AlMultazam Kuningan. Seorang cucu yang hafal 5 (empat) juz Alquran – calon lulusan terbaik pula dari Pondok Pesantren Al Multazam Kuningan - calon pengusaha muslim terbaik. Seorang cucu yang hafal 2 (dua) juz Alquran – calon perekayasa technologi dunia. Seorang cucu bergelar Sarjana Fisika. Seorang cucu calon pakar IT lulusan CCIT FT UI.

Tidak sia-sia apa yang telah dilakukan oleh Ibunda Rokayah. Mari bandingkan apple to apllenya. Bila pendidikan yang menjadi indikator maka pada saat ayah meninggal dunia tahun 1979. Satu anak di kelas 3 SMEA, satu di kelas 1 SMA, satu di kelas 2 SMP, satu di kelas 5 SD, satu di kelas 4 SD, satu di kelas 2 SD dan satu di kelas 1 SD. Saat ini pada tahun 2009 mereka telah menjadi: satu orang lulusan bergelar Sarjana Fisika dan Master Sains, 4 orang bergelar S1, 2 orang berpendidikan SLTA.

Seandainya status yang menjadi indikator maka atas bimbingan dari seorang Ibunda Rokayah telah lahir 3 orang berstatus manager seorang diantaranya adalah dosen di Universitas Indonesia, seorang guru SMP teladan, seorang guru SD. Alhamdulillah, seluruh dari mereka memiliki predikat pekerja yang terbaik di lingkungannya.

Kalo interpersonal yang menjadi ukuran, Ibunda adalah sosok yang sangat disegani di lngkungannya. Sosok seorang Ibu Haji yang selalu mengedepankan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan diri sendiri. Sosok yang tidak pernah meminta kepada orang lain untuk dikasihani. Itulah alasannya mengapa ibadah haji yang dia lakukan beberapa tahun yang lalu, dia lakukan dengan cara menabung tanpa pernah memberitahukannya kepada orang lain bahkan kepada kami, anak-anaknya. Ibunda memberikan kabar niat hajinya kepada kami setelah persyaratan keuangan dapat dia penuhi. Allhu Akbar, betapa berdosanya kami, anak-anaknya yang tidak mengetahui sedikitpun tentang hal ini.

Jadi apa yang menjadi indikator untuk dikatakan sebagai wanita penerus Kartini?, saya serahkan sepenuhnya kepada anda semua.
Semoga hikmah yang baik senantiasa menyertai kisah kehidupan kita semua.
Amin

Monday, April 13, 2009

Ya, Allah tambahkan nikmat kesabaran kepada kami.


Kamis 2 April 2009 pagi menjelang berangkat ke kantor. HP pun berbunyi nyaring.
“Dos, telepon balik kesini ya, pulsa ku sudah mau habis!”,
Sahut di seberang sana. Saya mengenali suara itu, Yu Sri kakak saya.
Sayapun menelepon balik ke Yu Sri.
“Assalamu alaikum”, saya buka pembicaraan.
“Wa alaikum salam, Dos, ini mimi mau ngomong, kata Yu Sri.
HP yang saya pegang sedikit bergetar, tidak biasanya pagi-pagi begini mimi mau menelepon saya.
“Dos, mimi lagi sakit, sekarang mimi lagi dirawat di Rumah Sakit”, mimi memulai pembicaraan.
Suaranya parau, bergemetar, sambil diiringi isak tangis. Tak kuasa saya mendengar suara mimi.
“Mimi sakit apa?”, saya mencoba untuk menguatkan diri agar mimi tidak semakin sedih.
“Tidak tahu, mimi banyak bebanyuan”, sahut mimi.
Ya, saya membayangkan bebanyuan berarti mimi banyak mengeluarkan air ataupun baung-buang air.
“Oh gitu ya mi, ya udah insya Allah saya secepatnya ke Indramayu, jawab saya.
Begitulah mimi semenjak usianya menginjak 60 tahunan, bila sedikit merasa sakit, selalu saja mimi mencoba menghubungi saya, insya Allah, saya selalu ikhlas untuk datang menjenguk mimi, apapun kondisi saya.

Pagi itu saya berusaha menyelesaikan tugas saya di kantor. Saya membagi tugas staff saya dan memastikan staff saya dapat menyelesaikan tugas tersebut dengan baik. Sejurus kemudian saya meminta ijin Dirut untuk menjenguk mimi.
Tepat pukul 10 sayapun meluncur dari area Mampang. Alhamdulillah, daerah yang biasanya super macet, pada hari itu ternyata sangat lancar. Selepas perempatan Tendean, Soluna Toscapun saya arahkan ke pintu toll, Alhamdulillah di jalur inipun tidak ada kemacetan. Saya jaga speedometer pada angka 110, saya mencoba untuk tidak terlalu memikirkan kondisi mimi saat itu agar saya dapat focus pada perjalanan saya. Sesekali saya lihat speedometer menunjukan angka 120, pada saat itulah kaki kanan saya kendurkan dari pedal gas agar speedometer tetap di kisaran 100 dan 110.

Senandung Asmaul Husna Ari Gynandjarpun sepanjang perjalanan terdengar dari Pioneer Tosca. Alhamdulillah tepat jam 13.00 saya sudah nyampe di Rumah Sakit Umum Indramayu.

Di Ruangan VIP A saya mendapati mimi terbaring. Yu Ros, Mas Aman, Yu Sri, Yu Ipah dan Piyah sudah ada di dalam ruangan.
“Assalamu alaikum”, saya membuka pintu.
“Wa alaikum salam, yang di dalam ruangan pada nyaut menjawab”.
“Nah itu Om Idos datang”, suara mimi dengan parau,seolah ingin mendahului yang lain.
“Jam berapa dari Jakarta, Dos”, Tanya Mas Aman.
“Tadi jam sepuluh, Alhamdulillah tidak macet”.
“Mimi gimana kabarnya?”.
“Masih lemah, gulanya sudah mulai turun, tadi pagi sudah 390, tapi tensinya masih tinggi 180”, jawab Yu Ros.

Mimi memang terlihat lemah, kerutan kulit di wajah tampak terlihat jelas, tapi di sudut-sudut kerutan itu pula saya melihat ketegaran seorang ibu yang sabar dan ibu yang tawakal.
Yah, mimi memang punya gula, sdikit saja makannya tidak terkontrol maka gulapun naik. Mimi bercerita beberapa hari sebelumnya mimi takziah ke tetangga yang meninggal. Beberapa hari, mimi ikut membantu di rumah orang tersebut. Saat itulah makanannya tidak terkontrol, mungkin juga mimi kelelahan.
Ya Allah saya bersyukur kepadaMu meskipun usia mimi mulai lanjut, namun semangat mimi untuk berbagi dengan sesama tidaklah luntur. Semoga bagian tubuhnya yang dirasakannya sakit saat ini, dapat menjadi saksi kepadaMu bahwa sakitnya bagian tubuh tersebut adalah karena amal baik ibu kepada sesamanya.

Dua malam saya menyempatkan diri untuk tidur di rumah sakit untuk mendampingi mimi.
Ya Allah, saya menyadari sepenuhnya bahwa dua malam begadang di rumah sakit tidak sebanding dengan apa yang mimi lakukan terhadap diri saya dahulu.
Untuk itu mohonkan ampun diri ini, bila masih belum sepenuhnya membalas budi baik mimi.

Hari ke-empat akhirnya dokterpun mengijinkan mimi untuk pulang. Alhamdulillah hari itu juga saya sudah bisa pulang kembali ke Depok. Semoga apa yang telah terjadi dapat menjadi pembelajaran buat kami sekeluarga.
Amin.

Pembelajaran dari Mang Casmadi Pedagang Bubur Ayam di Bojongsari Indramayu


Jumat malam 3 April 2009, Mas Aman mengajak saya untuk makan bubur ayam Mang Casmadi. Selepas magrib kami berangkat menuju lokasi dagangan Mang Casmadi yaitu di area sekitar taman wisata Bojong Sari Indramayu. Menurut Mas Aman, kita harus buru-buru kesana karena biasanya selepas jam 8 malam bubur ayam biasanya sudah habis.

Area wisata air Bojong Sari sebenarnya adalah bekas aliran Sungai Cimanuk yang melintasi dalam kota Indramayu. Setelah dibuatnya waduk di sekitar Bangkir, aliran air Sungai Cimanuk Di dalam Kota Indramayu menjadi mati. Air Sungai Cimanuk tidak lagi mengalir di dalam Kota Indramayu. Apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah Indramayu beberapa puluh tahun yang lalu ini, sekarang ditiru oleh pemerintah DKI Jakarta melalui proyek Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat. Sayang proyek ini sampai dengan saat ini belum berjalan mulus.

Di area jalan tembus Bojongsari dan Desa Dukuh inilah Mang Casmadi sekeluarga mangkal. Dongdangan bubur ayam dan soto ayam Mang Casmadi sebenarnya tidaklah besar. Tetapi dari para pelanggan yang datang, saya bisa memperkirakan bahwa pelanggan Mang Casmadi sangatlah bervariasi. Ketika saya memarkirkan Soluna Tosca, di area pinggir jalan sudah bertengger 3 buah kendaraan berplat nomor Jakarta. Sayapun sempet menghitung jumlah motor yang parkir di pinggir jalan. Pas berjumlah 17 buah. Luar biasa….. berarti pelanggan Mang Casmadi sangatlah banyak.

Semangkok Bubur ayam lengkap dengan krupuk udang khas Indramayu bisa dinikmati hanya dengan Tiga Ribu perak. Wuih murahnya, tidak sebanding dengan rasa dan aromanya. Asin dan manisnya bubur, pas dengan selera kita.

Saat menikmati bubur ayam itulah Yu Ros bercerita. “Temannya Mas Aman pernah nanya ke Mang Casmadi”.
“Mang, resepnya apa?,koq bubur ayamnya bisa enak seperti ini, saya ngeliat pelanggannyapun tidak pernah sepi”.
“Saya engga punya resep apa-apa, pak”.
“Iya, tapi kenapa dagangannya bisa laris seperti ini?”
“Mungkin itu karena kami sering shalat tahajud pak”, jawab Mang Casmadi.

Saya cukup kaget mendapatkan cerita dari Yu Ros. Ya Allah Engkau Maha Benar. Engkau Maha Pengasih. Engkau Mendekati hambuMu yang selalu mendekati Mu.
Ya Allah jadikan cerita hidup Mang Casmadi menjadi pembelajaran buat kami sekeluarga. Amin.

Tuesday, March 10, 2009

Libur Maulid Nabi Muhammad SAW, Ajang Silaturahmi Keluarga


Libur Maulid Nabi Nabi Muhammad SAW 1430 H, benar-benar kami manfaatkan. Ajang silaturahmi dengan AA Fatih di Pondok Pesantren Al Multazam, silaturahmi dengan Bapak – Ibu mertua dan silaturahmi dengan ibunda serta kakak adik semua. Adik saya Gus Abdullah yang tinggal di Bandung juga menyempatkan diri untuk silaturamhi dengan keluarga. Kita ketemuan di Idramayu. Alhamdulillah semua sehat-sehat aja. Alhamdulillah semua lancar-lancar saja.
Masih terngiang kehidupan puluhan tahun lalu saat kami baru saja di tinggal ayahanda tercinta.
Untuk itu semua saya kembali merunut kisah kehidupan kami, semoga kisah ini dapat semakin merekatkan silaturahmi anak cucu kami, dapat pula menjaga hati-hati kami bahwa apapun yang kita rencanakan hanya allah SWT yang menjadi tujuan hidup, sandaran hidup dan pegangan hidup., amin.

Keberkahan


Abdul Fadhil Abu Al-Hamd1, menjelaskan bahwa makna berkah (Al Barokah) ialah berkembang dan bertambah. Harta yang berkah akan dapat berkembang biak. Dia dapat beranak pinak sebesar yang dikehendaki oleh Allah SWT. Berkah juga berarti berkembang menjadi lebih besar.
Bila diandaikan sebuah pohon maka harta yang berkah akan membuat pohon tumbuh besar dengan batang, dahan dan ranting yang makin bertambah banyak dan besar. Daun pohon akan rindang, bunga dan buahnya akan bermanfaat bagi orang disekitarnya. Bukan itu saja, pohonpun akan tumbuh menjadi rumpun pohon yang siap sedia digunakan oleh siapapun yang memerlukannya.
Tumbuh dan berkembang memang merupakan salah satu sifat harta. Di sisi yang lain, harta juga dapat menyusut, mengecil dan setelah itu habis, ludes, nol!, tidak berbekas sama sekali!.
Kita bisa melihat di kehidupan sehari-hari, harta yang dikumpulkan oleh seseorang, pada awalnya tumbuh menjadi banyak, hingga mencapai suatu titik maksimum. Setelah itu harta sedikit demi sedikit berkurang, menyusut, mengecil hingga harta habis tak berbekas.
Penjelasan di atas menunjukan bahwa harta bersifat reversible. Artinya dia bisa kembali ke posisi awal. Berbeda dengan tumbuhnya badan kita yang irreversible. Yang saya maksud dengan irreversible adalah suatu proses yang tidak bisa kembali ke bentuk awal atau posisi awal. Tentu kita tahu, ketika kita lahir dari rahim seorang ibu, kita hanyalah seorang bayi kecil. Lalu kita tumbuh menjadi dewasa. Nah bila sudah dewasa tentunya kita tidak bisa kembali masuk ke dalam rahim ibu bukan?.
Nah berbeda dengan badan kita, harta bisa tumbuh dan berkembang, namun tumbuhnya harta adalah reversible. Dia bisa kembali ke posisi awal bahkan dia bisa sampai ke titik nol. Proses reversible harta ini dipengaruhi oleh keberkahan yang dikandung oleh harta tsb. Seseorang yang memperoleh harta dengan cara yang tidak baik dan tidak benar akan menyebabkan harta menjadi tidak berkah.
Saya ambil contoh harta yang diperoleh orang dengan cara korupsi. Diawalnya harta tsb berlimpah, dia dapat dengan cepat mengumpulkan harta dalam bentuk kendaraan, rumah mewah, deposito, aset usaha dsbnya. Ketika tiba waktunya, yaitu pengadilan memutuskan bahwa dia harus dipenjara. Semua hartanya disita. Istrinya menjadi stress. Anakpun terlibat narkoba dstnya. Nauzdu billahimindzalik.
Berkah juga memiliki arti kebahagiaan. Harta yang berkah akan menjadi adem bagi kehidupan diri sendiri, keluarga maupun orang-orang di sekitarnya. Ademnya harta akan menghasilkan kebahagiaan bagi yang memakainya. Kita bisa melihat kehidupan satu keluarga yang dihidupi dengan harta yang berkah. Keluarga tersebut menjadi harmonis. Ada rasa saling menghormati diantara suami, istri dan anak.
Berkah juga berarti senantiasa menambah kebaikan dan memberikan nilai tambah pada segala sisi kehidupan, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang di sekitarnya. Pada salah satu kesempatan, saya pernah berbincang dengan Bp. Yance, Bupati Indramayu. Beliau menceritakan tentang program pendidikan berupa beasiswa yang telah dilakukannya di Indramayu. Menurut penuturan beliau, program tersebut telah menghasilkan dokter dan insinyur. Banyak dari mereka adalah anak-anak dari keluarga yang tidak mampu bahkan beberapa diantaranya adalah anak tukang becak. Subhanallah!, kalo bukan karena keberkahan harta, tidaklah mungkin seorang tukang becak dapat menyekolahkan anaknya hingga menjadi seorang dokter atau insinyur.
Dampak dari keberkahan harta sering menghasilkan sesuatu yang tidak terduga dan sesuatu yang tidak masuk akal. Pada salah satu ayat yaitu di QS Hud 11: 72 – 73 dijelaskan:

72. isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, Apakah aku akan melahirkan anak Padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam Keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh."
73. Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, Hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah."

Sesungguhnya sesuatu bisa dikatakan aneh dari sudut pandang manusia, namun bagi Allah SWT, sesuatu tersebut adalah sangat mudah.
Untuk mendapatkan keberkahan, biasanya Allah SWT juga akan menguji hambanya terlebih dahulu. Masih ingat cerita Siti Hajar istri Nabi Ibrahim AS?. Saat itu dia ditinggalkan di tengah padang pasir. Siti Hajar tidak dapat menyusui Ismail karena air susunya sudah tidak keluar. Dia harus mimum. Untuk itu dia berlari-lari mencari sumber air. Bergerak dari Shofa ke Marwah, bolak-balik sampai kemudian ternyata sumber mata air zam-zam justru dikeluarkan oleh Allah SWT di dekat kaki Ismail yang ditinggalkannya. Subhanalllah!.

Sesungguhnya Allah Azza Wajalla menguji hambanya dalam rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kalau dia ridho dengan bagian yang diterimanya maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberianNya. Kalau dia tidak ridho dengan pemberianNya maka Allah tidak akan memberinya berkah (HR. Ahmad)

Mesti diingat pula bahwa tidaklah kita diberikan keberkahan oleh Allah SWT kecuali bila kita menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Sebagaimana dijelaskan pada QS 7: 96:

Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Sampeyan Iku Sopo?, sampeyan Dudu Sopo-sopo!


Andai Aku Pasha Ungu
Semua wanita kan memburuku
Bila Aku Ariel Peterpan
Kau yakin ngefans karena gua keren
Sexy badannya Mulan Jameela
Cantiknya dia seperti aku
Giring Nidji sahabat aku
Dekat denganku dialah aku
Tapi kenyataannya aku bukan siapa-siapa
Kuingin engkau mencintaiku apa adanya
Ku Bukan superstar kaya dan terkenal
Ku bukan saudagar yang punya banyak kapal
Ku bukan bangsawan ku bukan priyayi
Ku hanyalah orang yang ingin dicintai
Andai aku letto wis pasti aku wong jowo
Tapi kenyataan aku bukan siapa siapa
Kuingin engkau mencintaiku apa adanya
Kata orang ku mirip Glenn Predly
Suara merdu wanita jatuh hati
Namun semua itu hanya mimpi bagimu
Kamu bukan super kamu bukan star
Kalo digabungin kamu bukan super star
Ku bukan bangsawan ku bukan priyayi
Ku hanyalah orang yang ingin dicintai

Sepenggal syair lagu ’Bukan Super Star’ yang dikumandangkan oleh Project Pop terngiang di telinga ini. Sebuah lagu yang ikut memotivasi diri untuk menuliskan artikel ini. Awalnya saya sempet ragu. Apakah saya sudah menjadi orang beken sehingga terbilang berani menuliskan kisah kehidupannya dalam sebuah artikel?. Sudah layakkah sejarah kehidupan pribadi ini ditumpahkan ke dalam serangkaian kalimat untuk disajikan kepada orang lain?. Apa yang bisa dibanggakan dari kisah kehidupan saya dan keluarga saya ini? Lah sampeyan itu sopo? Sampeyan dudu sopo-sopo?.
Rasa kebimbangan di atas sempet keluar di hati ini. Kenyataannya memang saya dan keluarga saya bukanlah superstar. Juga bukan seorang priyayi apalagi saudagar atau bangsawan. Saya bukanlah Sudono Salim, bukan pula AA Gym, juga bukan Bill gates. Saya dan keluarga saya hanyalah seorang biasa, persis sebagaimana senandung lagu Bukan Super Starnya Project Pop itu.
Pada akhirnya memang lagu itulah yang ilkut mendorong hati ini untuk menuliskan kisah kehidupan ini kepada orang lain
Alasan lain yang menjadi dasar penulisan artikel ini adalah, tulisan ini dapat dijadikan sebagai cermin bagi diri ini untuk bermuhasabah atas segala kekurangan yang dimiliki. Dengan demikian saya dapat melengkapi kekurangan tersebut sebelum saya kembali menuju kehidupan yang hakiki nanti.
Akhirnya saya hanya dapat berdoa sebagaimana doa yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS:

(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku Hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, QS 26: 83

Semoga Allah mencatat penulisan artikel ini sebagai ladang amal ibadah bagi saya dan keluarga saya. Amin Ya Robbal Alamin.

Semailah kesabaran, Pupuklah Dengan Rasa Syukur.
Ada dua nasihat dari ibu saya yang selalu saya ingat hingga saat ini. Nasihat yang sangat begitu melekat di jiwa ini. Dua nasihat yang selalu menjadi obat mujarab bagi saya pada saat saya mengalami ujian dari Allah. Kedua nasihat tersebut adalah: “Jangan sekali-kali kamu melupakan rasa syukur kepada Allah atas segala apa yang kamu dapatkan. Meskipun kamu merasakan bahwa yang kamu dapatkan itu, tidak sesuai dengan apa yang kamu harapkan”.
Nasihat yang kedua adalah: “kalo kamu sedang mengalami kesusahan dan kamu merasa belum mendapatkan jalan keluarnya, jangan sekali-kali mengeluh atas kesusahan itu karena di balik kesusahan pasti ada kemudahan”.
Entah mengapa dari sekian banyak nasihat yang saya terima dari ibu saya, kedua nasihat itulah yang paling begitu menyentuh.
Dengan memegang kedua nasihat itulah, Alhamdulillah hingga saat ini saya dapat melalui berbagai cobaan hidup.
Yah, bukankah Allah SWT telah berfirman dalam QS 14:7

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". QS 14: 7

Dan QS 94: 5, 6.
5. karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. QS 94: 5,6

Sabar Terhadap Ujian.


Ibu pernah bercerita kepada saya bahwa saya terlahir dengan nama Toto Sugiharto. Mengapa ayah memberikan saya, nama Sugiharto? Menurut penuturan ibu. Saat saya lahir, bisa dikatakan sebagai masa puncak ayah dalam mengelola usaha. Ayah disamping sebagai pegawai PEMDA Indramayu juga memiliki usaha CV Indra Karya. Perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor bangunan. Banyak gedung dan bangunan yang telah ditangani oleh perusahaan ini.
Ayah juga memiliki usaha transportasi berupa angkutan kota dan becak. Trayek angkutan kota yang dilayaninya adalah Indramayu – Patrol. Sementara kegiatan usaha becak dilakukan di Jakarta dan dikelola oleh saudaranya. Pada saat itu, memiliki becak merupakan bisnis yang pantas untuk dibanggakan. Di belakang rumah, ayah juga memiliki banyak ayam maupun bebek yang bisa dijadikan penghasilan tambahan. Bukan itu saja, ayah juga memiliki usaha tambang pasir kali. Pangkalan galian pasir ini dikelola oleh saudaranya juga.
Kelak setelah ayah meninggal dunia, seluruh usaha ayah tersebut dikuasai oleh saudara-saudaranya yang menjadi kepercayaannya tersebut. Orang-orang yang tidak amanah. Orang-orang yang justru meninggalkan kami pada saat ayah sudah tidak ada. Perbuatan mereka dikelompokan oleh Allah SWT sebagai perbuatan dosa besar. Lihat QS 4: 2.

Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.

Konon pada saat saya berusia balita, menurut penuturan ibunda tercinta, kami sekeluarga kedatangan seorang tamu berperawakan tinggi besar. Dengan wajah mirip orang Arab, beliau mengaku sebagai kawan dekat kakek saya, H Sirad. Menurutnya, beliau teman baik kakek ketika berada di Saudi Arabia. Kakek memang pernah tinggal untuk beberapa lama disana. Beliau datang untuk bersilaturahmi dengan kakek, namun sayang saat itu kakek sudah wafat.
Ketika melihat saya dan mengetahui nama saya, beliau menyarankan kepada ayah dan ibu untuk mengganti nama saya dengan Achmad Firdaus. Saran itupun diterima oleh ayah dan ibu. Sejak saat itulah saya berganti nama menjadi Achmad Firdaus.
Saya anak ke – 5 dari 11 bersaudara. Dari sebelas saudara itu, saya dan adik saya yang kedua adalah laki-laki sementara yang lainnya perempuan. Ayah meninggal dunia pada saat saya masih duduk di kelas 4 SD. Itulah sebabnya, ketika saya masih duduk di bangku SMA saya sudah berperan sebagai wali nikah kakak saya. Subhanallah, Allah telah memberikan amanah yang begitu besar kepada saya.
Ke-empat adik-adik saya meninggal dunia pada usia balita. Mereka menderita sakit dan beberapa diantaranya meninggal dunia tanpa sakit terlebih dahulu. Tepat 2 tahun setelah kematian adik pertama saya, ayah dipanggil oleh Allah SWT akibat komplikasi berbagai penyakit. Hal itu terjadi pada tahun 1979. Penyebab kematian ayah, paling tidak disebabkan juga oleh beruntunya kematian yang menimpa adik-adik saya. Cobaan beruntun tersebut mengakibatkan ayah terserang komplikasi berbagai penyakit. RSU Indramayu, RS Gunung Jati Cirebon, RSU Ciremai Cirebon dan RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, pernah menjadi tempat opname ayah. Di ujung kejenuhan dalam perawatan RS, ayah akhirnya mengajak ibu untuk berkunjung di salah satu pesantren milik kerabat ayah di Cirebon. Ayah bersilaturahmi dengan kerabatnya disana. Kami semua tidak menyangka disanalah akhirnya ayah meninggal dunia.
Dengan kematian 5 orang berturut-turut selama 2 tahun, berarti bila dihitung rata-ratanya maka dalam masa 5 bulan sekali kami ditinggal satu persatu anggota keluarga kami. Subhannallah, Allah telah memberikan cobaan kepada kami sekeluarga dan Allahpun memberikan kami kesabaran dan ketabahan dalam menerima cobaan tersebut.
Saat ayah meninggal dunia, Yu Yati – kakak tertua baru duduk di kelas 3 SMEA. Yu Ros, kakak kedua duduk di kelas 1 SMA. Di bawahnya lagi Yu Ipah, kelas 2 SMP, Yu Sri, kelas 5 SD, saya kelas 4 SD. Kedua adik saya masing-masing Alfiyah kelas 2 SD dan Gus Abdullah kelas 1 SD. Seluruh usaha ayah habis tak bersisa entah kemana. Bahkan ketika ayah meninggal dunia kami bertujuh saudara dan ibu hanya tinggal di sebuah kamar. Saya menyebutnya kamar karena rumah warisan ayah hanyalah tanah seluas 3 x 3 meter atau 9 meter persegi. Dan di atas tanah warisan itulah ibu berusaha membuatkan kami sebuah ”rumah”.
Bisa dibayangkan kamar seluas 9 meter persegi harus dihuni oleh 8 orang sekaligus. Jangankan untuk belajar, untuk tidurpun kami harus bergantian. Untuk mandi kami harus menebeng pada tetangga yang bernama Bapak Kuat. Keluarga Pak Kuat adalah pendatang dari daerah Majalengka. Mereka sudah cukup lama menetap di Indramayu.
Kebetulan sumur keluarga Pak Kuat terletak di belakang rumah. Sumur tersebut sebenarnya adalah tempat pencucian daging hewan sembelihan. Maklum keluarga Pak Kuat adalah penjual hewan sembelihan berupa sapi dan kerbau. Jadi untuk urusan mandi pagi, kami harus melakukannya menjelang subuh dan untuk mandi sore kami harus melakukannya selepas isya. Bisa dibayangkan terkadang sehabis mandi, badan kami bukannya bersih malah bau daging hewan sembelihan.
Untuk urusan buang hajat, kami memiliki seni manajemen tersendiri. Kami harus melakukannya di pesawahan yang terletak 1 km dari rumah. Kami harus mengatur waktu perjalanan antara rumah dan pesawahan yang bila ditempuh dengan jalan kaki memakan waktu 15 menit. Kalo kami lagi punya sedikit uang maka untuk urusan yang satu ini kami melakukannya di WC umum di pasar.
Rumah kami memang di tengah kota, di belakang Pasar Kota Indramayu. Namun meskipun berada di tengah kota, rumah kami tidak memiliki saluran listrik. Bagaimana berfikir menggunakan listrik, wong untuk keperluan makan saja harus bergiliran.
Saya teringat ketika menjelang usia peralihan, saya punya geng yang bernama Geng KomPas yang artinya Komplek Pasar. Kami punya team sepak bola bernama Kompas Club. Saya termasuk pimpinan di Team ini. Kami sering mengirimkan undangan tantangan bermain bola pada kelompok seusia di sekitar kami. Bila team mereka menolak bertanding maka kami marah dan kami akan menantang untuk berkelahi. Bila team mereka menerima bertanding maka kami punya prinsip, team kami harus jadi pemenang. Batas permainan bola bukan ditentukan oleh waktu permainan tetapi oleh skor pertandingan. Bila waktu magrib sudah tiba namun team kami masih dalam posisi kalah maka permainan tidak boleh dihentikan, jadi harus tetap berjalan. Bila mereka menolak maka kami akan mengajak berkelahi satu lawan satu. Salah satu kenang-kenangan akibat perilaku saya pada usia peralihan tersebut adalah tanggalnya gigi depan sebelah kiri yang hingga kini masih ompong.

Tawakal Dengan Menyerahkan Sepenuhnya Kepada Allah..


Ibu saya bernama Rokayah, dilahirkan di Desa Kandanghaur. Desa yang sampai saat ini terkenal dengan istilah Pasar Jodoh. Pasar dimana tempat bertemunya anak muda untuk mencari jodoh. Menurut cerita yang dituturkan oleh ibu, konon bila seorang gadis tertarik pada seorang pemuda atau sebaliknya. Maka sang gadis harus rela tinggal di rumah orang tua pemuda tersebut. Selama beberapa hari, dia harus mengalami ’masa magang’ menjadi seorang istri yang baik. Membantu calon mertua melakukan urusan rumah tangga. Tentu saja minus ’tugas khusus’ istri melayani suami. Bila aturan yang satu ini dilanggar maka sanksi sosial dari masyarakat sekitar akan dijatuhkan pada mereka. Manakala calon mertua merasa cocok maka sang pemuda berkewajiaban menikahi si gadis. Tapi bila calon mertua tidak merasa cocok maka urusan menjadi selesai dengan sendirinya.

Ibu dilahirkan dengan bekal mental baja. Mental seorang surviver. Saya tidak bisa membayangkan mental seorang wanita yang ditinggal mati oleh lima orang yang dicintainya hanya dalam masa 2 tahun. Setiap lima bulan sekali satu persatu orang –orang yang dicintainya dipanggil oleh Allah SWT. Khairunnisa, Istiqomah, Nurbaeti dan Nunung adalah keempat adik kami yang meninggal dunia dalam usia balita. Genap 2 tahun dari kematian adik yang pertama, ayah meninggal dunia pada usia yang relatip masih muda yaitu 39 (tiga puluh sembilan tahun) tahun. 

Sejak kematian ayah, ibu berperan berganda-ganda. Ayah memang memiliki banyak saudara. 2 kakak dan 4 adik. Namun kematian ayah tidak membuat mereka berbelas kasihan pada kami. Dari segi ilmu, mereka paham betul bahwa menyantuni anak yatim adalah hukumnya wajib. Mereka pun paham bahwa sesungguhnya adalah ancaman dari Allah SWT terhadap orang yang menelantarkan anak yatim. Tapi ilmu tinggallah ilmu, kami yang yatim harus berjuang sendirian.

1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim. 
(QS 107: 1,2)

Sepeninggal ayah, ibu memulai kehidupan baru sebagai pembantu rumah tangga. Kebetulan berdekatan dengan rumah kami, ada sebuah rumah kontrakan karyawan PT. Nisconi. Nisconi adalah perusahaan rekanan pertamina yang berasal dari Negara Jepang. Ibu menjadi pembantu rumah tangga di rumah tersebut. Mencuci baju, memasak makanan, membersihkan isi rumah dsbnya, dikerjakan oleh ibu dengan ikhlas. 

Pagi hari ba’da subuh, ibu sudah harus menuju rumah kontrakan tersebut. Oleh karenya kami ke sekolah jarang sarapan pagi. Siang harinya, ketika kami pulang dari sekolah ibu membawakan kami makan. Kami makan bergiliran karena jatah makan yang ibu bawa terbatas, kami memakluminya. 

Untuk makan malam, kami harus menunggu hingga ibu pulang, terkadang hingga larut malam kami harus menunggu ibu pulang. 
Satu kisah yang tidak akan pernah saya lupakan hingga kini adalah ketika saya harus mencari menu tambahan makan malam. Saya sering menunggu bongkaran ubi jalar di pasar. Biasanya penjual ubi jalar membongkar angkutannya dari mobil truk ke tempat penyimpanannya di los pasar pada malam hari. Ubi tersebut diangkut oleh kuli angkut dengan menggunakan keranjang. Terkadang ubi yang dibawa oleh mereka ada yang jatuh dalam perjalanan. Saya akan memungut ubi tersebut. Sang pemilikpun tahu tapi mereka memakluminya. Selanjutnya ubi akan kami gunakan untuk tambahan makan malam kami.

Suatu saat kontrakan rumah tempat para karyawan Nisconi pun pindah. Ibu terpaksa berhenti bekerja. Ibu mencoba peruntukan dengan berdagang kue yang dibuat sendiri. Sebelum subuh, Ibu sudah sibuk dengan masakannya. Kami semua ikut membantu meskipun ibu tidak memintanya. 

Dengan penghasilan yang tidak menentu membuat ibu harus banyak berhutang kepada warung, toko atau bahkan kepada rentenir sekalipun. Semuanya dilakukan ibu untuk mempertahankan masa depan kami semua.

Sampai episode perjuangan hidup mati kami sekeluarga berdarah-darah, tidak nampak sedikitpun rasa belas kasihan dari saudara-saudara ayah terhadap kami. Bahkan sebaliknya kami dikucilkan, diejek, dipermainkan dan peran kehidupan yang kami jalani justru menjadi bahan tertawaan. Akhirnya ibu tidak kuat menahan segala cercaan saudara-saudara ayah maupun orang-orang yang tidak bisa hidup berdampingan dengan 7 orang anak yatim. Ibu memutuskan untuk pergi ke Jakarta. Ibu memutuskan untuk menjadi penjaga toko di salah sebuah toko milik orang China. Toko tersebut berada di Pasar Senin. Dan pada malam harinya ibu menjadi pembantu rumah tangga di rumah pemilik toko ini. 

Setiap bulan ibu pulang ke Indramayu. Dan setiap kali itu pula, ibu mendapat ejekan dari saudara ayah. Mereka menyebut pekerjaan ibu di Jakarta sebagai pekerjaan yang hina. Hal ini membuat ibu tidak tahan dengan ejekan tersebut. Ibu memutuskan pertemuan kami dilakukan di rumah nenek (orang tua ibu) di Kandanghaur yang berjarak 34 KM dari Kota Indramayu. Karena jaraknya terlalu jauh dan memerlukan ongkos yang tidak sedikit maka pertemuan sebulan sekali tersebut dilakukan dengan cara bergilir diantara kami. Bila pertemuan bulan ini jatahnya saya dan kakak maka untuk bulan berikutnya adalah saudara yang lainya. Bisa dibayangkan pertemuan kami setiap bulan selalu diawali dan diakhiri dengan tangisan kami berdelapan. Allahu Akbar, kami melakukannya dengan ikhlas. Ibu mengajarkan kami tentang berbagai bentuk kesabaran dan ketabahan. Bukan dengan berbagai teori atau konsep tapi belajar dari kehidupan nyata.

Upah hasil menjadi penjaga toko di Pasar Senin tidaklah cukup untuk membiayai kami semua. Oleh karena itu, ibu memutuskan untuk mecari tambahan penghasilan lainnya. Kebetulan ada kerabat ibu yang memiliki usaha pembuatan garam di daerah Eretan (Indramayu). Ibu ditawari pekerjaan untuk melakukan pengiriman garam dari daerah Eretan ke Pasar Kramat Jati. Garam dikirim dari daerah Eretan jam 12 malam dan tiba di Pasar Induk Kramat Jati sekitar subuh. Ibu bertugas mengawal pengiriman garam tersebut ke tengkulak yang ada di Pasar Induk Kramat Jati. Ibu melakukan tugas tersebut seminggu sekali, sementara tugas sebagai penjaga toko tetap dia lakukan. Subhanallah, Allah telah memberikan kekuatan yang luar biasa kepada ibu. Dengan kondisi yang begitu berat, Allah memberikan kekuatan baik jasmani maupun rohani.

Setahun setelah meninggalnya ayah, Yu Yati lulus dari SMEA. Yu Yati memutuskan untuk tidak kuliah, Yu Yati akhirnya mengikuti ibu ke Jakarta. Dia tinggal di tempat saudara di daerah Kebayoran Lama Jakarta Selatan dengan harapan mencari pekerjaan untuk memperingan beban ibu. Namun setahun tinggal di tempat saudara, pekerjaan yang diharap tidak kunjung datang. Akhirnya ibu menyarankan Yu Yati untuk kembali ke Indramayu. Yu Yati mendapat pekerjaan sebagai tenaga tata usaha di salah satu sekolah SLTP di Indramayu. Sambil bekerja Yu Yati mengikuti kursus menjahit. Saat ini Yu Yati berwirausaha menjadi menjahit pakaian. Yu Yati akhirnya mendapat suami yang bekerja di Pemda Indramayu.

Yu Ros kakak kedua akhirnya lulus dari SMA. Ibu kembali membawa Yu Ros ke Jakarta, dengan harapan mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Yu Ros ikut dengan Yu Dasmi kerabat ibu yang tinggal di daerah Pondok Kopi Jakarta Timur. Kebetulan beliau bekerja di BNI 1946 di daerah Kota Jakarta Barat. Yu Rospun mengikuti seleksi di BNI 1946. Waktu yang dibutuhkan untuk proses seleksi ini sekitar setahun. Dalam masa seleksi ini, Yu Ros secara rutin pergi pulang Indramayu – Jakarta. Ada banyak cerita menarik yang disampaikan oleh Yu Ros maupun ibu pada saat proses seleksi ini. 

Suatu saat Yu Ros harus menghadiri test kesehatan. Saat itu team dokter mendapati salah satu gigi Yu Ros bolong dan harus dicabut, bila tidak dilakukan maka Yu Ros akan dinyatakan tidak lulus. Namun permasalahannya adalah untuk mencabut gigi tersebut dibutuhkan biaya sebesar Rp 25.000,- saat itu ibu tidak memiliki uang sebesar itu. Akhirnya ibu memutuskan untuk meminjam uang kepada kerabatnya di daerah Kalibaru Tanjung Priuk. Sayang ibu tidak memiliki alamat lengkapnya. Ibu hanya tahu nama kerabatnya tersebut. Akhirnya ibu meminta Yu Ros untuk mencari sendiri alamat kerabat ibu. Hal ini disebabkan karena ibu tidak bisa meninggalkan pekerjaan sebagai penjaga toko. 

Berbekal nama yang ada, Yu Ros akhirnya mencari nama kerabat ibu. Bisa dibayangkan mencari sebuah nama di daerah Jakarta tanpa alamat yang jelas akan menghasilkan apa?. Hingga waktu magrib tiba, Yu Ros berjalan-jalan sendiri menanyakan nama kerabat ibu kepada orang-orang yang ditemuinya.

Alhamdulillah menjelang Isya akhirnya Yu Ros berjumpa juga dengan orang yang dicari. Yu Rospun menceritakan maksud kedatangannya kepada kerabat ibu. Tangis pilu kasihan dan iba terhadap nasib Yu Ros, akhirnya kerabat ibu meminta Yu Ros untuk menginap di tempatnya. Memang ada perbedaan sikap dan sifat antara saudara ibu dan saudara ayah terhadap kami. Saudara-saudara ibu sangat berempati pada nasib kami.

Esok harinya Yu Ros menemui ibu untuk bersama-sama ke dokter gigi untuk mencabut gigi. Lokasi dokter gigi yang terdekat adalah di Lapangan Banteng. Rupanya waktu yang dibutuhan untuk mencabut gigi terlalu lama. Menurut penuturan ibu, saat itu waktu sudah menunjukan sekitar pukul 10 kurang lima belas menit padahal Yu Ros sudah harus hadir di BNI 1946 Kota jam 10.00. Ibu dan Yu Ros bingung bukan kepalang, seperti orang linglung, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Saat itu wajah Yu Ros sudah merah dan sembab menangisi nasibnya. Terbayang sudah kegagalan mengikuti test kesehatan. Sekonyong-konyong ibu melihat sebuah mobil patroli polisi yang sedang menjaga kawasan Lapangan Banteng. Sontak keberanian muncul dalam diri ibu. Ibu memberhentikan mobil polisi tersebut. Ibu menceritakan permasalahan yang sedang dihadapi. Tidak lupa pula Yu Ros memperlihatkan kartu test BNI 1946. 

Alhamdulillah, Allahpun memberikan kemudahan. Pak polisi selanjutnya mempersilahkan ibu dan Yu Ros untuk naik mobil kijang patroli. Saat itu Ibu dan Yu Ros masih sempat melihat sekeliling. Ternyata pada saat ibu dan Yu Ros berada di atas mobil patroli tersebut, banyak pandangan mata di sepanjang Jalan Lapangan Banteng hingga Kota tertuju kepada ibu dan Yu Ros. Tiba di depan BNI 1946 Kota pak polisipun berkata:
”Bu, maaf, tadi ibu lihat orang-orang di sepanjang jalan pada ngeliatin ibu enggak?”. 
”Ya, pak!, apa yang salah ya?”, tanya ibu.
”Maaf ya bu, mobil ini biasanya digunakan untuk ngangkut penjahat atau sejenisnya, ibu jangan kesinggung ya”, jawab pak polisi.
”Akh ! biarin aja pak, yang penting saya sudah nyampe ke sini”, jawab ibu.

Karena waktu sudah menunjukan jam setengah sebelas, ibu meminta kepada pak polisi untuk mengantarkan Yu Ros dan ibu kepada panitia test BNI 1946. Ibu berharap pak polisi dapat menceritakan kepada panitia atas apa yang sudah terjadi pada Yu Ros dan ibu. Akhirnya pak polisi yang baik hati itupun bersedia menolong. Dia menemui panitia test dan menceritakan ihwal terlambatnya Yu Ros mengikuti test seleksi di BNI 1946. Alhamdulillah test kesehatan Yu Ros pun dinyatakan lulus, meskipun terlambat datang. Ya Allah, Yu Ros dan ibu belum sempat mengetahui nama pak polisi yang baik itu. Ya Allah semoga Engkau membalas kebaikan hati pak polisi tersebut. 

Hampir satu tahun proses seleksi penerimaan pegawai di BNI 1946 berlangsung dan akhirnya Yu Rospun mendapatkan keputusan bahwa dia diterima menjadi karyawan BNI. Yu Ros tinggal di Jln. Pemuda II di samping Universitas Ibnu Chaldun Jakarta Timur. Rumah tersebut adalah milik Yu Dasmi kerabat ibu yang berbaik hati mengantarkan Yu Ros menjadi karyawan BNI 1946. Rumah tersebut memiliki 5 kamar, 4 kamar lainnya dijadikan tempat kost. Tiap kamar diisi antara dua hingga tiga orang. Kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa yang berasal dari Indramayu. Mulai saat itu Yu Ros bahu membahu bersama ibu membiayai kami berenam di Indramayu. Saat ini Yu Ros sudah menyelesaikan studi S1 nya di Universitas Wiralodra Indramayu.

Pada saat Yu Ros mengikuti seleksi penerimaan karyawan BNI 1946 di Jakarta, kendali kami sekeluarga di Indramayu dipimpin oleh Yu Yati. Upah dari honorer TU di SLTP tidaklah seberapa namun dengan tekad bersama bahwa meskipun sedikit tetapi harus dibagi, kami selalu menikmati segala kekurangan kami tersebut. Masih teringat dengan jelas, saat-saat magrib adalah saat dimana kami harus menunggu kedatangan mbok tua penjual rumbah. Rumbah adalah nama sejenis pecel atau gado-gado. Kami menunggu kedatangan mbok tua karena kami tahu, saat magrib adalah saat dimana mbok tua pulang dari berdagang rumbah keliling. Biasanya sambel atau bumbu rumbah akan berlebih. Kami membeli sambel tersebut, untuk selanjutnya kami tambahkan air lagi sehingga menjadi lebih banyak. Lalu kami bagi air atau kuah rumbah tersebut untuk dijadikan teman makan malam kami. Terkadang kami mendapati mbok tua tidak memiliki sisa kuah rumbah, karena rumbah dagangannya sudah habis terjual. Maka saat itulah kami harus bersabar untuk tidak makan malam lagi. Subhanallah, Ya Allah Engkau telah memberikan kepada kami kekuatan yang tiada taranya sehingga meskipun kami terkadang tidak makan malam tetapi kami masih tetap dapat diberi kesabaran dan kekuatan. 

Saatnya Yu Ipah, kakak ketiga kami dalam proses kelulusan dari SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Untuk meringankan beban kehidupan kami, Yu Ipah bersedia tinggal di rumah tetangga kami. Kebetulan ada tetangga kami yang berumur lanjut dan seluruh anaknya tinggal di luar kota Indramayu. Yu Ipah bertugas menemani ibu tua tetangga kami. untuk itu Yu Ipah diberi imbalan sekedarnya. SPP Yu Ipah di SPGpun dibantu olehnya. Saya masih ingat betul setiap sore hari Yu Ipah selalu menyempatkan diri untuk datang ke rumah kami dengan membawa sedikit kue atau makanan. Kami selalu senang menerima kue yang dibawa Yu Ipah.

Yu Ipah akhirnya lulus dari SPG dan selanjutnya menjadi guru SD. Saat ini Yu Ipah masih mengajar di salah sebuah SDN di Indramayu. Yu Ipah memiliki suami seorang wiraswasta.

Kabar baik datang juga, atas prestasinya Yu Sri kakak keempatku mendapatkan beasiswa dari sekolahnya. Ketika lulus dari SMA. Dia meminta ijin kepada ibu untuk melanjutkan kuliah tapi ibu menyerahkan sepenuhnya kepada Yu Ros karena beban keluarga sebagian disanggah olehnya. Alhamdulillah akhirnya Yu Sri akhirnya dapat kuliah dan menyelesaikan DII IKIP Jakarta. Saat ini Yu Sri mengajar di SMP Negeri Dukuh Indramayu. Dia akhirnya dapat merampungkan S1nya di Universitas Wiralodra Indramayu. Yu Sri memiliki suami guru, teman mengajarnya.

Nasib kurang beruntung menimpa saya. Ibu tidak pernah bisa membayar SPP saya. Akibatnya saya tidak pernah mengambil raport dikarenakan SPP belum dibayar. Saya masih ingat betul SPP saya dibayarkan sekaligus dari kelas satu hingga kelas 3 SMP, itupun menjelang pembagian ijazah SMP saya.

Salah seorang teman sekelasku pernah bertanya:
”Idos, kamu naik juga ya?”, tanya dia kepada saya.
”Tauk tuh!, sa............bodoh, orang raport aja belum lihat”, jawab saya.
”Koq kamu yakin naik kelas sih, kamu khan belum lihat raport?”, tanyanya lagi.
Saat itu sebenarnya saya pengen bilang sama dia: 
”Ya kalo kamu aja naik kelas, masak iya saya enggak naik kelas sih!!!!!!!!”.

Tapi pertanyaan tsb hingga saat ini Alhamdulillah belum terucapkan langsung kepada dia. Ya, maklum aja lah, wong teman saya yang nanya tersebut punya ranking 43 dari 44 siswa di kelas. Sementara saya sendiri selalu masuk 3 besar di SMP N 2 Indramayu. SMP yang sangat favorite di Indramayu hingga saat ini.
Menjelang kelulusan saya dari SMA. Yu Ros memutuskan untuk minta mutasi dari BNI 1946 Cabang Kramat ke BNI 46 Cabang Indramayu. Rupanya dia kurang cocok dengan kehidupan kota Jakarta. Akhirnya Yu Rospun meminta ibu untuk berhenti bekerja dan bersama-sama pulang kampung ke Indramayu. Yu Ros menikah dengan kawan SMAnya (saat ini kakak ipar bekerja di Dinas Perijinanan Pemda Indramayu. Yu Ros mengontrak rumah di Indramayu. Ibupun diboyong untuk tinggal bersamanya.

Kesabaran dan Tawakal itupun Berbuah.
Masih terngiang dalam ingatan, siang itu di Bulan Mei Tahun 1986 (Seribu Sembilan Ratus Delapan Puluh Enam). Suasana di pelataran SMA Negeri 1 Indramayu tampak lebih lengang. Area parkir kendaran motor yang biasa ramai, kini terlihat sepi. Hanya beberapa kendaran motor saja yang diparkir sembarangan. Suasana yang sama juga terlihat di tengah lapangan sekolah. Lapangan Basket yang biasa digunakan oleh teman-teman untuk bermain basket pun tampak lengang. Hal sama juga terlihat di ruangan kelas. Hanya beberapa siswa saja yang terlihat bersenda gurau. Sekolah, yang saat itu dikenal dengan sebutan SMANSA atau SMA Negeri Satu, terlihat lebih lengang dibandingkan biasanya. Tidak ada kegiatan belajar mengajar yang biasa dilakukan oleh sekolah. Semuanya maklum, saat itu siswa kelas 3 baru saja menyelesaikan ujian akhir. Sementara kelas 2 dan kelas 1 masih pada libur. 

Yah……ujian akhir bagi seorang pelajar kelas 3 SMA adalah penentuan bagi mereka. Apakah dapat lulus dari SMA ataukah tidak?. Apakah dapat meneruskan kuliah ataukah harus tinggal dan mengulang di kelas yang sama.Di salah satu sudut ruangan kelas, tampak terlihat sejumlah siswa duduk bergerombol santai bersenda gurau. Saat itu saya bersama beberapa teman dari kelas 3B2 sengaja datang ke sekolah. Sekedar untuk nongkrong sambil ngobrol ngalor ngidul di sekolah. 3B2 adalah sebutan bagi kelas kami. Sebutan ini untuk menunjukan bahwa kami adalah kelas 3 Jurusan IPA dan kelas paralel ke-2. SMA Negeri 1 Indramayu saat itu memiliki 4 kelas Jurusan IPA yang paralel yaitu 3B1, 3B2, 3B3 dan 3B4. Untuk kelas jurusan bahasa, kita menyebutnya 3A1 karena hanya ada satu kelas bagi Jurusan Bahasa. Sementara kelas jurusan IPS kita menyebutnya 3C1, 3C2 dan 3C3.

Kami ngobrol ngalor ngidul dari omongan tentang soal-soal ujian, hingga berbagai impian untuk meneruskan kuliah. Mahsun, salah seorang sahabat karib saya dengan antusias mengatakan bahwa dia ingin menjadi guru yang baik. Oleh karenanya dia mantep untuk masuk ke IKIP (sebelum berubah nama menjadi UNJ) dan IKIP Jakartalah yang akan menjadi tujuan kuliahnya. Seorang teman lainnya dengan berapi-api begitu yakin bisa masuk APDN (sebelum berubah nama menjadi IPDN). Sementara yang lainnya bercerita banyak tentang UGM, ITB, UnPad, Universitas Diponegoro dsbnya. Saya hanya menjadi pendengar yang baik saja waktu itu. Maklum meskipun saya juara pertama dikelas 3B2 dan juara 3 untuk seluruh jurusan IPA. Namun saya masih belum yakin apakah saya bisa melanjutkan kuliah.

Yah,.....bukannya saya pesimis dengan masa depan saya tetapi kondisi keuangan keluarga yang memaksa saya untuk mengerem berbagai mimpi-mimpi saya. Universitas Indonesia (UI) memang menjadi impian utama saya. Kuliah di Universitas Indonesia adalah cita-cita yang sejak lama sudah saya pendam.
“Dos, dicariin Bu Yanie tuh!”, kata salah seorang teman mengagetkan kami semua. Idos adalah nama kecil saya. Teman-teman selalu memanggil saya dengan sebutan tersebut. Sementara Bu Yanie adalah Guru Matematika sekaligus wali kelas kami. Nama panjangnya sih Tanyanie, tapi beliau lebih suka dipanggil Bu Yanie, untuk mempercepat panggilan katanya. 
“Wah ada apa lagi ya, Bu Yanie nyariin saya?” Tanya saya. 
”Tahuk tuh!, katanya ada kabar bagus buat kamu” Jawab teman saya.
”Kabar apa lagi?”.
”Udah lah. Enggak usah nanya dulu, mendingan kamu ke sana aja!”, sahut teman saya. Belum bergerak saya melangkah menuju kantor guru, dari arah berlainan, beberapa teman saya berteriak, ”Dos, selamat ya!, kamu diterima masuk UI!. ”PMDK, enggak pake test !!”. 

Kaget, enggak percaya dengan kabar tersebut, saya berlari menuju kantor guru. Disana sudah menunggu Bu Yanie bersama beberapa guru lainnya.
”Firdaus!, selamat ya – kamu diterima PMDK di Jurusan Fisika UI”.
”Akh, yang bener, Bu ?”, tanyaku dengan perasaan yang enggak percaya.
”Nih surat dari Dikti, kamu baca sendiri aja”, kata Bu Yanie.
”Alhamdulillah..........”, gumamku.
Dengan sedikit gemetar surat itupun saya terima. Lalu saya baca isi surat tersebut. Di dalam surat tersebut, tertulis jelas nama saya, nama sekolah saya dan nama program studi Fisika Universitas Indonesia dengan nomor program studi 220447. 
”Makasih bu”, sahut saya. 
”Oh ya, Fisikanya yang S1 atau yang D3 ya?”, tanya seorang guru yang lain.

Lembar pemberitahuan penerimaan PMDK dari depdikbud dirjen dikti-pun saya buka lagi. Tangan saya gemetar, saya masih belum percaya bahwa saya masuk UI tanpa melalui test lagi. 
”Saya masuk yang S1, Bu!”, kataku.
Sontak beberapa guru lain yang berada di ruang gurupun memberikan selamat kepada saya. Teman-teman saya yang sedari tadi berada di luar ruangan guru pun ikutan memberikan selamat kepada saya.
Mengapa jurusan fisika menjadi pilihan utama saya?. 

Saat saya duduk di kelas 2 SMA, saya diajar oleh seorang guru bernama Pak Udan. Beliau adalah guru fisika yang baru. Sebelumnya beliau mengajar di salah satu SMA di Bandung. Pak Udan mengajar fisika dengan konsep sederhana, bahwa fisika itu mudah. Fisika adalah bukan pelajaran yang menakutkan. Sejak Pak Udan mengajar fisika di sekolah, praktekum fisika menjadi sering dilakukan. Hal ini membuat saya menyenangi pelajaran fiska. Berkat sistem pengajarannya yang simpel membuat saya begitu tertarik dengan perhitungan-perhitungan yang ada dalam pelajaran fisika. Setelah itu sayapun mantap untuk meneruskan kuliah di jurusan fisika. 

Saya memilih jurusan S1 Fisika UI sebagai pilihan pertama PMDK dan D3 Fisika UI sebagai pilihan kedua. Saat itu memang beberapa universitas negeri yang memiliki fakultas MIPA membuka 2 jurusan yaitu S1 dan D3. Jurusan S1 diperuntukan bagi yang mau menyelesaikan program sarjana. Sementara program D3 diperuntukan bagi calon guru. Kalo tidak salah program ini dibentuk oleh pemerintah sebagai jawaban atas kurangnya mutu guru yang mengajar mata pelajaran MIPA di sekolah saat itu.

Hari itu adalah hari dimana saya merasa sebagai orang yang telah diagungkan oleh Allah SWT. Paling tidak, diterimanya saya menjadi mahasiswa UI adalah jawaban saya terhadap perjuangan ibu. Saat itu saya telah membuktikan bahwa penderitaan ibu tidaklah sia-sia. Oleh karenanya Ibulah orang pertama yang saya kabari tentang berita penerimaan PMDK saya. Betapa senangnya hati ibu mendapat berita tersebut. Senyum bahagia menghiasi wajah ibu saat itu.

Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS, 62;4)
Segala macam rasa berkecamuk pada diri saya. Bingung, seneng, optimis, ragu-ragu dsbnya. Bagaimana tidak, di dalam surat pemberitahuan dari dikti tersebut diinformasikan bahwa saya harus daftar ulang pada tanggal 17 Juni tahun 1986. Pada tanggal tersebut, SPP dan seluruh keuangan harus sudah dibayarkan. Bila terlambat maka calon mahasiswa dinyatakan mengundurkan diri dan dianggap gugur.

Ibu membekali saya dengan uang Rp 125.000,-. Saya masih ingat betul saya berangkat Hari Sabtu pagi dan tiba di UI Salemba siang hari. Saya langsung daftar ulang. Apa dinyana ternyata saya harus membayar uang SPP Rp 100.000,- ditambah uang Dana Kesejahteraan Kampus sebesar Rp 10.000,-. Sementara uang pemberian ibu yang sebesar Rp 110.000,- sudah saya gunakan untuk ongkos Bis Indramayu – Jakarta beserta makan siang. Uang yang ditangan tinggal sekitar Rp 100.000,-. Saya bingung, baru kali ini saya ke Jakarta dan sudah langsung menemui masalah besar. 

Pendaftaran ulang terakhir adalah besok jam 16.00. Bagi peserta yang tidak mendaftar ulang akan dinyatakan mengundurkan diri. Sabtu siang itu saya berjalan-jalan tanpa tujuan. Saya berkeliling di sekitar Wisma Daksinapati, asrama bagi mahasiwa UI di Rawamangun. Alhamdulillah menjelang magrib saya bertemu dengan kerabat ibu dari Indramayu. Sayapun menceritakan permasalahan yang sedang saya hadapi. Kerabat ibu bilang: ”Sebenarnya kamu masih punya saudara yang menjadi dokter. Dia buka praktek di Rawamangun, nanti malam saya antarkan kamu ke sana”. Menjelang jam 20.30 kami menuju ke rumah dr. Khumaedi. Sayapun menceritakan permasalahan yang saya hadapi. Saya diminta menunggu oleh dr. Khumaedi karena pasien masih banyak. Menjelang jam 22.00 akhirnya dr. Khumaedi dapat menemui saya. Saya diminta untuk menginap di rumahnya namun saya menolaknya dengan alasan harus menyiapkan pendaftaran ulang. Saya dibekali uang Rp 100.000,-, uang yang cukup besar untuk masa itu (setara dengan uang spp saya satu semester). Dr Khumaedi yang saya maksud, saat ini telah menjadi orang penting di RSU Kota Tangerang. Semoga Allah memberi keberkahan kepada keluarganya.

Suka duka semasa kuliah saya lalui. Saya hanya dikirimi uang oleh ibu sebesar Rp 5.000 hingga Rp 10.000,- per minggu. Pengiriman uang dilakukan melalui surat. Uang lima ribu dibungkus kertas karbon lalu dimasukan ke dalam amplop. Cukup aman untuk mengelabui orang yang iseng. Pernah suatu ketika saya mendapati surat yang ibu kirim ternyata tidak berisi uang sebagaimana biasanya. Rupanya ada orang yang tahu isi surat tsb dan mengambil uang yang ada di dalam amplop. Entah oleh petugas pos ataukah orang lain, yang jelas saya ikhlas dengan kehilangan uang tersebut.

Kalo sudah begitu maka waktunya bagi saya untuk makan dengan teratur yaitu sehari makan dan sehari puasa.
Menjelang semester 3, saya memberanikan diri untuk melamar menjadi Co Assisten di lab kampus. Sayapun diterima dengan gaji Rp 2.500,- (Dua Ribu Lima Ratus Rupiah) per 2 jam mengajar. Saya mendapat jatah 2 kali mengajar dalam seminggunya, Alhamdulillah. 
Saya juga rajin mencari beasiswa dari satu lembaga ke lembaga lainnya. Suatu ketika saya mendapati kabar bahwa ada kerabat ayah yang menjadi petinggi di BULOG. Beliau Kepala Urusan Keuangan Bulog. Saya pun datang ke kantornya di daerah Gatot Subroto. Saya disuruh menceritakan silsilah saya dan hubungan saya dengan dia. Apa daya saya tidak bisa menunjukan silsilah tsb. Sayapun diusir dari kantor Bulog oleh satpam dengan tuduhan mengaku-ngaku saudara pejabat di Bulog. Saya sempat menceritakan hal ini kepada ibu. Ibu hanya dapat menangis mendengar cerita saya. Ibu sebenarnya tahu bahwa memang orang tersebut adalah kerabat ayah. Pada akhirnya beberapa tahun yang lalu, ibu bercerita kepada saya bahwa orang tersebut meninggal dengan cara yang tidak wajar di rumahnya yang seperti istana. 

Yayasan Achmad Bakrie, satu yayasan yang didirikan oleh Ibu Achmad Bakrie adalah yayasan yang telah memberikan saya beasiswa dari tahun 1989 hingga tahun 1993. Yayasan ini memberikan beasiswa sebesar Rp 25.000,- per bulan. Biaya kost di Depok saat itu adalah sebesar Rp 75.000,-. Karena kondisi ini maka sayapun kuliah sambil bekerja. Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan kuliah S1 saya di Jurusan Fisika FMIPA UI Depok pada tahun 1993. 
Menjelang kelulusan saya dari UI, adik pertama saya Alfiyah lulus dari SMA. Dia menjadi tanggung jawab saya. Alfiyah pun saya bawa ke Depok untuk mengikuti ujian masuk perguruan tiggi di Jakarta. Sayang nasibnya kurang beruntung. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kampung. Saat ini dia bekerja di Dinas Perijinan Pemda Indramayu dan telah menyelesaikan S1 di Universitas Wiralodra Indramayu.

Tiba gilirannya adik kedua saya Gus Abdullah lulus dari SMA N 4 Cirebon. Dia langsung saya bawa ke Depok. Maksudnya mau saya masukan ke bimbingan belajar, agar dapat mempersiapkan diri mengikuti test masuk perguruan tinggi. Nurul Fikri adalah bimbingan belajar yang saya tuju. Saat tinggal di tempat kost saya, dia terikat dengan peraturan yang saya terapkan. Salah satu peraturan yang saya terapkan padanya adalah bahwa dia diperbolehkan keluar dari kamar mulai selepas Isya hingga jam 9.00 malam. Setelah itu dia harus belajar lagi hingga jam 11 malam. 

Suatu saat, sampai dengan jam 9.15 malam, Gus Abdullah belum juga masuk ke kamar untuk belajar. Karena aturan harus diterapkan maka pintu kamar kost pun saya kunci dari dalam. Sekitar jam 12 malam induk semang saya Pak Endang berteriak-teriak memanggil saya.
”Achmad, ini Abdulloh masih di luar, buka pintunya!, kasihan dia mau tidur”, Pak Endang berteriak-teriak dengan logat Betawinya yang kental. Bisa dibayangkan Orang Betawi teriak-teriak di tengah malam yang sedang sunyi senyap, bagaimana kegaduhannya.
Sayapun membuka pintu. ”Biarin aja, dia tidur di bawah pohon belimbing. Saya minta Pak Endang jangan kasih dia tempat buat tidur. Kalo Pak Endang mau ngasih dia tempat buat tidur, besok saya mau pindah kost dari sini”, saya timpali.

Pak Endang hanya terdiam saja mendengar jawaban saya.
Yah, jadilah Gus Abdullah malam itu tidur di bawah pohon belimbing di depan kamar kost saya. Saya pikir kalo aturan sudah disepakati bersama maka hukuman atau reward harus tetap ditegakan.
Alhamdulillah berkat ridho Allah SWT juga, akhirnya Gus Abdullah diterima di Prodid III STAN Pegadaian. Saat ini dia sedang diamanahi menjadi Kepala Cabang Pegadaian Cabang Cijerah Bandung. Tampaknya dia diberkahi oleh Allah sebagai Kepala Cabang spesialis ”pembuka lahan”.

Pada awal karirnya dia ditempatkan di Pegadaian Kantor Cabang Plered Cirebon. Selanjutnya diberi tanggung jawab ke Kantor Cabang Anjatan Indramayu. Setelah itu secara beruntun dia diberi amanah membuka lahan Pegadaian di Kantor Cabang Kandanghaur Indramayu, Kantor Cabang Cibaduyut Bandung dan sekarang di Kantor Cabang Cijerah Bandung. Gus Abdulloh Alhamdulillah telah menyelesaikan S1 nya di UnsWaGati Cirebon 

Setelah menyelesaikan kuliah S1 pada Bulan Juli 1993. Saya langsung mendapatkan tawaran bekerja di salah satu perusahaan Jepang ternama. Informasi lowongan saya dapatkan dari Jurusan Fisika Universitas Indonesia. Dengan alasan ingin mengikuti wisuda sarjana di Bulan Agustus 1993, akhirnya saya mulai aktif bekerja di perusahaan tersebut pada 1 September 1993. 

Selama bekerja di perusahaan Jepang tersebut, saya telah beberapa kali dibebani tugas yang berbeda-beda. Alhamdulillah saya menerimanya dengan lapang dada. Saya menganggap tugas adalah amanah. Oleh karenanya, saya harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah SWT kelak. Posisi pertama yang saya tempati saat itu adalah sebagai Technical Analist untuk produk Cylinder Video VHS. Alhamdulillah berkat kekuatan yang diberikan oleh Allah SWT, saya dapat mengemban tugas tsb. Masih ingat betul saat itu, manager saya H.Yoshida pria kelahiran Nigata, Jepang selalu memberikan banyak pelajaran buat saya. Akhirnya saya diminta oleh dia untuk men-setting Bagian Quality Control Cylinder Video Head. 

Dari tahun 1993 sampai dengan tahun 1996, Alhamdulillah saya telah menurunkan prosentasi barang reject dari rata-rata 4,5 % per bulan menjadi rata-rata antara 0,4% hingga 0.5%. Akhirnya pada tahun 1996 saya mendapatkan promosi menjadi Asistant Quality Manager Cylinder.
Saat itu, saya mulai merancang program pelatihan di Bagian Cylinder Assembley. Baik bagi new employee maupun bagi existing employee. Berbekal aktifitas tsb, pada tahun 2000 saya diminta oleh manajemen untuk men-set up Bagian Training. Mulai saat itulah, saya terjun di bidang pengembangan SDM. 

Selama menangani PSDM, saya telah melakukan berbagai kegiatan. Diantaranya set-up pengembangan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di lingkungan kerja. Banyak kegiatan yang telah dilakukan untuk mensupport target ini. Kegiatan tersebut diantaranya adalah dengan mengadakan training inhouse untuk seluruh level karyawan. Berbagai kontest Bahasa Inggris diantaranya English Speech Contest dan English Debating Contest pun dilakukan.

Pada saat itu juga, saya diminta untuk menset-up perpustakaan kantor. Masih ingat ketika pertama kali perpustakaan dibentuk, kita hanya memiliki sekitar 1500 judul buku. Namun ketika saya resign dari perusahaan tersebut, perpustakaan telah memiliki sekitar 8500 judul buku. Bisa ditebak karena 80% karyawan adalah wanita maka buku yang paling laris dibaca oleh karyawan adalah tentang wanita, buku-buku islam, anak-anak dan keluarga.
Saat ini, di salah satu institusi syariah saya diamanahkan untuk menangani bidang marketing, insya Allah dengan memohon perlindungan dan petunjuk dariNya, saya mencoba bergelut dengan tugas baru ini. 

Saya memang punya cita rasa NANO-NANO. Saya menyelesaikan S1 di Jurusan Fisika. Mengawali karir di bidang Analist, selanjutnya Quality Control, Quality Assurance, terus terjun di SDM, meneruskan kuliah Pasca Sarjana di Finance dan saat ini bekerja di Bidang Marketing, yah saya pikir saya memang rasa NANO-NANO. Manis asem rameh rasanya. 

Pada tahun 2003, saya memutuskan untuk pensiun dini dari perusahaan Jepang. Masih ingat dialaog saya dengan presiden direktur saya yaitu Mr. Izumi menjelang saya pensiun dini.
”Jadi, Pak Achmad sudah memikirkan masak-masak keputusan pensiun dini ini?”, tanya Mr Izumi kepada saya.
”Ya, pak, saya sudah mantap”, jawab saya.
“Apakah sudah berdiskusi dengan istri?”, lanjut Mr. Izumi.
“Sudah pak”, jawab saya singkat.
“Apa alasan Pak Achmad untuk mengambil pensiun dini?” tanya Mr Izumi lagi. Saya yakin pertanyaan ini hanya sekedar mengkonfirmasi ulang karena saat itupun sebenarnya Mr. Izumi memegang berkas pengunduran diri saya dan disana sudah tertulis alasan saya untuk pensiun dini.
“Saya ingin fokus menyelesaikan thesis pasca sarjana saya pak”,jawab saya.
“Lalu bagaimana untuk makan anak istri Bapak?”, tanya Mr Izumi lagi.
“Saya yakin Allah yang mengatur rizki itu pak”, jawab saya.
“Oh begitu ……. Saya hanya berharap Pak Achmad tidak hanya memikirkan kuliah Bapak saja tanpa memperhatikan keperluan anak istri Bapak,” lanjut Mr. Izumi.
“Terima kasih Pak”, timpal saya.
Yah……………..Entah hanya sekedar berbasa-basi ataupun hanya sekedar say good bye, paling tidak dialog tersebut selalu saya kenang. Insya Allah saya akan terus mengingat orang-orang yang telah ikut menjadi bagian dari kisah kehidupan saya.
Alhamdulillah akhirnya mulai 1 Oktober 2003 sayapun mengundurkan diri dari pekerjaan saya. Saya mendapatkan bekal pesangon yang cukup bagi saya dan Keluarga. Perhitungan saya pada waktu itu, meskipun saya jobless, dengan pesangon yang saya peroleh, saya bisa menghidupi saya dan keluarga saya selama dua tahun.

Ujian dari Allahpun datang. Pak Endang, induk semang saya sewaktu kuliah dulu, bersilaturahmi ke rumah. Saya sangat gembira menerima kedatangan Pak Endang ke rumah saya. Betapa tidak, Pak Endang telah menjadi bagian dari hidup saya. Ketika saya kost di tempatnya, dia seperti orang tua sendiri. Dia baik, ramah dan sangat suka menolong orang lain. 
“Achmad, saya datang kesini bukannya tanpa maksud dan tanpa keperluan. Saya baru saja ditipu orang. Saya dijanjikan untuk pendirian wartel oleh dia. Saya sudah kasih dia uang 20 juta tapi wartel sampai saat ini belum ada”, Pak Endang membuka pembicaraan.
“Innalillahi, bagaimana bisa kayak gitu Pak Endang?”, saya mencoba berempati. Saya memang benar-benar ikut merasakan kesedihan saat itu. 
Pak Endang yang saya kenal adalah orang yang tidak pernah berbuat jahat pada orang lain. Bahkan Pak Endang justru sangat gemar membantu orang lain yang mengalami kesusahan.
“Pak Endang juga enggak nyangka Achmad karena orangnyapun masih saudara sama Pak Endang”, jawab Pak Endang.
Saya melihat kesedihan yang sangat mendalam di wajah Pak Endang.
“Jadi gini Achmad, kalo Achmad bisa bantu Pak Endang, Pak Endang perlu duit untuk mengurus wartel ini. Achmad beli tanah Pak Endang yang di bawah sana, hitung-hitung Achmad membantu Pak Endang”.

Saya sangat iba mendengar ucapan Pak Endang. Saya teringat dulu ketika saya mengutarakan niat saya untuk menikah. Saat itu saya belum memiliki uang untuk membeli perlengkapan rumah. Pak Endang mengajak saya mendatangi toko mebeuler langganannya di Depok Utara. Awalnya saya diajak oleh Pak Endang hanya sekedar untuk melihat-lihat perlengkapan rumah. Namun ketika sudah tiba di toko, pak Endang memaksa saya untuk secepatnya memilih salah satu yang cocok dengan pilihan saya. 
Saya bilang, ”Saya belum punya uang Pak Endang, saya masih nunggu gajian bulan depan”.
“Ya, udah sekarang ambil aja dulu barangnya, Pak Endang yang bayarin. Nanti kalo Achmad sudah punya uang, Achmad bisa ganti uang Pak Endang”. Akhirnya dengan terpaksa sayapun membeli perlengkapan tidur dengan menggunakan uang Pak Endang.
Selanjutnya terngiang kembali beberapa peristiwa dimana Pak Endang dan keluarganya berada di tengah keluarga saya pada saat kami membutuhkan pertolongan.
Saya masih ingat ketika anak kedua saya lahir. Saat itu istri saya mengalami pendarahan dan harus dirawat di RS. Bhakti Yudha Depok. Pak Endang, anak dan istrinya secara bergantian menunggui istri saya di rumah sakit.

Demikian pula ketika anak ketiga saya lahir. Istri saya juga mengalami pendarahan yang lebih besar dan harus dioperasi cesar sehingga harus di rawat di RS Hermina Depok selama 3 minggu. Pak Endang, anak dan istrinyapun secara bergantian menunggui istri saya di RS. 
Mengingat itu semua, akhirnya saya meminta istri saya untuk dapat membantu Pak Endang. Kami tahu betul baru kali ini Pak Endang meminta bantuan kepada saya. 
“Pak Endang, saat ini saya memang punya uang tapi terus terang, uang ini adalah simpanan untuk keperluan keluarga saya sementara saya belum bekerja lagi. Moga-moga bisa bermanfaat tapi saran saya Pak Endang harus berhati-hati, jangan sampai dua kali tertipu orang”, saya mencoba untuk menjelaskan. 
Alhamdulillah, saat itu saya merasa berbahagia sekali karena telah membantu orang yang sedang mengalami musibah. Meskipun risiko yang harus saya tanggung adalah tabungan saya untuk keperluan keluarga dengan 3 orang anak hanya tersisa untuk satu bulan ke depan sementara saya sendiri belum memiliki penghasilan tetap. Tapi syukur Alhamdulillah saya masih bisa membantu orang lain yang sedang mengalami kesusahan. 

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung (QS 59: 9)

Sebenarnya pada saat itu saya masih memiliki penghasilan meskipun tidak tetap. Berbekal network yang saya miliki, saya sering diminta oleh beberapa teman untruk mengisi materi seminar dan workshop. Saya memiliki pengalaman di manajemen produksi, Quality, HR, maupun Keuangan. Saya telah beberapa kali diminta oleh Departemen Perindustrian untuk melakukan pembinaan kepada perusahaan kecil dan menengah tentang manajemen qulaity dan produksi. Saya juga pernah menjadi bagian dari team pengembangan Primaniyartha Award yang di setting oleh BPES (Badan Pengembangan Ekspor Nasional). Suatu penghargaan yang diberikan lepada perusahaan pengekspor terbaik. 

Ujian itu Berbuah Keberkahan.
Tahun 2003 Allah SWT menunjukan kebesarannya. Saat itu, Ibu menemui Yu Ros.
”Ros, rasanya sudah waktunya ibu pergi ke tanah suci”, pinta ibu kepada Yu Ros.
”Iya bu, saya juga sudah kepikir untuk memberangkatkan ibu kesana, tapi saya belum punya uang untuk keperluan itu”, jawab Yu Ros.
”Insya Allah saya sudah punya Lima Belas Juta”, jawab ibu.
Subhanallah, Yu Ros kaget mendengar ulasan ibu.
”Ya udah kalo gitu saya tinggal cari kekurangannya aja”, jawab Yu Ros.
Akhirnya Yu Ros pun memenuhi kekurangan ongkos haji ibu.
Setelah proses pendaftaran dan segala sesuatunya selesai. Yu Rospun menginformasikan kepada saya perihal keberangkatan ibu ke tanah suci. Jelas saya protes berat. Mengapa untuk urusan yang satu ini saya tidak dilibatkan. Paling tidak – saya bisa ikut urunan mengongkosi ibu. Tapi Yu Ros berkelit. ”Kalo untuk urusan membantu ibu dan saya mampu melakukannya buat apa saya harus minta tolong ke yang lain. Subhanallah, ajaran ibu begitu melekat pada diri kami semua.
Akhirnya ibupun berangkat haji ke tanah suci dengan selamat. Suatu hadiah yang tak ternilai dari Allah SWT bagi hambanya yang beriman.

Keberkahan Makin Saya Rasakan Manakala Keputusan Bekerja di Institusi Syariah.
Selepas mengajukan pensiun dini dari perusahaan Jepang, saya aktif menjadi nara sumber berbagai seminar maupun workshop. Dengan mengandalkan network yang saya miliki, saya mendapatkan kesempatan tersebut. 

Godaanpun datang, saya ditawari bekerja di salah satu perusahaan otomotip Jepang. Saya sempat ditawari suatu posisi tertentu. Benefit yang ditawarkan cukup lumayan. Saya bisa mendapatkan kendaraan seharga 250 juta dan dapat dicicil selama 5 tahun tanpa margin. Sementara perusahaan Jepang lainnya dari industri elektronik juga sempat menawari suatu posisi tertentu. Anehnya semua penawaran itu saya tolak. Saya hanya berfikir meskipun fasilitas yang saya dapatkan lebih baik dibandingkan perusahaan pertama tetapi karena masih perusahaan Jepang juga maka itu berarti sama saja tidak ada perubahan.

Sampai kemudian saya mendapatkan penawaran bekerja di salah satu institusi syariah. Awalnya saya sempet ragu dengan penawaran itu. Tapi satu peristiwa telah menggoyahan saya. 
Saat itu saya sedang naik Bis Kota Jurusan Kampung Rambutan – Bekasi. Saya dalam persiapan mengadakan saresehan dengan teman-teman. Tiba-tiba seorang anak pengamen naik ke atas bis kota. Dia mulai melantunkan sebuah senandung.

Tombo Ati, iku lima perkarane.
Kaping pisan moco quran sak maknane.
Kaping pindo, shalat wengi lakonono
Kaping telu, wong kang sholeh kumpulono
Kaping papat, wetengiro ingkang luwe
Kaping lima, dzikir wengi ingkang suwe
Salah sakwijine sopo biso ngelakoni
Insya Allah Gusti pangeran ngijabahi

Suaranya merdu, tidak terburu-buru dan ejaannyapun jelas. Senandung Tombo Ati memang sesekali pernah saya dengar sebelumnya. Seingat saya di beberapa mushola kampung sering menyenandungkan Tombo Ati ini. Namun untuk yang kali ini, saya begitu terkesan dengan isi syair senandung tersebut. Saya sendiri belum tahu bahwa pada saat itu, lagu yang berawal dari wali songo dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa tersebut ternyata sedang populer. 

Berulang kali saya meresapi isi syair lagu tersebut. Ternyata melalui senandung inilah saya mendapatkan keberkahan yang berlebih..
Turun dari Bis, HP saya berdering.
“Assalamu alaikum, dengan Pak Achmad Firdaus, Pak”, sapa yang di seberang sana.
“Wa alaikum salam, iya Pak, darimana nih?’, sahut saya.
“Dari Takaful Pak, Alhamdulillah Bapak diterima bekerja di Takaful. Bisakah Bapak datang hari kamis minggu depan”, tanya orang disana lagi.
“Oh gitu ya Pak”, jawab saya.

Sepulang dari Bekasi, saya mengabarkan informasi tersebut kepada istri saya. Seperti biasa istri saya selalu menyerahkan segala sesuatunya kepada saya. Sebenarnya waktu itu saya masih ragu menerima penawaran kerja di institusi syariah ini. Maklum kesibukan saya mengisi seminar dan workshop begitu saya nikmati. Dan saya enjoy dengan situasi ini. 

Anehnya senandung Tombo Ati kembali terngiang-ngiang di telinga ini. Saya mulai merunut-runut isi syair lagu tersebut.
Membaca Quran dan Maknanya, Lakukan Shalat Malam, Berkumpul dengan Orang shaleh, Perbanyak Berpuasa, Perbanyak Dzikir Malam.
Saya mulai mencerminkan diri sendiri dengan lagu tersebut. Lama merenung dan memikirkan hal itu, akhirnya tiba pada kesimpulan bahwa ternyata saya hanya melakukan empat dari kelima hal yang disarankan di lagu tersebut. Saya berpikir membaca Al Quran, Alhamdulillah sudah rutin saya lakukan meskipun seingat saya waktu itu, saya hanya meghatamkan bacaan Alquran hanya sekali dalam dua tahun. Shalat Malam, Alhamdulillah saya lakukan meskipun terkadang hanya shalat ba’diyah isya yang ditutup dengan witir. Berpuasa, dalam hal ini puasa sunah Senin – Kamis, Alhamdulillah sudah menjadi kebiasaan saya sejak SMA. Saya masih ingat, kebiasaan ini pernah saya tinggalkan selama 2 tahun ketika saya terkena penyakit liver. Setelah itu Alhamdulillah Allah masih memberi saya kekuatan melakukan ibadah ini. Adapun Dzikir, 

Alhamdulillah sering saya lakukan menjelang tidur. 
Lalu, bagaimana dengan berkumpul bersama orang-orang sholeh?.
Lama saya memikirkan hal ini. Apa yang sudah pernah saya lakukan berkaitan dengan ajakan berkumpul dengan orang shaleh ini?.
Perenungan ini tiap jamnya mengganggu saya. Sampai kemudian saya memutuskan. Ya Allah kalau memang ini hidayah yang Engkau berikan kepada saya, mudahkanlah langkah saya. Akhirnya sayapun memutuskan untk menerima pekerjaan di institusi syariah ini. 

Pada tahun pertama bekerja di institusi syariah, ujian dari Allah datang juga. Saat bekerja di institusi syariah ini, saya sudah tidak memiliki kendaraan lagi. Sayapun pergi pulang menggunakan angkutan umum. Ada beban tersendiri pada diiri saya dengan menggunakan angkutan umum ini. Dulu sewaktu saya bekerja di perusahaan lama, saya memiliki kendaran sendiri bahkan saya pun memiliki sopir pribadi yang mengantar dan menjemput saya dari rumah ke kantor. Saya sangat tertekan sekali dengan kondisi ini. Apalagi mengingat tawaran sebelumnya dari perusahaan Jepang yang menjanjikan car loan seharga 250 juta tanpa margin. Sayapun mulai goyah. Saya berpikir kalo memang keputusannya harus bekerja kembali sebagai pegawai mengapa bekerja di institusi syariah ini yang saya ambil, bukankah sewaktu ada tawaran dari perusahaan Jepang mereka menjanjikan fasilitas yang lebih baik?.

Menyetop kendaran umum menjelang berangkat kerja ataupun pulang kerja merupakan saat-saat yang paling memalukan bagi saya waktu itu. Untuk itu, biasanya sebelum saya naik angkutan umum, saya membeli koran terlebih dahulu. Lalu di dalam angkutan umum saya akan mencari tempat yang di belakang. Sepanjang perjalanan saya harus menutup wajah saya dengan koran tersebut. Saya khawatir bila ada orang yang mengenal saya di angkutan umum maka saya akan merasa malu mengahadapinya. Itulah yang terpikir oleh saya pada saat itu.

Beban berat ini makin bertambah berat ketika pada suatu hari anak saya pernah bertanya kepada saya:
“Pak, katanya dulu Bapak kuliah lagi karena pengen dapat yang lebih baik, sekarang khan Bapak sudah kerja lagi, berarti sudah dapat yang lebih baik lagi ya?” .
“Iya, Alhamdulillah”, jawab saya.
“Kalo gitu kapan kita beli mobil lagi?”, tanya balik anak saya.
“Nanti sabar lah......”, jawab saya.
Ada suatu beban berat yang menindih di hati ini ketika pertanyaan itu diluncurkan oleh anak saya.

Sampai suatu sore sepulang kerja menuju rumah. Saat itu saya sedang menunggu angkutan umum di Pasar Minggu, seorang pengendara motor menghampiri saya.
“Pak Firdaus, lagi ngapain?”, tanya pengendara motor.
Saya masih belum bereaksi atas pertanyaan orang tersebut. Tapi panggilan dengan sebutan “Pak Firdaus” merupakan pertanda bahwa orang tersebut mengenal saya bukan di kantor, juga bukan di rumah saya yang di Depok. Saya mafhum di kantor maupun di lingkungan rumah yang di depok, saya biasa dipanggil dengan “Pak Achmad”. Saya langsung berpikir dia pasti kenalan saya di Bojonggede. Saya memang punya rumah di Bojonggede. Bahkan saya pernah menjabat Ketua RT selama 2 periode disana. 

Pengendara motor tersebut membuka helmnya. “Ya Allah!!”, saya sangat kaget menatap orang tersebut. Saya sangat mengenali wajah di balik helm tersebut. Dia adalah salah seorang warga saya di Bojong Gede. 
Ketika saya menjadi Ketua RT, dialah warga saya yang tingkat ekonominya paling minus. Bahkan pada saat krisis ekonomi di tahun 1998 yang lalu, dia sampai berdagang nasi goreng keliling perumahan.
Nah kalo saat ini dia sudah menggunakan motor berarti tingkat kehidupannya sudah meningkat, begitu yang terlintas di benak saya.
“Pak Firdaus lagi nunggu angkot?, Enggak pake mobil Pak?” tanya dia.
Saya masih belum bisa menjawab pertanyaannya. Saya merasakan badan saya berkeringat dingin. Seluruh badan saya seperti gemetar. Saya yakin bila pada saat itu saya bercermin maka saya akan melihat perubahan drastis pada raut muka saya. Untunglah saat itu menjelang magrib, suasana mulai gelap.
“Eh, iya pak!, lagi nunggu angkot nih?”, sayapun mencoba menetralisir keadaan.
“Mobilnya kemana, Pak?”, tanya dia lagi.
Ya Allah, apakah ini ujian dari Mu?. Saya sedang menghindari pandangan orang yang mengenal saya, sementara saat ini justru Engkau menghadapkanku pada orang yang dulu sering kami bantu ekonominya.
Kembali saya mencoba menenangkan diri saya. Saya masih bingung jawaban apa yang harus saya kemukakan. 
“Mobilnya lagi dipake orang, Pak”, jawab saya.
“Oh gitu, ya udah saya duluan ya Pak”, 
“Silahkan Pak”, jawab saya.

Allahu Akbar!, Ya Allah rencana apa yang sedang Engkau berikan pada diri saya ini. Angkutan kota yang saya tunggupun tiba. Saya secepatnya masuk dan mendapatkan duduk di belakang. Kembali saya merenung atas apa yang baru saja saya alami. Menjelang Lenteng Agung sayup-sayup terdengar azan magrib. Saya mulai meneteskan air mata. Ya Allah, dulu saya sangat kere. Saya orang miskin. Saya tidak punya apa-apa? Kenapa karena saya tidak menggunakan mobil sendiri lantas dunia seperti mau kiamat?. Ya Allah ujian ini terasa lebih berat ketimbang ujian yang pernah engkau berikan sebelumnya. Ya Allah berikan aku kekuatan dan kesabaran untuk menerima ujian dari Mu. 
Tiba di rumah, saya segera melaksanakan shalat magrib. Saya banyak membaca istigfar setelahnya. Alhamdulillah, setelah itu dada mulai lapang, hati mulai tenang, fikiranpun menjadi lepas.

Keberkahan Tidak Harus Berbentuk Finansial.
Rupanya Allah memang sedang berencana terhadap saya. Setelah kejadian pertemuan saya dengan kawan saya di Pasar Minggu, hati menjadi lebih tenang, pikiran juga tidak berat. Saya merasakan enjoy sekali. Pergi pulang dengan angkutan umumpun saya nikmati sebagai suatu keberkahan. Saya mulai sering ketiduran di angkutan umum manakala saya berangkat dan pulang kerja.

Beberapa kali saya terlambat masuk kantor oleh karena saya ketiduran di kendaran umum. Ketiduran dengan jarak 1 hingga 2 KM dari kantor di jalur Mampang yang sangat macet, sungguh merupakan suatu kenikmatan. Demikian pula ketika saya pulang kerja, terkadang saya harus balik arah lagi dengan berjalan kaki karena turun di jarak setengah hingga satu kilometer dari pemberhentian di Jalan Margonda Depok yang sangat terkenal macetnya.

Suatu saat saya menghadiri kuliah dhuha di kantor. Saya mengadukan kondisi ini kepada ustadz pengisi materi. Seingat saya materi yang disampaikan pada saat itu adalah tentang stress. Saya bercerita bahwa ketika saya bekerja di Perusahaan Jepang saya pernah mengalami insomnia selama 3 hari 3 malam. Hal ini terjadi lantaran saya terkena stress dari kantor. Tapi ketika saya bekerja di institusi syariah ini saya justru sering terlambat masuk kantor karena sering ketiduran di kendaran umum. Saya meminta jalan keluarnya kepada Pak Ustadz.

Pak Ustadz menjelaskan bahwa itulah yang dinamakan keberkahan. Kalo dulu stress tapi saat ini karena memperoleh keberkahan maka hati menjadi tenang, pikiranpun enteng.
Subhanallah, apa yang terjadi setelah keluh kesah saya kepada ustadz menyikapi perilaku saya di angkutan umum. Ndilalah setelah saya berkeluh kesah dengan ustdaz, Alhamdulillah saya tidak pernah lagi datang terlambat di kantor, demikian pula ketika saya pulang. Saya memang tetap ketiduran di angkutan umum tapi ndilalahnya menjelang tujuan akhir, saya selalu terbangun. Subhanallah inilah yang saya maksudkan bahwa keberkahan tidak harus bersifat finansial.

Doa & Tawakal Bagi Pencapaian Target. 

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.QS 2: 186

Ketika saya pertama kali bekerja di perusahaan Jepang saya pernah membuat target hidup bahwa sepuluh tahun yang akan datang saya sudah harus menyelesaikan kuliah S2 saya. Saya terus-menerus memelihara target itu. Sayapun rajin melakukan searching pada beberapa program studi. Ketika itu saya tertarik pada progarm studi ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Saya masih menyimpan brosur penerimaan mahasiswa baru program tersebut. Saat itu biaya per semesternya adalah sebesar 3,5 juta. 

Alhamdulillah kesempatan itupun datang juga. Pada tahun 2001 Allah SWT memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu tentang Human Resources Development di Negeri Jepang. Program yang diberikan adalah tentang konsep dan aplikasi dari Longlife Human Resources & IT Implementation in Business. Saya mewakili perusahaan saya dan menjadi utusan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia). Saya menimba ilmu melalui NICC (Nikkeiren International Cooperation Center) di Tokyo, Kyoto dan Chiba. 

Selama mengikuti pelatihan di Negera Jepang, saya berusaha mengirit uang saku saya. Saya tidak memperdulikan tingkah laku teman-teman seangkatan saya. Saya perhatikan mereka seolah-olah sangat menikmati berbelanja berbagai kebutuhan sekunder di Negara Jepang. Saya ingat betul ada di antara teman saya, sepulangnya dari Jepang dengan membawa organ, kamera digital dengan teknologi terkini, note book dan peralatan elektronik lainnya. Adapun saya hanya membawa pulang sebuah kamera analog bekas seharga 3000 Yen atau setara dengan 225 ribu.

Singkat cerita sayapun pulang dari Jepang. Saya menukarkan seluruh Yen saya, Alhamdulillah saya masih menyisakan sekitar 8 jutaan. Saat itu juga saya memutuskan untuk meneruskan kuliah saya. Namun apa dinyana, saat itu SPP Pasca Sarjana Kelas Malam sudah mencapai Rp 8.000.000,- / semester. Akhirnya dengan persetujuan istri, sayapun menjual mobil saya dan membeli mobil lainnya yang lebih murah. Total dana yang terkumpul saat itu adalah lebih kurang 24 juta. Sayapun mantap untuk menyelesaikan kuliah Pasca Sarjana saya. Saya mencanangkan target untuk menyelesaikan kuliah Pasca Sarjana saya paling lambat 2 tahun. Dengan demikian saya hanya membutuhkan dana tambahan untuk SPP semester ke empat saja.

Alhamdulillah akhirnya saya dapat menyelesaikan kuliah Pasca Sarjana saya selama 22 bulan. Saya lulusan ketiga di angkatan saya.

kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.QS 3:159

Pada satu kesempatan lainnya, saya bersama istri mendiskusikan salah satu jenis pengeluaran keluarga yang harus kami kendalikan. Pengeluaran tersebut adalah biaya antar jemput anak ke sekolah yaitu sebesar Rp 250.000,- per bulan (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah). Kami meyakini bahwa biaya tersebut bisa kami kendalikan.
Berbagai macam alternatip solusi kami kumpulkan, hingga kami menemukan satu pilihan solusi yang menurut kami cukup baik. Solusi tersebut adalah antar jemput anak tidak dilakukan oleh orang lain. Memang selama ini antar jemput anak ke sekolah dilakukan oleh tukang ojek. Kami berpikir tugas ini bisa dilakukan oleh istri. Dengan konsekwensi kami harus membeli motor untuk sarana transportasi. Jarak antara rumah dan sekolah anak kami sekitar 20 menit perjalanan normal atau sekitar 8 Km.

Mulai saat itu, kami sepakat bahwa kami harus membeli motor untuk antar jemput anak. Sayangnya kami saat itu belum memiliki uang yang cukup untuk membayar uang muka kredit motor.
Ndilalahnya, saya memperoleh penawaran pinjaman dana dari Koperasi Karyawan. Koperasi Karyawan menawarkan pinjaman dengan skema murabahah. Pinjaman akan diberikan khusus untuk pembelian note book atau sepeda motor. Adapun jumlah maksimum pinjaman yang ditawarkan adalah sebesar Rp 15.000.000,- (Lima Belas Juta Rupiah).

Ibarat gayung bersambut, penawaran dari koperasi karyawan tersebut benar-benar sesuai kebutuhan kami. Saat itu saya mengambil keputusan untuk mengambil penawaran pinjaman untuk pembelian motor. 
Seperti biasa sebelum saya melakukan sesuatu, saya menyempatkan terlebih dahulu untuk berdoa. Untuk memastikan bahwa apa yang akan saya lakukan akan berbuah keberkahan. Saya tidak mau keputusan mengambil kredit motor justru akan membawa banyak masalah atau bahkan bencana yang saya sendiri belum dapat memperkirakannya. 
Entah mengapa setelah beberapa hari berdoa, saya justru lebih cenderung untuk mengambil penawaran kredit untuk pembelian note book. 

Saat itu, saya benar-benar menyadari bahwa memiliki motor adalah keperluan yang termasuk prioritas untuk dilakukan. Dan pada saat yang sama Allah SWT seolah-olah mengarahkan atau membelokan keputusan yang telah saya ambil sebelumnya. 
Akhirnya sayapun mantap untuk mengambil penawaran kredit note book. Subhanallah, Allah pun menunjukan kekuasaannya. Selang beberapa hari setelah note book didapatkan. Saya memperoleh penawaran dari salah satu relasi untuk menjadi nara sumber workshop. Saya mendapatkan sejumlah uang yang cukup untuk membayar uang muka kredit motor. Yang lebih tidak saya pahami tentang matematika Allah adalah dengan uang muka yang saya bayarkan, ternyata jumlah cicilan yang harus saya bayarkan untuk kredit motor mendekati jumlah kebutuhan untuk antar jemput anak yaitu Rp 268.000,-. 

Berkah yang Allah SWT berikan ternyata tidak berhenti di situ saja. Dengan note book yang saya cicil, saya bisa menyelesaikan buku pertama saya yang berjudul CARA MUDAH MENJADI KARYAWAN MULTI INCOME. Menulis buku memang telah menjadi cita-cita saya sejak lama. Namun pencapaiannya yang begitu cepat membuat saya seolah-olah tidak percaya. Memilki note book juga membuat saya lebih produktif menulis artikel di berbagai media.
Tidak berselang lama, sayapun mendapat beberapa kali penawaran mengajar yang jumlahnya beberapa kali lipat dari harga note book itu sendiri. 

Pendek kata meskipun cicilan note book masih tersisa satu setengah tahun namun nilai tambah yang didapat dari note book jauh melampaui dari nilai note book itu sendiri. Subhanallah!.
Setelah buku pertama saya terbit, saya mencoba merilis blog pribadi saya di http://achmadfirdaus.blogspot.com. Di blog ini saya bisa merilis seluruh artikel yang pernah saya publikasikan baik yang melalui majalah maupun newsletter. Di blog ini pula saya bisa menuliskan aktifitas saya ataupun lainnya. 

Pada satu kesempatan, saya merilis di blog saya sebuah artikel berjudul Target Hidup Biar Hidup Lebih Hidup. Artikel ini berisi target hidup kami berdua, diantaranya bahwa setelah saya menyelesaikan S2 maka Ibu pun harus secepatnya menyelesaikan S1 nya sebelum anak-anak masuk SMA. 
Target hidup lainnya adalah kami akan menunaikan ibadah haji bersama sebelum AA Fatih (anak pertama kami) masuk SMA dan setelah itu saya harus dapat menyelesaikan S3 saya sebelum AA Fatih masuk kuliah.

Subhanallah Walhamdulillah Wa La Ilaaha Illallah Wa Allahu Akbar. Allah benar-benar mengabulkan doa kami. Alhamdulillah menjelang Idul Fitri 1429 H, Ibu telah menyelesaikan sidang ujian skripsi S1 nya.
Sebelumnya, di Bulan Agustus 2008 kami telah mendapatkan anugerah dari Allah SWT. Kami telah mendapatkan porsi keberangkatan haji dari Departemen Agama RI pada tahun 2010, Insya Allah.
Berkaitan dengan usaha menunaikan ibadah haji ini. Saya masih mengingat nasihat seorang sahabat, Ustadz Mahsun Salim kepada saya manakala beliau silaturahmi ke ruang kerja saya beberapa waktu sebelumnya.
”Assalamu alaikum Pak Achmad, sehat-sehat aja nich?”, sapa beliau ketika memasuki ruangan saya.
”Alhamdulillah Pak Ustadz, Pak Ustadz Gimana?”, saya balik nanya.
”Alhamdulillah”, jawabnya.
”Oh ya, mumpung ketemu sama Pak Ustadz, tolong Pak Ustadz kasih nasihat ke saya, bagaimana caranya agar saya dan istri bisa secepatnya melaksanakan ibadah haji?”, pinta saya.
”Udah punya niat belum?’, tanya Pak Ustadz.
”Insya Allah sudah, Pak Ustadz”, jawab saya.
”Lalu usaha yang telah dilakukan apa?”.
”Saya sudah buka tabungan haji di BMI Pak Ustadz, tapi saya hanya sanggup 300 ribu per bulan untuk berdua”, lanjut saya.
”Usahanya, sudah cukup, tinggal doanya diperbanyak”, sahut Pak Ustadz.
”Insya Allah saya sering berdoa Pak Ustadz”.
”Iya, tapi apakah sudah konsisten dilakukan?, coba rutin berdoa setiap selesai shalat wajib”, papar Pak Ustadz. 
”Kalo sudah berdoa secara rutin sehabis shalat wajib, lantas amalan apalagi yang dapat mempercepat niat melaksanakan haji ini, Pak Ustadz?.
”Kalo ada kesempatan membantu orang yang akan melaksanakan ibadah haji maka jangan sia-siakan kesempatan itu. Meski itu hanya sekedar menunjukan tempat pembuatan KTP”, Jawab Pak Ustadz.
”Terima kasih Pak Ustadz, atas nasihatnya”. 
Itulah sekilas percakapan saya dengan seorang teman, Ustadz Mahsun Salim.

Tidak dinyana beberapa minggu setelah itu, saya diminta oleh Pengurus KopKar Takaful Indonesia untuk menghadiri RUPS DD travel. Kebetulan KopKar Takaful Indonesia adalah salah satu pemegang saham DD Travel. Awalnya meskipun saya pengurus KopKar Takaful Indonesia namun saya tidak mengetahui bidang bisnis DD Travel. Yang terlintas di fikiran saya saat itu, DD Travel adalah agen tiket perjalanan.

Pada saat RUPS itulah saya mengetahui bahwa DD Travel adalah Biro Perjalanan Haji dan Umroh. Sontak saya teringat nasihat Pak Ustadz Mahsun Salim. Sepanjang rapat RUPS tidak putus-putusnya saya berdoa, Ya Allah berikanlah keberkahan atas kehadiran saya di RUPS DD Travel ini. Berkah bagi KopKar Takaful yang saya wakili, berkah bagi niat saya dan istri saya untuk melaksanakan ibadah haji. Amin.

Allah Maha Kuasa. Allah Maha Mengabulkan Doa HambaNya. Beberapa waktu berselang kami mendapatkan rizqi yang tidak saya duga arah kedatangannya. Kami mendapatkan rizqi yang cukup untuk keberangkatan haji kami berdua. Kamipun mendaftarkan diri ke Depag. Dan Alhamdulillah kami mendapatkan porsi haji untuk tahun 2010. Suatu nikmat yang luar biasa bagi kami berdua. Subhanallah.
Pengalaman lainnya terjadi pada diri ini. Yu Ros meminta saya untuk menggunakan mobil DX 81 nya. Kebetulan dia baru saja mengganti mobil. Akhirnya DX 81 pun saya gunakan untuk keperluan sehari-hari. Mobil memang sangat kami butuhkan untuk mengantar dan menjenguk AA Fatih di Pondok Pesantren Al Multazam Kuningan Jawa Barat. Mulai saat itu saya dan istri mentargetkan setahun yang akan datang, saya sudah harus membeli DX 81 tersebut. Kami memohon kepada Allah SWT untuk diberi kekuatan. Saya mulai mencari penghasilan tambahan. Allah Maha Besar sekitar satu tahun dari yang ditargetkan, Allah SWT mengganti target DX 81 dengan sebuah sedan Soluna 2001, Subhanallah. 

Mengajarkan Target Hidup, Doa dan Tawakal Kepada Anak
Suatu saat saya mengajarkan anak saya terhadap pentingnya target hidup, doa dan tawakal. Saya meminta anak-anak untuk menuliskan target hidup yang ingin dicapainya.
Saya ingat salah satu nasihat dari guru dan sahabat saya Bpk Samsul Arifin. Beliau adalah Direktur Utama PT. Bali Muda Persada. Dia mengatakan yang namanya target adalah tujuan. Dan yang namanya tujuan haruslah ditulis. Maksud dari dituliskannya tujuan adalah agar kita dapat fokus pada tujuan tersebut. Dengan menuliskan tujuan hidup, kita juga berharap ada orang lain yang dapat bersinergi dengan kita sehingga tujuan hidup dapat dicapai dengan lebih cepat, lebih baik dan lebih berkah. Perhatikan contoh di bawah ini.
Coba bayangkan bila seorang perlente dengan membawa uang Rp 500.000,- menyetop taksi. Sang sopir mengatakan:
”Tujuannya kemana, pak?”.
”Saya tidak tahu, tapi yang jelas saya punya uang lima ratus ribu”, jawab orang tsb.
Apa yang dipikirkan oleh sopir taksi bila memiliki pelanggan seperti ini?.
Kemungkinan sopir akan menyangka orang tersebut adalah orang yang lagi stress.

Tapi karena pemumpang membawa uang 500 ribu, sang sopirpun membawa penumpang tersebut jalan-jalan di dalam kota. Ketika argo sudah mendekati angka 500 ribu maka sopir mengantar penumpang kembali ke tempat awal dimana dia menyetop taksi.
Pada contoh ini, si penumpang belum tahu kemana tujuan yang akan dia capai. Dia hanya tahu perbekalan yang dia miliki. 
Bandingkan bila penumpang sudah mengetahui dengan jelas kemana tujuan yang dia inginkan:
”Tujuannya kemana, pak?’, tanya sopir taksi.
”Ke Depok, Pak. Nanti kita lewat jalan Ragunan, Pak. Jangan lewat Pasar Minggu ya, karena disana sering macet”, jawab penumpang.
Pada contoh ini, penumpang mengetahui kemana tujuan yang ingin dituju bahkan dia mengetahui rute mana yang ingin dilewati. 

Nah pada pertengahan Bulan Maret 2007 yang lalu, saya sempat mengantar AA Fatih (anak pertama) mengikuti ujian saringan masuk SMPIT Boarding School Al Multazam di Desa Manis Kidul Kuningan Jawa Barat. Pondok pesantren Al Multazam adalah satu atap dengan yayasan Khusnul Khotimah.
Beberapa hari sebelum kami berangkat, AA Fatih sempet bicara dengan saya.
”Pak, Bu Endang nanyain AA Fatih, disamping daftar ke SMPIT Al Multazam, AA Fatih daftar di SMP lainnya enggak buat cadangan?”.
Sedikit terkejut, saya mendapat pertanyaan dari AA Fatih.
Yah,......betapa tidak, Bu Endang yang AA Fatih sebut adalah wali kelas AA Fatih Di SDIT Al Qolam Depok. Saya pikir ada sesuatu yang salah pada pertanyaan tersebut.
”Mengapa harus pake cadangan?”, saya balik nanya ke AA Fatih.
” Kata Bu Endang, buat jaga-jaga bila tidak diterima di SMPIT Al Multazam”, AA Fatih menimpali.
”Untuk belajar, enggak boleh ada istilah cadangan, yang penting AA Fatih harus fokus pada test masuk Al Multazam”, saya timpali.
”AA Fatih harus tetap optimis dan percaya diri, tidak boleh pesimis, Bapak tidak akan ngasih cadangan sekolah”. 
”Oh.....AA selalu yakin dong Pak dengan yang AA kerjakan”, kata AA Fatih dengan penuh semangat. Mendengar jawaban tersebut, saya melihat suatu sifat yang besar dari AA Fatih yaitu sifat percaya diri.

Ujian saringan masuk pun berlangsung selama dua hari di Pondok Pesantren Al Multazam. Alhamdulillah AA Fatih lulus dalam seleksi tersebut.
Optimisme dan kepercayaan diri selalu saya tanamkan kepada anak-anak saya. Untuk keperluan itu, saya bersama istri telah menyepakati untuk merancang kegiatan pendidikan bagi anak-anak yaitu: Anak-anak harus mendapatkan sekolah TK yang jaraknya tidak boleh dekat dengan rumah. Untuk ke sekolah TK, anak-anak harus dibiasakan naik angkot atau ojek. Jadi kami tidak akan memilih TK yang ada di sekitar rumah. Dalam artian ke sekolah TK, tidak boleh jalan kaki. Hal ini dilakukan mengingat kondisi perkotaan. Dimana kalo yang namanya berjalan kaki, itu berarti sekolahnya ada di sekitar rumah. Sementara kalo yang namanya naik angkot berarti sekolahnya agak sedikit jauh. Berbeda kalo kondisinya di pedesaan.

Pembelajaran dari kegiatan ini adalah anak-anak harus dibiasakan 
bahwa sekolah bukan sekedar iseng saja.
Jenjang SD harus masuk SDIT. Tentang SDIT yang mana yang harus diikuti terserah kepada anak-anak saja.
Untuk tingkat SLTP, anak-anak harus mondok ke pesantren. Tujuan yang ingin dicapai dari program SDIT dan SMPIT boarding school adalah agar bekal agama yang diterima oleh anak-anak lebih lengkap dan baik. Disamping itu untuk menumbuhkan sifat strugle, survival dan mandiri.

Untuk level SLTA, anak-anak harus tinggal kembali bersama keluarga. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar keluarga dapat ikut mengawasi usia remaja anak-anak sambil mempersiapkan mental sebelum kuliah.
Jenjang kuliah harus di luar negeri, tidak boleh di dalam negeri. Maaf statement ini bukan berarti mengecilkan kualitas pendidikan perguruan tinggi di dalam negeri. Tetapi lebih kepada penciptaan kemandirian anak-anak.

Ketika target kuliah di luar negeri dicanangkan, jangan terlalu cepat berkomentar duitnya darimana. Persoalan biaya adalah persoalan ’problem’ bukan ’tujuan’. Problem insya Allah akan dipecahkan bersama setelah setting tujuan dilakukan. Yang perlu diingat adalah ada atau tidak adanya tujuan, problem pasti selalu ada.

Untuk keperluan di atas anak-anak harus disiapkan 3 pendidikan dasar yaitu agama, bahasa (terutama Bahasa Inggris dan Bahasa Arab) dan berhitung.
Untuk pelajaran bahasa, kamipun tidak segan-segan untuk mengajarkan anak-anak kami berbahasa Indramayu, sebagai bahasa ibu yang kedua. Kami yakin kemampuan penguasaan berbahasa akan meningkatkan intelegensia anak-anak. Amin Ya robbal Alamiin. 

Popular Posts