Saturday, March 24, 2007

Peranan Pelatihan Untuk Memenuhi Kebutuhan Perusahaan


Pelatihan pada dasarnya merupakan proses pengubahan : pengetahuan (knowledge), perilaku (attitude) dan kemampuan (skill) seseorang dari satu kondisi awal (pada saat ini) kepada suatu kondisi yang menjadi kebutuhan perusahaan.
Kondisi kebutuhan perusahaan merupakan kondisi yang diharapkan oleh perusahaan sementara kondisi awal merupakan kondisi aktual yang terjadi pada saat pengamatan dilakukan. Dengan demikian setelah mengalami proses pelatihan, seorang peserta / karyawan diharapkan mengalami perubahan dalam pengetahuan, perilaku ataupun kemampuannya. Proses pelatihan akan dinilai baik bila peserta telah mengalami perubahan pada sekurang-kurangnya salah satu dari ketiga point di atas.

Menurut Kirkpatrick ada 4 cara untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan proses pelatihan yaitu ;
a. Evaluasi Reaksi
b. Evaluasi Pembelajaran.
c. Evaluasi Perilaku
d. Evaluasi berdasarkan investasi yang telah dikeluarkan (ROTI return On Training Investment).
Evaluasi Reaksi adalah evalusi berdasarkan quisoner yang diberikan kepada peserta pelatihan, pertanyaan yang diberikan mengacu pada pendapat peserta (cenderung subyektip) contoh : Bagaimana pendapat saudara tentang subject materi yang diberikan ?, Sangat menarik, menarik, cukup menarik.
Evaluasi Pembelajaran adalah evaluasi yang dilakukan sebelum pelatihan (pre-test) dan sesudah pelatihan (post-test). Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta pelatihan baik sebelum maupun sesudah pelatihan.
Evaluasi Perilaku adalah evaluasi yang dilakukan kepada peserta untuk mengaplikasikan materi yang telah mereka terima di pelatihan pada lingkungan kerjanya.
Evaluasi ROTI adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui tingkat oengembalian investasi yang telah dikeluarkan untuk kegiatan pelatihan dibandingkan manfaat langsung yang diperoleh perusahaan.
Pada prakteknya tidak seluruh jenis evaluasi pelatihan dapat dengan mudah diterapkan. Sebagai contoh, bagi peserta pelatihan “ETIKET YANG BAIK di LINGKUNGAN KERJA” maka tingkat keberhasilan pelatihan tidak hanya melalui pengamatan pre-test maupun post test saja tetapi harus juga dilakukan dengan melalui pemantauan kegiatan sehari-hari dari peserta (evaluasi perilaku) , disini dibutuhkan kerjasama antara bagian training dengan atasan dari karyawan sebagai pengawas kegiatan sehari-hari.
Demikian pula dengan pelatihan “SOLDERING” ataupun “LAS”, tingkat keberhasilan pelatihan tidak hanya dilihat dari pre-test dan post test saja tetapi harus juga dilakukan dengan pengamatan tingkat kesalahan ataupun tingkat kecepatan kerja di lingkungan kerja.
Dalam mengevaluasi tingkat keberhasilan kegiatan pelatihan ini, bagian training sangat membutuhkan kerjasama dengan bagian-bagian lain terutama atasan dari peserta pelatihan. Jadi bagian training tidak bisa bekerja sendiri.
Bila peserta tidak mengalami perubahan maka sistem pelatihan harus ditinjau ulang. Dalam hal ini kita mengasumsikan bahwa seluruh peserta pelatihan memiliki tingkap kemampuan yang cukup untuk menerima materi pelatihan.
Apa saja yang harus dievaluasi ?,
Trainer adalah yang pertama harus dievaluasi ulang. Apakah trainer benar-benar menguasai materi yang disajikan ?, apakah trainer terlalu serius dalam menyampaikan pelatihan sehingga lupa terhadap rasa humor?
Metode pelatihanpun harus dilihat lagi, apakah metode yang diberikan oleh trainer terlalu monoton (searah) tanpa diskusi dua arah?, cukupkah alat peraga yang dibawakan oleh trainer?,
Sudah mendukungkah fasilitas pelatihan yang ada?, perlukah menggunakan komputer, video atau televisi sebagai alat bantu visualisasi ? dsbnya.
Dengan mengevaluasi secara menyeluruh maka gap antara kebutuhan perusahaan (company needs) dan kondisi aktual saat ini dapat dipersempit bahkan bila mungkin dihilangkan.

Achmad Firdaus
HRD Newsletter
Japan-Indonesia HRD Alumni Association Edisi 5/Maret 2003

1 comment:

Umrah dan Haji said...

Nice Artikel Pak.....izin belajar

Popular Posts